Menangis di Awarding Kartini Kita Kini
Nonton Bareng dan Awarding Kartini Kita Kini
SURABAYA – Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya. Begitu kata Kartini dalam film Kartini. Film yang mengisahkan perjalanan pahlawan emansipasi perempuan itu sukses menguras air mata penonton acara nonton bareng Jawa Pos For Her Kartini Kita Kini kemarin (18/4) di di XXI Ciputra World Surabaya.
Sutradara Hanung Bramantyo mampu mengemas kisah Kartini dengan cara menyentuh sekaligus inspiratif. ’’Sudah lama tidak tertarik film Indonesia, tapi nonton film ini langsung jadi favorit. Bagus banget,’’ ungkap Meity, salah seorang undangan.
Namun, bukan hanya penonton yang menitikkan air mata. Tiga pemeran film Kartini juga menitikkan air mata. Mereka adalah Dian Sastro wardoyo (Kartini), Ayushita (Kardinah), dan Denny Sumargo (R.M. Slamet).
Tangis mereka pecah pada sesi talk
show yang berlangsung setelah pemutaran film. Mereka dipertemukan dengan delapan perempuan pemenang penghargaan Jawa Pos For Her Kartini Kita Kini. Dian, Ayushita, dan Denny terharu melihat video profil para pemenang itu.
Para perempuan luar biasa tersebut adalah Marlupi Sijangga, Leonika Sari, AKBP Suparti, Titik Winarti, Chusniyati, Liliek Sulistyawati, Hana Amalia Vandayani, dan Aryani Widagdo. Lewat aksinya, mereka mampu mengubah lingkungan sekitar menjadi lebih baik.
Ketika ditanya apa yang membuatnya menangis, Dian masih sesenggukan. ’’Saya terbawa suasana karena melihat aksi mereka yang sangat luar biasa menginspirasi. Saya terharu atas perjuangan yang Ibu-Ibu lakukan saat ini,’’ kata Dian mengusap air matanya.
Denny menambahkan dirinya merasa terhormat bisa bertemu langsung dengan delapan perempuan tersebut. ’’ Makanya, saya pakai kacamata biar nggak kelihatan nangis. Kalau Dian yang nangis, kan masih imut. Kalau saya, nggak,’’ ujarnya mencairkan suasana acara yang juga dihadiri istri Wagub Jawa Timur Fatma Saifullah Yusuf itu. Sebagian pemenang lalu diminta bercerita. Liliek Sulistyawati yang akrab disapa Mbak Vera mengawali kisahnya. Dia bercerita bahwa dirinya sudah merawat ODHA (orang dengan HIV/ AIDS) yang terbuang sejak 1995. ’’Sudah berkali-kali saya diminta keluarga untuk berhenti karena usia. Tapi, saya tak akan bisa tidur jika anak-anak (ODHA) tersebut belum teratasi dengan benar,’’ ungkap Mbak Vera. Setelah itu, giliran Hana Amalia Vandayani. Pemilik Yayasan Pondok Kasih itu berjasa dalam menampung kaum miskin yang tak memiliki identitas. ’’Mereka yang tak punya akta kelahiran itu ibaratnya ada, tapi tidak ada,’’ imbuhnya. Penjelasan Hana tersebut ternyata membuka kisah pribadi Denny. Di atas panggung itu, Denny bercerita bahwa dirinya sempat tidak memiliki akta kelahiran. Dia dibesarkan ibu single parent sehingga susah mendapat akta pada masa itu. ’’Saya akhirnya punya akta, tapi bukan atas nama ibu kandung,’’ ungkap Denny. Karena itu, Denny sangat mengapresiasi jasa Hana dalam memperjuangkan hak identitas kaum marginal. Dalam kesempatan tersebut, Dian berharap para Kartini Kita Kini itu terus melanjutkan perjuangan mereka. ’’Saya percaya, kalau kita berhasil, keberhasilan itu tak hanya untuk kita. Tapi juga menjadikan orang lain inspirasi untuk bisa melanjutkan perjuangan kita,’’ kata Dian. Atas kiprahnya itu, delapan perempuan terpilih tersebut mendapat hadiah dari LT Pro dan personalized bag dari Kalyana Indonesia. (adn/fam/c5/ayi)