Hacker Rusia Coba Retas Tim Macron
Le Pen Mundur dari Kursi Ketua FN
PARIS – Pemilu presiden (Pilpres) Prancis tidak terbebas dari peretasan. Kelompok peneliti keamanan cyber yang berbasis di Jepang, Trend Micro, menyatakan bahwa kandidat presiden Prancis Emmanuel Macron dan tim kampanyenya menjadi target peretas yang terkait dengan Rusia. Kelompok peretas itu bernama Pawn Storm atau dikenal juga dengan nama Fancy Bear. Mereka mencoba mencuri data pribadi Macron dan anggota tim kampanye En Marche!
Pawn Storm menggunakan teknik phishing untuk meretas. Mereka membuat 4 website dengan nama domain yang menyerupai milik tim kampanye Macron. Tujuannya, menjebak staf yang kurang teliti untuk masuk ke web tersebut dan peretas bisa mengetahui password mereka. Selain itu, ada 160 percobaan peretasan yang dilakukan kelompok tersebut.
Adanya usaha peretasan Pawn Storm diakui oleh Manajer Kampanye Digital Macron Mounir Mahjoubi. Pihaknya mendeteksi beberapa kali upaya peretasan sejak Desember tahun lalu. Tetapi, semua tidak berhasil. Tidak ada data penting dari tim Macron yang bisa dicuri. ’’Kami telah membentuk tim keamanan dan setiap angota staf dilatih untuk melaporkan percobaan peretasan,’’ ujar Mahjoubi Senin (24/4).
Kelompok peretas itu juga dituding sebagai dalang peretasan Komite Nasional Demokrat (DNC) pada pemilu presiden Amerika Serikat (AS) tahun lalu. Saat itu tujuan Pawn Storm ialah menjatuhkan kredibilitas Hillary Clinton dan membuat Donald Trump terpilih. Metode serupa, tampaknya, bakal digunakan untuk Macron.
Lawan Macron pada pilpres ge- lombang kedua 7 Mei mendatang, yaitu Marine Le Pen, memiliki kedekatan dengan Rusia. Sebelum pemungutan suara tahap pertama, Le Pen berkunjung ke Moskow dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Rusia tentu saja menampik tudingan terlibat peretasan pemilu Prancis. ’’Itu menyerupai tuduhan yang dibuat oleh Washington yang hingga saat ini tidak jelas,’’ ujar Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Sementara itu, pada hari yang sama, Le Pen menyatakan mundur sementara dari partainya, National Front ( FN). Le Pen tidak mundur selamanya, hanya sementara sampai pertarungan dengan Macron usai. Langkah itu diambil agar dia bisa meraup lebih banyak suara di luar orangorang yang selama ini mendukung partainya.
Saat diwawancarai, Le Pen menegaskan bahwa seorang presiden harus mempersatukan seluruh Prancis, tidak hanya membawa kepentingan kelompok tertentu. Karena itu, dia melepaskan jabatannya. ’’Jadi, malam ini saya bukan lagi presiden National Front. Saya adalah kandidat presiden Prancis,’’ tegas Le Pen saat diwawancarai French TV.
Dalam putaran pertama Minggu (23/4), politikus 48 itu meraup 7,6 juta suara. Itu suara terbesar yang pernah diraih kandidat presiden dari FN. Jumlah tersebut lebih banyak 2,8 juta suara jika dibandingkan dengan yang didapat ayahnya, Jean-Marie Le Pen, pada Pemilu Prancis 2002.
Meski begitu, Le Pen tetap mendapat kritik dari ayahnya yang merupakan pendiri FN. Menurut Jean-Marie Le Pen, putrinya seharusnya lebih agresif saat berkampanye sebelum putaran pertama. Sama dengan yang dilakukan Donald Trump saat kampanye pilpres AS. ’’Saya pikir kampanyenya terlalu santai,’’ ujar Jean-Marie Le Pen. (AFP/ Reuters/CNN/sha/c4/any)