Jawa Pos

Nyanyikan Happy Birthday untuk Anggota Telat

-

Mereka terus menularkan ’’virus’’ semangat lewat daya tarik suara.

Penampilan mereka juga sedap dipandang. Saat tampil, mereka sangat kompak. Gaya rambut modis. Demikian juga gaya berbusanan­ya. Necis.

Penyanyi perempuan tampil dengan rambut disanggul, sedangkan penyanyi pria tampil dengan sisiran klimis. Di setiap manggung, seragam yang mereka kenakan selalu berbeda. Rias wajah juga menarik.

Selama ini para oma dan opa tersebut tergabung dalam Paduan Suara Tulang Rusuk. Mereka berusia di atas 60 tahun. Sudah memiliki cucu. Bahkan, ada pula yang sudah memiliki cicit. ’’Saya yang paling tua di sini,” ungkap Tjok Soepranoto.

Pria 75 tahun itu memiliki peran penting dalam kelompok suara yang berdiri sejak 2001 tersebut. Tjok menjadi solois. Jadi, bila kelompok paduan suara sedang tampil, suara Tjok muncul tiba-tiba. Dia mengatakan gemar bernyanyi sejak remaja. Kecintaan tersebut dilanjutka­n hingga saat ini. Bagi dia, menyanyi bisa menenteram­kan hati. Pikiran juga rileks. Masalah apa pun bisa dihadapi dengan santai. Jadi, menyanyi bagaikan ’’obat” bagi Tjok.

Pria asal Surabaya itu bergabung sejak Paduan Suara Tulang Rusuk berdiri. Awalnya kumpulkump­ul di gereja. Lama-lama ada kecocokan. ’’Hingga sampai sekarang, ya anggotanya iniini saja. Tidak ada perubahan,” jelas Tjok.

Kendati begitu, Tulang Rusuk tidak tertutup. Mereka open minded. Artinya, Tulang Rusuk mau menerima masukan dari siapa pun. Hanya, lanjut Tjok, formasi saat ini sudah dianggap paling sempurna. Sudah akrab. Tidak ada alasan untuk terpisah.

Tulang Rusuk beranggota 40 orang. Artinya, ada 20 pasutri. Jadi, yang single ya tidak bisa gabung. ’’ Ah, itu hanya bercanda,” kata Tjok, lantas tertawa. Menurut dia, kelompok tersebut tidak sekadar menyalurka­n hobi menyanyi, tapi memiliki tujuan lebih dari itu. Bahkan, bisa dikatakan bahwa kelompok tersebut menjadi wadah pembangkit romantisme hubungan pasutri. Meski sudah tua, rasa cinta tak luntur. Apalagi hilang. ’’ Karena kami punya cara untuk mengawetka­nnya. Ya bernyanyi bersama ini,” jelas pria kelahiran Lawang, 25 Februari 1942, tersebut. Penamaan Tulang Rusuk juga memiliki alasan tersendiri. Harapannya, para anggota bisa menjadi tulang rusuk hingga akhir hayat.

Persaudara­an anggota kelompok juga terjalin erat. Apabila ada salah seorang anggota yang sakit, yang lain ikut berduka. Mereka kemudian memberikan suntikan semangat. Mereka sadar betul, usia sudah tua. Penyakit bisa datang kapan saja. Mulai encok hingga tibatiba lutut sakit. Karena itu, tidak jarang di tengah latihan, ada yang mengangkat tangan tanda menyerah. ’’Seperti saya ini, ya sering lutut sakit. Tapi, tetap semangat kalau disuruh latihan,” ujar Tjok.

Begitu pula sebaliknya. Saat senang, mereka sering kali berbagi dalam bentuk apa pun. Mulai mengundang makan-makan bersama hingga berwisata. Setiap momen bersama selalu mereka abadikan agar berkesan.

Caranya, mereka mengonsep acara tersebut dengan baik. Misalnya, membuat permainanp­ermainan kecil saat berwisata. Suasana terasa lebih menyenangk­an. Keakraban pun terjalin semakin kuat. ’’Sering pula mendengark­an rekaman suara kita masing-masing. Jadi tertawa sendiri,” ceritanya.

Kelompok Tulang Rusuk juga rutin mengadakan latihan. Seminggu sekali. Tepatnya, setiap Selasa sekitar pukul 19.00 hingga dua jam selanjutny­a. Lokasinya berbeda-beda. Bergantung kesepakata­n bersama. ’’Tahu sendiri, kami berasal dari berbagai kalangan. Rumahnya jauh-jauh. Seringnya ya memilih tempat yang di tengahteng­ah,” ungkap pria dua anak tersebut.

Latihan dilakukan lebih intens saat menjelang event. Misalnya, saat perayaan Hari Paskah minggu lalu, mereka berlatih hampir setiap hari. Mereka selalu ingin memberikan penampilan terbaik dalam setiap momen.

Untuk itu, Tulang Rusuk memiliki peraturan. Tidak mengikat ketat, peraturan itu diberlakuk­an agar para anggota lain berdisipli­n. Salah satunya, ada hukuman apabila datang telat. ’’Ini kan kelompok paduan suara. Jadi, kalau satu telat, ya yang lain pasti nggak bisa jalan,” tegas Tjok.

Hukumannya tidak berbentuk fisik. Tapi, penerima hukuman bisa malu. Saat ada yang datang telat, anggota lain akan langsung melantunka­n lagu Happy Birthday. Ejekan itu diharapkan mampu membangkit­kan semangat para anggota agar berlatih secara disiplin. ’’Kasihan yang lain sudah datang tepat waktu, tapi harus menunggu yang telat,” tambah kakek lima cucu tersebut.

Tahun ini adalah tahun ke-17 Tulang Rusuk. Bertahun-tahun mereka sudah tampil di berbagai tempat. Tidak hanya di dalam Kota Surabaya. Kota-kota lain di Indonesia juga menjadi jujukan. Beberapa kali mereka juga unjuk suara di Singapura.

Para anggota tampil dalam berbagai macam momen. Tidak hanya di event gereja, tapi juga dalam acara wedding, pesta ulang tahun, dan acara keluarga. Jadi, lagu yang dibawakan menyesuaik­an event. ’’Apa saja. Lagu Nusantara, lagu rohani, hingga lagu pop apa saja kami bisa,” ujar anggota Tulang Rusuk lainnya, Freddy Handoko Istanto.

Naik ke panggung, lantas bernyanyi bersama. Itu sudah menjadi rutinitas yang membosanka­n. Karena itu, mereka berusaha memberikan penampilan berbeda setiap kali show. Ada cerita ’’drama” dalam setiap penampilan. Contohnya, saat ditemui Jawa Pos, mereka berlatih bernyanyi. Ada alur ceritanya dalam penampilan itu. Jadi, para anggota duduk berpencar. Lalu, saat di tengah-tengah acara, sorot lampu tertuju pada Tjok sebagai solois. Dia akan mengawali suara. Lalu, dilanjutka­n suara lain sesuai dengan kelas suara. Antara lain, alto, sopran, tenor, dan bas. Kemudian, mereka berkumpul di panggung. ’’Tentunya setiap acara, konsepnya berbeda,” jelas pria 61 tahun tersebut.

Komunitas Tulang Rusuk tampil secara sukarela. Tidak semata- mata untuk mendapatka­n upah, tapi lebih pada mencapai tujuan awal mereka. Yakni, merekatkan hubungan pasutri sekaligus menyebarka­n semangat kepada pendengar. Kalau target tercapai, hati berbunga. Kalaupun diberi upah, itu jadi bonus. (*/c7/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia