Skema Penyelamatan Bank Makin Efisien
SURABAYA – Mekanisme penyelamatan bank melalui metode purchase and assumption (P&A) dinilai lebih efisien. Metode tersebut tertuang dalam UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Senior Executive Vice President Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Suharni Eliandy menyatakan, ketika gagal disehatkan OJK, bank itu diserahkan pada LPS. Kali pertama, LPS berupaya menyelamatkan bank tersebut.
’’Kriteria pertama dari sisi biaya, mana yang lebih murah bagi pemerintah. Menyelamatkan atau melikuidasi,’’ kata Suharni di sela Sosialisasi Program Penjaminan LPS di Surabaya kemarin (18/4).
Dulu LPS hanya memiliki satu instrumen melalui penyertaan modal sementara (PMS). Sekarang ditambah dengan P&A, yakni mengalihkan aset dan kewajiban bank bermasalah pada bank penerima. Pengalihan dilakukan melalui bridge bank (bank perantara) yang didirikan LPS untuk menerima pengalihan aset dan kewajiban bank bermasalah.
’’Sebenarnya, baik PMS maupun P&A sama-sama keluar uang, tapi P&A lebih efisien. Bukan hanya bagi LPS, tapi juga nasabah. Sebab, simpanannya sekadar pindah ke bank lain,’’ urainya.
Selain biaya lebih kecil, proses penyelamatannya lebih singkat. Bila menggunakan metode likuidasi, prosesnya paling cepat dua tahun, bahkan bisa diperpanjang hingga empat tahun.
Selain itu, bank penerima mem- peroleh keuntungan karena menambah jumlah dana pihak ketiga dan nasabah debitur. ’’ Tentu, volume bank bisa naik,’’ katanya. Penentuan bank penerima dilakukan dengan tender terbuka.
Pelaksana Harian Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 4 Jatim Triyoga Lak- sito menambahkan, OJK berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Salah satunya, mendorong pemilik bank untuk menyehatkan bank atau penambahan modal melalui penawaran kepada investor lain. ’’Kalau kurang sehat, bank itu kami masukkan dalam pengawasan khusus,’’ terangnya. (res/c22/noe)