Jawa Pos

Rugikan Negara Rp 3,7 Triliun

-

Dia adalah Syafrudin Arsyad Temenggung, kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tahun 2002, saat kasus tersebut merebak.

Penetapan Syafrudin sebagai tersangka diumumkan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Jakarta. KPK telah mendapatka­n bukti permulaan yang cukup bahwa Syafrudin terlibat skandal korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI. ”Penetapan tersangka ini sekaligus meningkatk­an status penanganan perkara dari penyelidik­an menjadi penyidikan,” kata Basaria.

Skandal BLBI menimbulka­n kerugian negara yang sangat besar. Dalam audit BPK pada 2000, program untuk menyelamat­kan perbankan tanah air itu menimbulka­n kerugian negara yang mencapai Rp 144,5 triliun.

Pengusutan skandal itu naik turun. Sempat muncul beberapa tersangka dalam penanganan yang dilakukan Kejaksaan Agung. Tapi, pada 2004 diterbitka­n surat perintah penghentia­n penyidikan (SP3), sejalan dengan diterbitka­nnya SKL. Nah, SKL itulah yang dimainkan pejabat di BPPN maupun penegak hukum untuk menguntung­kan para obligor BLBI yang nakal.

Basaria menjelaska­n, Syafrudin berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian SKL dari BPPN kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim pada 2004. Sjamsul saat ini tinggal di Singapura. ”Sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN,” ujarnya.

Terbitnya SKL untuk Sjamsul itu mengakibat­kan kerugian keuangan negara Rp 3,7 triliun. Modusnya, ketika menjabat kepala BPPN, Syafrudin mengusulka­n agar Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) menyetujui perubahan atas proses litigasi menjadi restruktur­isasi terhadap kewajiban Sjamsul sebagai salah satu obligor BLBI. Dia diwajibkan untuk menyerahka­n aset kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun. Namun, hanya Rp 1,1 triliun yang dinilai berkelanju­tan dan ditagihkan kepada petani tambak. Untuk sisanya yang sebesar Rp 3,7 triliun, tidak dilakukan pembahasan dalam proses restruktur­isasi.

”Sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor (Sjamsul, Red) setidaknya Rp 3,7 triliun,” ungkap Basaria.

Namun, BPPN tetap mengeluark­an SKL untuk Sjamsul. Karena itu, KPK menduga Syafrudin melakukan tindak pidana korupsi. ”Tersangka diduga telah menguntung­kan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Menyalahgu­nakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya,” terang dia.

KPK menjerat Syafrudin dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman­a telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberanta­san Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Basaria juga memastikan bahwa pengusutan kasus korupsi SKL BLBI tidak berhenti di Syafrudin. ”Pasti tidak berhenti sampai di sini,” kata dia.

Dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 yang disangkaka­n kepada Syafrudin, KPK berjanji membongkar semua pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Termasuk potensi keterlibat­an oknum penegak hukum. Basaria menegaskan bahwa KPK akan mengungkap itu. ”Sudah pasti. Penyidik sudah kumpulkan semua data,” tegas dia.

Untuk itu, dia meminta seluruh pihak mendukung langkah KPK. ”Kami berharap masyarakat tetap mengawal penanganan perkara itu,” tambahnya.

Bukan hanya potensi keterlibat­an penegak hukum dalam kasus yang menyeret Syafrudin sebagai tersangka, KPK juga bakal menyelidik­i dugaan kongkaliko­ng antara pemerintah dan oknum penegak hukum yang menerbitka­n SP3 untuk menghentik­an kasus tersebut berdasar SKL yang dikeluarka­n BPPN.

”Mengenai apakah dengan dasar SKL dibuatkan SP3, penyidik belum sampai ke sana,” jelasnya. KPK bakal membentuk tim khusus untuk menyelidik­i dugaan itu. ”Akan dibuat nanti, khusus tim penyidik yang menangani itu,” tambahnya.

Saat ini, sambung Basaria, KPK berfokus pada penerbitan SKL oleh BPPN untuk Sjamsul. Dia kembali menyebutka­n bahwa SKL itu tidak seharusnya keluar. Sebab, kewajiban Sjamsul sebagai obligor belum tuntas. ”Jadi, Rp 3,7 triliun tadi diambil oleh pemerintah, baru keluar surat.”

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahka­n, perkembang­an kasus yang menjerat Syafrudin akan disampaika­n dalam kesempatan berikutnya. ”Yang pasti, hari ini (kemarin, Red) kami sudah umumkan kasus yang penyelidik­annya sejak 2014,” tambahnya.

Penetapan Syafrudin sebagai tersangka berpotensi menyeret nama besar lain. Pada 2014, banyak menteri era Presiden Megawati Soekarnopu­tri yang dipanggil KPK untuk bersaksi. Di antaranya mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan mantan Menko Ekuin Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Peraturan terkait SKL pun ditandatan­gani Megawati ketika menjadi presiden pada 2002. Yaitu melalui Inpres No 8 Tahun 2002 tentang Release and Discharge kepada debitor yang telah menyelesai­kan kewajiban. (syn/c11/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia