Beri Ranking Website Pemda Mirip Kampus
Website dan media sosial (medsos) resmi milik pemerintah daerah (pemda) ibarat wajah. Website dan medsos yang oke menunjukkan bahwa pemerintah tersebut peduli terhadap keterbukaan informasi. Nah, tim dari Jurusan Sistem Informasi ITS membuat aplikasi yang
NUR Aini Rakhmawati begitu cekatan. Ditemui di Laboratorium Akuisisi Data dan Diseminasi Informasi Jurusan Sistem Informasi ITS pada Senin (17/4), dosen muda itu sedang berkoordinasi bersama timnya. Dia meminta update data tentang website dan medsos pemda yang produktif kepada timnya.
Hasilnya, merujuk pada data Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), terdata 530 website. Iin, sapaan Nur Aini, mendata ada 549 website milik pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia. Dari jumlah itu, ternyata banyak website yang ’’bermasalah.’’
Permasalahannya macam-macam. Ada yang ter-hack, tetapi tidak disadari oleh admin pemda yang bersangkutan. Ada yang sedang di- maintenance. Ada yang suspend dan under construction. Ada juga domain yang tidak diperpanjang. Ada pula yang tiba-tiba sistemnya down. ”Paling parah, banyak yang tidak ter-update, apalagi update harian,” katanya.
Update yang dimaksud semestinya tidak hanya mengunggah kata-kata bijak seperti yang selama ini banyak terjadi. Tetapi, kata Iin, update harus berkaitan dengan kegiatan pemerintah daerah yang bersangkutan
Kondisi itu tentu sangat disayangkan. Sebab, anggaran untuk teknologi informasi pada era saat ini tidak sedikit. Website resmi pemda yang tidak ter- update berkorelasi dengan kurangnya keterbukaan informasi kepada publik. Masyarakat jadi kurang mengetahui apa yang terjadi di daerah itu. Termasuk apa yang telah atau sedang dilakukan pemerintahnya.
Iin menyatakan, banyak aspek yang menjadi indikator pemeringkatan. Dia mengacu pada aturan pemerintah tentang kelengkapan website. Kelengkapan itu, antara lain, visi-misi, letak geografis, dan sejarah kota/ kabupaten. Setidaknya ada 14 variabel atau indikator yang tercantum sebagai kelengkapan website sesuai undang-undang.
Bersama timnya yang terdiri atas para mahasiswa S-1 dan S-2, Iin membuat e-government benchmark ( e-govbench). Aplikasi itu memungkinkan sistem untuk meranking website dan media sosial pemda. ”Karena saat ini trennya ke sana, ke medsos, Facebook, Twitter, dan YouTube,” katanya. Website monitoring dan pemeringkatan itu bisa diakses melalui egovbench.addi.is.its.ac.id.
Selama ini, bukan berarti monitoring terhadap website-website pemda tersebut tidak ada. Pemerintah sudah melakukannya. Hanya, masih manual alias belum tersistem. Itu pun tidak semua website pemda terjangkau untuk dimonitor atau diukur. Sebab, ada ratusan website pemda di Indonesia. Apalagi, harus mengetahui juga keaktifan website setiap hari. ”Kalau e-govbench lebih mudah karena sudah by system, sudah otomatis,” tuturnya.
Aplikasi e-govbench, kata dia, dikembangkan sejak 2015. Hingga saat ini, aplikasi tersebut terus disempurnakan. Terkait aplikasi pemeringkatan itu, pihaknya juga berkonsultasi dengan Kominfo. Dengan begitu, ada sinergi yang dilakukan dengan pemerintah pusat. Iin menyebut e-govbench mirip webometric. Bedanya, webometric untuk me- ranking kampus. Dari webometric itu pula, biasanya bisa diketahui bahwa kampus tersebut keren atau sebaliknya. Nah, e-govbench meranking pemerintah daerah.
Iin menyebutkan, e-govbench ibarat mesin pencari Google dengan mempelajari konten dan medsos. Terbukti, Pemkot Bogor yang nilainya tinggi di e-govbench juga menduduki posisi teratas di Google. Terutama ketika mencari dengan kata kunci sejarah Bogor. Di Surabaya yang memiliki nilai lebih rendah di e-govbench, ketika dicari dengan kata kunci sejarah Surabaya, yang muncul blog orang lain. Semestinya, orang lebih percaya apabila membaca informasi resmi dari pemerintah kota bersangkutan.
Iin mengembangkan aplikasi itu bersama enam orang lainnya. Mereka adalah mahasiswa S-1 dan S-2. Aplikasi yang dikembangkan Iin bersama tim merupakan based on content. Misalnya, ada variabel struktur organisasi yang harus ada di website. Maka, harus dipastikan bahwa variabel struktur organisasi itu benarbenar menyajikan struktur organisasi. ”Kalau tidak, nilainya jelek,” terangnya.
Selain website, medsos juga berpengaruh pada perwajahan pemda terkait. Abi Nubli Abadi, anggota tim, menyebutkan bahwa hanya ada 158 pemda di Indonesia yang mempunyai media sosial. Itu diketahui dari link medsos yang tercantum di masing-masing website pemda.
Sebenarnya, ada juga medsos yang tidak tercantum dalam website pemda. Namun, dia khawatir akun medsos itu palsu. Jadi, lebih aman jika akun medsos sudah terhubung pada website. Abi mengungkapkan, pemda yang sudah memiliki akun medsos tersebar di luar Pulau Jawa. Yakni, ada 123 pemda. Di Pulau Jawa, ada 35 pemda yang memiliki.
Akun YouTube misalnya. Ada indikator untuk me-ranking- nya. Misalnya, jumlah subscriber dan yang berlangganan. Konten yang diunggah ke YouTube juga harus berkaitan dengan pemerintahan. Hal yang sama berlaku untuk Facebook. ”Jangan-jangan punya Facebook, tapi ternyata tidak ada isinya,” katanya.
Pada era saat ini, medsos menjadi media yang efektif untuk bertanya. Juga terjadi hubungan timbal balik antara citizen dan government. ”Ternyata, tidak semua pemda punya medsos. Ada yang punya, tapi tidak update. Informasinya pun tidak lengkap,” tuturnya. Padahal, website dan media sosial bisa menjadi gerbang investasi. ”Responsif atau tidak kepada masyarakatnya,” ujarnya.
Di Surabaya, berdasar hasil saat ini, website resminya belum terindeks dengan baik dalam sistem e-govbench. ”Tidak masuk 10 besar website- nya,” ujar Iin. Meski begitu, rangking itu setiap hari bisa berubah, bergantung pada perbaikan konten website tersebut.
Secara medsos, imbuh Abi, Surabaya berada di urutan ke-11. Surabaya sebenarnya memiliki akun YouTube, tetapi ada platform tersendiri untuk mengunggah berbagai hal ke YouTube. Yakni, melalui channel Media Center Surabaya. Dia mengapresiasi hal itu. Hanya, Media Center Surabaya belum tercantum pada website resmi Surabaya.
Dalam pemeringkatan, ada bobot penilaian. Salah satunya survei kepada masyarakat. Terutama mengenai kebutuhan isi web. Total ada 20 aspek yang dinilai dalam web. Untuk medsos, ada 11 aspek yang menjadi penilaian.
Melalui sistem pemeringkatan itu, Iin berharap pemda bisa semakin sadar terhadap konten web maupun media sosial. Juga, lebih bisa mengikuti berbagai hal yang berkaitan dengan pemerintahan maupun masyarakat. Apalagi, saat ini zaman tekonologi informasi dan keterbukaan informasi.
Kini Iin terus menyempurnakan sistem pemeringkatan tersebut. Di tim itu, selain Iin dan Abi, ada Wisnu Tri Sugiyanto, Fajara K.N.H., Muhammad Zuhri, Biondi Hasbi, dan Aditya Mayapada. Masingmasing punya tanggung jawab dalam pengembangan riset.
Website dan medsos sebenarnya juga bisa menjadi bagian dari kebanggaan pemda yang bersangkutan. Karena itu, dia juga mengajak pemda untuk berlombalomba meningkatkan kualitas website dan medsos. Untuk mendukung itu, pada Juni hingga Oktober, pihaknya akan melakukan pemeringkatan. Dia akan mengirim surat kepada pemda mengenai rencana pe-rankingan tersebut. ”Jadi, ada waktu pemda bisa mempersiapkan diri,” jelasnya.
Selanjutnya, pada November, Jurusan Sistem Informasi ITS akan mengadakan event Information Systems International Conference (ISICO) di Bali. Yakni, event pertemuan peneliti dunia di bidang sistem informasi. Acara itu juga memberikan penghargaan kepada mereka yang terbaik di bidang medsos dan website di Indonesia. Tujuannya bukan sekadar pemeringkatan. Melainkan bisa lebih jauh manfaatnya untuk pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan. (*/c6/git)