KAMMI Bakal Gelar Aksi Masif di Daerah
Presiden Jokowi juga didesak untuk mencopot Jaksa Agung M. Prasetyo karena kinerjanya buruk.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum Faisal menuturkan, dalam pasal 37 UU No 16/2004 tentang Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasar hukum dan hati nurani.
’’Namun, dalam penuntutan sidang Ahok, dengan jelas terlihat JPU tidak independen, tidak berdasarkan hukum dan hati nurani,’’ tuturnya.
Independensi JPU dipertanyakan karena tuntutan terhadap Ahok begitu ringan. Bahkan, JPU keliru dalam membuat dakwaan dan tuntutan. Sebab, dalam dakwaan itu, pasal yang digunakan adalah pasal 156 dan 156a KUHP. Namun, pada tuntutan, JPU justru hanya memilih menuntut dengan pasal 156. ’’Padahal, seharusnya yang menentukan penggunaan pasal itu adalah hakim,’’ terangnya.
Sesuai dengan pasal 14 KUHP, hakimlah yang berwenang menentukan pidana percobaan. Bukan JPU yang menentukan penggunaan pidana percobaan. ’’Jadi, JPU ini sudah seakan-akan mengambil kewenangan hakim,’’ tegasnya.
Menurut dia, saat ini masalahnya bukan pada Ahok, tapi pada JPU yang menunjukkan keganjilan. Karena itu, Jaksa Agung M. Prasetyo harus bertanggung jawab dan menjelaskan keputusan JPU tersebut. ’’Kami akan desak Komjak untuk membuat rekomendasi agar presiden dan DPR memanggil jaksa agung,’’ tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum PB KAMMI Nurokhman menyatakan bahwa sejak awal JPU kasus Ahok sangat tidak profesional. Hal itu dimulai dari pembacaan tuntutan pada kasus dugaan penistaan yang dipaksakan untuk ditunda oleh JPU dengan alasan tuntutan belum selesai diketik. ’’Alasan yang sangat dibuat-buat,’’ ungkapnya.
Selain itu, ringannya tuntutan juga menunjukkan ketidakadilan. Ahok dituntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Tuntutan itu sangat ringan bila dibandingkan dengan kasus penistaan agama yang lain. Misal- nya, Arswendo yang divonis 5 tahun, Lia Eden (2 tahun 6 bulan), dan Haji Ali Murtadho (2 tahun). ’’Kami akan beraksi secara masif di semua daerah. Penggalangan tanda tangan dilakukan dengan tuntutan mencopot jaksa agung,’’ paparnya.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable (IRL) Erwin Natosmal Oemar menuturkan, dalam kasus Ahok, JPU menunjukkan keraguannya pada tuntutan yang mereka buat. Bila ragu, seharusnya sejak awal kasus tersebut tidak dibawa ke proses hukum. ’’JPU sangat underperform dalam kasus ini,’’ tuturnya.
Sebenarnya keganjilan dalam penanganan kasus oleh Kejagung juga terjadi pada sejumlah kasus korupsi. Salah satunya kasus suap dana bansos mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho serta kasus suap PT Brantas. ’’Dalam kasus suap dana bansos, nama jaksa agung disebut walau akhirnya hanya Rio Capella yang terjerat,’’ ungkapnya. Pleidoi Ahok Terinspirasi Finding Nemo Sementara itu, Ahok kemarin menjalani sidang pembacaan pledoi. Tetap melayani walau difitnah. Itulah judul pleidoi (pembelaan) Ahok.
Ahok mengibaratkan dirinya seekor ikan yang melawan arus karena kasus yang dialaminya sekarang. Seperti kisah Nemo dalam film Finding Nemo. Meski ikan kecil, Nemo mampu menyelamatkan banyak ikan lain yang terperangkap jaring karena berani melawan arus.
’’Dalam film itu, ayah Nemo yang terperangkap di dalam jaring tidak membolehkan Nemo menyelamatkannya, tapi di situ kecerdikan Nemo yang meminta seluruh ikan untuk berenang ke bawah, hingga akhirnya seluruh ikan terselamatkan,’’ katanya.
Ahok bersikukuh tidak bersalah. Dia mengklaim jaksa penuntut umum mendukung pendapatnya. ’’Berdasar uraian di atas, saya terbukti tidak melakukan penistaan terhadap agama,’’ ujar gubernur DKI Jakarta itu.
Sementara itu, jaksa penuntut umum bersikukuh pada tuntutan penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun. Hakim menjadwalkan sidang kembali digelar pada 9 Mei dengan agenda pembacaan vonis. (idr/ bry/c5/ c17/ang)