Hilangkan SARA setelah Pilkada
Kontestasi di pilgub DKI Jakarta sudah berakhir. Meski hasil rekapitulasi KPU belum final, hasil hitung cepat semua lembaga menunjukkan bahwa masyarakat Jakarta sudah memilih pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebagai gubernur-Wagub DKI Jakarta baru untuk masa bakti 2017–2022.
Yang menggembirakan, tidak ada insiden berarti dan ketegangan yang panjang. Pasangan AhokDjarot beserta pendukungnya tampaknya sudah legawa. Tensi di media sosial langsung turun. Bahkan, sejumlah pendukung berat pasangan Ahok-Djarot juga ikut mengunggah status ucapan selamat kepada pasangan Anies-Sandi.
Namun, ada satu hal penting yang menjadi catatan. Harus ada kesepakatan bersama sebagai sebuah bangsa mengenai sejauh mana isu SARA bisa digunakan dalam pilkada. Meski berakhir dengan baik, selama kampanye lebih dari setahun terakhir, terjadi segregasi di masyarakat yang cukup parah.
Munculnya istilah pribumi di masa-masa akhir kampanye serta penggunaan agama sebagai ancaman sungguh membuat pilgub DKI menjadi pilkada yang buruk. Sejak awal kesepakatannya, Indonesia bukanlah negara agama. Artinya, siapa pun bisa menjadi apa pun di negeri ini. Maka, tidak semestinya terjadi ancaman jenazah seseorang tidak disalatkan berdasar pilihan politik di pilkada, atau ancaman neraka dan sebutan kafir, musyrik, dan murtad jika pilihannya berbeda. Mempunyai keyakinan seperti itu secara pribadi sah-sah saja, tetapi mengumumkannya di publik dan menggunakannya untuk mengintimidasi secara publik untuk kepentingan politik adalah masalah lain.
Gubernur terpilih Anies Baswedan saat menjadi juru kampanye Presiden Jokowi pada 2014 lalu pernah menyatakan bahwa tenun kebangsaan tidak boleh robek oleh sentimen-sentimen intoleransi yang muncul. Sebuah pernyataan yang bagus dan seharusnya dipegang teguh bukan oleh Anies Baswedan saja, tetapi kita semua.
Maka, sepatutnya semua pihak harus menyadari potensi bahaya intoleransi dan penggunaan isu agama yang berlebihan dalam politik. Jika perlu, hal tersebut dimasukkan ke dalam RUU Pemilu soal kampanye. Jika diteruskan, daerah tertentu yang dominasi agama tertentu akan memilih pemimpin yang beragama tertentu pula. Bukan dari kompetensinya. Fakta itu hanya akan memperbesar kemungkinan gesekan antaragama di seluruh Indonesia. Yang terjadi, Indonesia bisa berkubang pada perang saudara yang tak berkesudahan.
Pilgub DKI telah berakhir dan selamat kepada pasangan Anies-Sandi untuk kemenangannya. Setumpuk kerja keras sudah membayang di depan mata. Penyusunan APBD, tim transisi, menyinkronkan program lama dengan kebijakan rezim yang baru, semuanya membutuhkan energi yang tak sedikit. Semua kekuatan harus dirangkul, lupakan perbedaan, lupakan SARA, dan mari bersatu untuk membangun Indonesia yang lebih baik.