Selamat Datang Kembali Akal Sehat
RASANYA tidak sabar menanti hari H pencoblosan pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta hari ini (19/4). Bukan karena antusias tentunya, tapi karena sudah tidak tahan dengan suasana negara yang kacau balau akibat pertempuran di pilkada yang tidak lagi menggunakan akal sehat.
Sejak tahap pilgub DKI Jakarta dimulai pada September 2016, suhu di republik ini sangat gerah. Tidak hanya di Jakarta, tetapi meluas ke hampir seluruh pelosok negeri. Isu SARA, fitnah, hoax, dan sebagainya mengemuka hingga putaran kedua pilkada memasuki fase akhir.
Tiba-tiba muncul aliran-aliran radikal yang begitu mudah memercayai isu dan berita hoax. Tiba-tiba ada kelompok yang dengan mudah menistakan dan mendiskreditkan orang lain dengan sangat keji. Paling parah kalau kita menyimak media sosial yang dibanjiri informasi memuakkan yang bermuara pada pilkada DKI Jakarta. Huff ...
Yang lebih tidak masuk akal, menjelang pencoblosan putaran kedua, ribuan orang didatangkan ke Jakarta. Mereka bukan pemilik suara. Tentu mereka tidak memiliki kapasitas apa pun untuk ikut cawe-cawe dalam pilgub DKI Jakarta. Akal sehat sudah hilang dari para pemimpin yang mengerahkan massa dari daerah ke ibu kota tersebut.
Pilgub DKI Jakarta sudah merusak tatanan bangsa ini. Ibu pilkada terparah dalam sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Ini pesta demokrasi yang telah membawa bangsa kita berada di titik rendah kebudayaan. Bahkan nyaris tidak ada budaya dalam pilgub DKI Jakarta ini.
Kita harus berdoa agar apabila terjadi sengketa dalam pilgub DKI Jakarta, Mahkamah Konstitusi tidak sampai memutuskan pemilihan ulang. Ampun. Rakyat sudah tidak tahan dijadikan mainan politik oleh elite-elite yang rakus kekuasaan itu.
Mudah-mudahan hari ini pilgub DKI Jakarta benar-benar selesai. Kemudian terpilih gubernur dan wakil gubernur periode 2017– 2022. Siapa pun yang menang, mari kita terima dengan lapang dada. Tujuh bulan kita kehilangan akal sehat. Semoga hari ini kita bisa bersama-sama mengucapkan selamat datang kembali akal sehat.
Ke depan, situasi politik yang memalukan ini jangan sampai terulang. Semua itu harus dimulai dari strong leadership. Kepemimpinan yang kuat akan membuat alat-alat negara menjadi kuat. Tidak ada lagi penegak hukum yang digunakan untuk mewadahi kepentingan politik sesaat.
Tidak ada lagi partai politik yang bisa mengendalikan penegak hukum dengan seenak
udel- nya. Pilgub DKI Jakarta harus menjadikan para pemimpin kita berintrospeksi. Jangan main-main lagi dengan isu SARA. (*)