Pemkot-DPRD Belum Klop
Soal Tunggakan Pajak PDPS yang Dibebankan ke Pedagang
SURABAYA – Kasus tunggakan pajak Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS) sebesar Rp 8 miliar masih menjadi polemik. Pemkot tetap merasa bahwa kewajiban yang berujung pada pembekuan rekening PDPS itu bukan tanggung jawab mereka.
Pernyataan tersebut disampaikan Wali Kota Tri Rismaharini saat dikonfirmasi setelah membacakan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) di gedung DPRD Surabaya kemarin (25/4). Risma menegaskan, tunggakan yang dialamatkan ke PD Pasar Surya itu sebenarnya pajak yang harus dibayarkan pedagang. ’’Tiga tahun lalu kan sudah pernah terjadi dan pedagang tidak mau bayar. Kami komunikasikan sama pihak ahli bagaimana nantinya,’’ ujarnya.
Yang jelas, kata Risma, saat ini PD Pasar Surya tidak bisa menanggung beban sebesar itu. Apalagi, BUMD tersebut baru melakukan ekspansi besar-besaran dengan membuka lima pasar baru. Pemkot tidak punya anggaran untuk menyuntik keuangan perusahaan pelat merah itu. ’’Ini saja PD Pasar sudah sempat menanggung pajak tersebut. Kalau masih terus dibebankan ke PD Pasar, itu jelas salah. Kan ini pajak perseorangan,’’ ungkap perempuan kelahiran Kediri tersebut.
Di sisi lain, anggota DPRD Surabaya Vinsensius menyanggah pernyataan Risma. Menurut dia, pemkot salah kaprah dalam melihat esensi pajak pertambahan nilai (PPN). Sebab, pajak jenis tersebut sebenarnya hanya diwajibkan kepada pengusaha kriteria tertentu. Salah satu kriterianya adalah pendapatan kotor mencapai Rp 4,8 miliar per tahun.
’’Itu artinya, pengusaha yang punya penghasilan Rp 400 juta per bulan wajib menjadi PKP (pengusaha kena pajak). Kecuali pedagang yang sukarela mendaftar, saya bisa bilang bahwa sebagian besar pedagang tak seharusnya dibebani PPN,’’ ujar pria yang akrab disapa Awey tersebut.
Dia melanjutkan, yang harus menjadi beban adalah pendapatan PD Pasar dalam usahanya menyewakan tempat bagi pedagang. Jika memang perusahaan ingin membebankan pajak ke pedagang, seharusnya PD Pasar sudah menambahkan perhitungan pajak sejak awal kontrak sewa. Karena itu, pernyataan pemkot yang melempar kesalahan kepada para pedagang kecil tidak masuk akal.
Awey mencontohkan pengoperasian PD Pasar dengan perusahaan pengelola mal. Dua perusahaan tersebut sama-sama menyewakan lahan untuk berjualan. Namun, pengelola mal memang memasukkan perhitungan pajak sejak awal ke tarif mereka.
’’Kalau sekarang tiba-tiba dinaikkan dengan bilang bahwa pedagang harus bayar pajak, sudah tentu mereka protes. Saya malah curiga ada yang salah dengan pengelolaan keuangan mereka (PDPS, Red),’’ imbuhnya.
Dia menyarankan PDPS agar bersikap transparan dan membuka pembukuannya kepada publik. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan apakah benar perusahaan pelat merah tersebut tidak menyembunyikan tunggakan pajak hanya untuk memperoleh rapor hijau. ’’Kalau keadaannya seperti ini, dugaannya hanya dua, perusahaannya nakal atau bawas (badan pengawas) dan pemkotnya yang terlalu bodoh sehingga tidak sadar ada tunggakan pajak,’’ jelasnya.
Sementara itu, kemarin jajaran PDPS berniat mendatangi Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Jajaran direksi dan bawas ingin berkoordinasi terkait dengan pembayaran pajak. ’’Seharusnya Dirut ke DJP hari ini, tapi dari pihak DJP masih banyak jadwal sehingga pertemuannya dijadwal ulang besok (hari ini, Red),” jelas Humas PD Pasar Surya Novi Ispirani.
Sebelumnya diberitakan, PDPS tidak melunasi cicilan tunggakan yang disepakati sejak 2016. Namun, pihak PDPS belum mau berkomentar mengenai kelalaian tersebut. Bukti mengangsur yang bisa meringankan mereka juga belum ditunjukkan. ’’Saat ini kami sedang berfokus pada rekrutmen Dirut,” ujar Novi.
Ketika dimintai keterangan, bawas maupun perwakilan PDPS menyatakan bakal menunggu hasil koordinasi dengan DJP. ’’Untuk hal apa yang dikoordinasikan, nanti disampaikan langsung oleh Dirut,” tutur Kepala Bawas PD Pasar Surya Rusli Yusuf ketika ditemui di kantornya kemarin. (bil/deb/c7/oni)
Ini saja PD Pasar sudah sempat menanggung pajak tersebut. Kalau masih terus dibebankan ke PD Pasar, itu jelas salah. Kan ini pajak perseorangan.” Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya