Jawa Pos

Bertengkar dengan Pasangan Tidak Selalu Buruk

Menjelang hari pernikahan, rasa panik kerap melanda. Persiapan acara yang menguras pikiran dan emosi tidak jarang membuat tensi meninggi. siapkan jurus antipanik menyiapkan pernikahan.

-

Wait,

PERNIKAHAN bukan sekadar hari H upacara ikat janji secara agama dan hukum, lalu dilanjutka­n pesta resepsi. Yang jauh lebih penting adalah kesiapan mental menjalani kehidupan setelah pernikahan. Panduannya diulas lengkap dalam buku Anti Panik Mempersiap­kan Pernikahan karya TigaGenera­si. Itulah buku kedua rumah konsultasi dan pusat informasi keluarga tersebut setelah Anti Panik Mengasuh Bayi 0–3 Tahun.

Saskhya Aulia Prima MPsi, psikolog TigaGenera­si, mengungkap­kan, berdasar data yang terkumpul, kecenderun­gan yang kerap dipusingka­n calon mempelai adalah hari H pesta. ’’Padahal, sebelum sampai ke sana, kesiapan mental yang utama. Nanti, setelah menikah, ada perubahanp­erubahan yang dialami,’’ ujarnya.

Sebelum masuk ke sisi teknis seperti gedung, undangan, konsep acara, katering, gaun, dan lainnya, kenalilah pasangan. ’’Emosinya seperti apa, bagaimana dia meng- handle konflik, dan bahasa cintanya seperti apa,’’ paparnya.

Tidak bisa dimungkiri, soal teknis memang menguras pikiran, waktu, tenaga, dan biaya. Sangat wajar bila calon mempelai lebih sensitif, cemas, dan mudah tersinggun­g. Membahas warna bunga dekorasi antara biru dan biru muda saja bisa menyulut pertengkar­an. Terlebih harus menyatukan banyak kepala. Bukan hanya pasangan yang bakal menikah, tetapi juga keluarga besar kedua belah pihak. Alangkah indahnya jika masa persiapan pernikahan itu bisa dijalani dengan rileks dan fun.

Nah, bagaimana untuk menurunkan tensi dan meminimalk­an konflik? Pertama, tutur Saskhya, harus satu tim dengan pasangan. Saling menjadi alarm. ’’Bila salah satu sampai di titik lelah, ambil satu waktu untuk quality time, take a break dari segala persiapan teknis,’’ tuturnya.

Psikolog lulusan Universita­s Indonesia (UI) tersebut menyaranka­n untuk melihat kembali hal yang menjadi topik perdebatan. ’’Ada hal krusial yang perlu banget untuk fight. Itu pun cara menyampaik­annya harus diatur. Namun, ada yang tidak urgen untuk diperdebat­kan, jadi ambil titik tengah yang menyamanka­n semua pihak,’’ katanya.

Buku yang diluncurka­n pada Kamis (13/4) di Taman Kajoe, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tersebut disusun 16 penulis dari beragam latar. Selain psikolog, ada

dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter kulit, serta banyak lainnya.

Pembuatan buku memakan waktu sekitar tiga bulan, sejak Desember 2016 hingga Februari lalu. Kebetulan, Saskhya dan Fathya Artha yang juga psikolog TigaGenera­si ketika menyusun buku itu sedang menyiapkan pernikahan.

Founder TigaGenera­si Ui Birowo menambahka­n berdasar pengalaman­nya saat menjelang pernikahan dengan aktor Indra Birowo. ’’Biar nggak panik, harus punya knowledge yang cukup. Sebab, pernikahan itu kan memulai hidup baru, harus komunikasi sama pasangan,’’ papar Ui yang kini sudah dikaruniai dua putra.

Konflik tidak selamanya buruk. Justru bagus untuk lebih mengenal satu sama lain dan memahami cara untuk mencari solusinya. Dari sisi kesiapan fisik, ada bahasan dari dokter spesialis kandungan. Ada pula dokter spesialis kulit yang memberikan panduan agar tampil cerah pada hari H dan dari sisi gizi agar tetap fit dan ideal. Financial planner berbicara tentang pengaturan keuangan pasangan hingga notaris yang mengulas prenuptial agreement atau perjanjian pranikah. ’’Buku ini bisa dibaca siapa saja, calon mempelai perempuan atau pria. Yang sudah menikah pun juga bisa,’’ tandasnya. (nor/c14/ayi)

 ??  ?? financial planner, wedding organizer, party decor,
financial planner, wedding organizer, party decor,

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia