Coblosan, Ibu Kota Siaga
Selisih Suara Bakal Sangat Tipis
JAKARTA – Segala kehebohan, gonjang-ganjing, dan psywar terkait pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta mencapai puncaknya hari ini (19/4). Saat 7,3 juta warga ibu kota memberikan suara di putaran kedua pilgub. Mereka akan menentukan apakah pasangan Basuki Tjahaja PurnamaDjarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) atau Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) yang memimpin Jakarta lima tahun ke depan
Pilgub DKI 2017 bisa jadi adalah pemilihan kepala daerah paling panas dalam sejarah Indonesia. Sebanyak 65 ribu personel gabungan diterjunkan. Petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun sampai harus ditambah dengan mendatangkan personel dari daerah.
Pengawasan dan pengamanan ekstraketat itu ternyata belum memuaskan pihak-pihak yang bersaing. Ratusan ribu simpatisan PDIP dan Partai Gerindra, yang menjadi pengusung kedua pasangan calon, menyerbu ibu kota. Mereka akan memantau lebih dari 13 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, suasana ibu kota akan tetap kondusif meski tensi begitu panas. Dari 65 ribu personel yang disiapkan, 34 ribu di antaranya akan dikerahkan ke tiap TPS. Plus pasukan yang disiagakan di Mabes Polri maupun TNI.
”Kami yakinkan warga Jakarta, untuk pemilihannya, insya Allah dapat berjalan lancar. Dan silakan menggunakan hak pilih, hak politik, dengan sebebas-bebasnya. Ini dijamin oleh pemerintah,” tutur Tito.
Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, kerasnya persaingan kedua paslon memunculkan potensi tindakan yang menghalalkan segara cara. Karena itu, pengawasan harus dilakukan secara ekstra sehingga butuh back-up daerah.
”Teman-teman daerah (Bawaslu provinsi, Red) datang dan membantu teman-teman DKI (Bawaslu DKI Jakarta),” ujarnya di kawasan Sarinah, Jakarta, kemarin. ”Semua, sebanyak 33 provinsi di luar Jakarta,” tambahnya.
Bagja mengungkapkan, jumlah pengawas yang bisa melakukan pendampingan di lapangan saat ini sangat minim. Hanya tiga orang untuk setiap kota. Padahal, di setiap kota ada banyak pengawas TPS yang harus dilakukan supervisi, khususnya jika terjadi gejolak di lapangan.
Nah, adanya tambahan pengawas dari sejumlah daerah diharapkan bisa mengisi kekurangan tersebut. ’’Peran mereka memberikan advice dan membantu juga kalau ada kesulitan,’’ katanya.
’’Upaya penindakan dilakukan pengawas dari Jakarta. Sebab, secara yuridis, pengawas Jakartalah yang memiliki kewenangan tersebut,’’ lanjutnya.
Mantan tenaga ahli DPR itu juga menjelaskan, pengawas dari daerah tersebut akan diperbantukan di sejumlah lokasi. Khususnya di kawasan yang rawan kecurangan dan banyak persoalan. Misalnya, daerah yang banyak dilakukan pembagian sembako atau daerah yang dukungan untuk masing-masing calon sangat kuat.
’’ Tapi, nanti mobile juga. Bisa berpindah ke beberapa lokasi lainnya,’’ ungkapnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengajak pemilih untuk tidak takut datang ke TPS. Sebab, pemerintah sudah mengerahkan seluruh instrumen negara untuk menjamin masyarakat bisa menyalurkan aspirasi politik mereka.
’’Masyarakat jangan takut untuk datang ke TPS karena kepolisian, TNI, dan satpol PP ada di tiaptiap TPS,’’ tegasnya.
Selain itu, Tjahjo meminta masyarakat tetap tenang dan tidak larut dengan berbagai isu keamanan yang berseliweran. Menurut dia, itu hanya bagian dari dinamika yang wajar dalam sebuah kontestasi. Namun, dia yakin kesuksesan putaran pertama pilkada Jakarta lalu akan terulang. ’’Siapa yang dulu mengira pilkada tahap pertama, juga aman-aman aja,’’ tuturnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyerukan supaya umat beragama menahan diri memasuki pilkada DKI Jakarta hari ini. Dia berharap umat beragama menyalurkan hak suara dalam suasana yang tenang.
Dia menjelaskan, esensi dalam pilkada DKI Jakarta adalah menghargai perbedaan. Lukman menyatakan, pilkada merupakan pertarungan politik. Pemenangnya adalah yang mendapat suara terbanyak masyarakat. ’’Segala perbedaan selama ini harus diselesaikan,’’ katanya.
Lukman menjelaskan, siapa pun yang menang dalam pencoblosan hari ini harus berjiwa besar. Selain itu, wajib mengayomi seluruh masyarakat. Pihak yang kalah, termasuk pendukungnya, diharapkan bisa legawa. ’’Bersama-sama mendukung yang menang,’’ ujarnya.
Dia menegaskan, pilkada tidak boleh sampai memutus tali persaudaraan umat beragama. ’’Setajam apa pun perbedaannya, jangan sampai tali persaudaraan terputus,’’ tegasnya.
Hasil Survei, Beda di Bawah Margin of Error Siapa pasangan calon yang menjadi gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022 tampaknya sulit diprediksi. Hampir semua survei menyebutkan bahwa selisih perolehan suara masih di bawah tingkat kesalahan ( margin of error).
Misalnya survei yang digelar Indikator Politik Indonesia. Pasangan Anies-Sandi memang masih unggul dengan meraih 48,2 persen suara. Namun, selisih suara dengan pasangan AhokDjarot yang meraih 47,4 persen sangat kecil, kurang dari 1 persen.
Padahal, ada 4,4 persen responden yang menyebut masih merahasiakan pilihannya (pemilih mengambang). ”Artinya, survei belum menunjukkan hasil yang konklusif,” kata Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam status medsosnya. Burhanuddin juga merilis hasil surveinya melalui medsos.
Meski banyak survei yang belum konklusif dan Ahok-Djarot menang di putaran pertama, yang menjadi unggulan di putaran kedua hari ini tetap pasangan AniesSandi. Itu bisa dipahami. Sebab, banyak pihak yang memperkirakan Anies-Sandi mendapat limpahan suara dari pendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), jagoan Partai Demokrat yang kalah di putaran pertama. Sebab, massa pemilih AHY dan massa pemilih Anies-Sandi dianggap beririsan.
Belum lagi adanya kampanye terkait penggunaan sentimen agama yang sangat masif (muslim pilih muslim). Kemudian intimidasi psikologis seperti jenazah pemilih Ahok tidak akan disalati. Hal-hal tersebut diyakini membuat banyak umat muslim merasa ”berdosa” jika memilih Ahok.
Sementara itu, pasangan AniesSandi sendiri memang tidak pernah secara langsung membahas isu agama. Mereka lebih menggarap isu-isu untuk mencuri suara kaum rasional yang notabene mendukung Ahok. Isu-isu yang diusung adalah seputar program pembangunan yang konkret. Itu menjadikan AniesSandi bukan kuda hitam lagi, melainkan unggulan.
M. Taufik, wakil ketua tim kampanye Anies-Sandi, menyatakan bahwa pihaknya optimistis menang. ”Arus bawah, terutama massa PPP dan PKB, memilih pasangan Anies-Sandi,” yakinnya. Dia mengakui bahwa jagoannya memang diunggulkan. Namun, prediksi itu tidak lantas membuat pihaknya berleha-leha. ” Feeling saya menang,” ucapnya.
Di pihak rival, kurang diunggulkan tidak berarti kubu AhokDjarot melempar handuk. Dalam beberapa hari terakhir, tren pasangan tersebut justru meningkat. Itu sesuai dengan temuan hasil survei Indikator Politik Indonesia. Yang pertama terkait dengan kepuasan kinerja. Dalam survei terakhir, ada 60 persen warga Jakarta yang merasa puas atas kinerja Ahok. Juga tren warga Jakarta yang menginginkan Ahok kembali jadi gubernur menjadi 50 persen setelah hanya 44 persen pada periode Februari 2017.
Yang signifikan membuat Ahok melenting justru soal isu agama. Sebanyak 80 persen responden Indikator Politik tidak setuju dengan penggunaan isu agama dalam pilgub DKI Jakarta. Selain itu, 56 persen responden tidak setuju (berbanding dengan 36 persen) ketika ditanya apakah muslim berdosa jika memilih Ahok.
Selain itu, isu penolakan salat jenazah cukup telak mendapat tentangan, yakni 80 persen. Sentimen serupa muncul ketika 62 persen warga Jakarta tidak setuju jika muslim pendukung Ahok disebut munafik, murtad, atau kafir. Yang setuju hanya 33 persen. Isu agama yang memerosotkan Ahok di awal kini justru yang membuatnya meningkat.
Di bagian lain, Asraf Ali, ketua harian tim kampanye Ahok-Dja- rot, mengatakan bahwa pihaknya memperhatikan survei sebagai salah satu acuan saja. ” Tapi tak bisa dijadikan landasan. Yang jelas, kami bekerja sebaik-baiknya,” ujar dia.
Terpisah, sejumlah pengamat yang dihubungi mengaku tidak mau berkomentar terlebih dahulu. ”Dilihat saja nanti. Saya tidak mau berkomentar dulu,” kata dosen ilmu politik UI Sri Budi Eko Wardani.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menyatakan, yang lebih penting untuk dianalisis adalah gejala-gejala masalah. Berdasar kondisi saat ini, jelas dia, ada beberapa kemungkinan kecurangan. ”Politik uang, intimidasi terhadap pemilih, kampanye di tempat ibadah, dan berbagai tantangan di TPS,” ungkap dia. (far/jun/ wan/riz/ydh/idr/ang)