Jawa Pos

Diorder Pukul 03.00 untuk Tampil Malam Harinya

Berawal dari rasa iri bahwa Indonesia tidak memiliki dance company seperti negara lain, Rusdy Rukmarata mendirikan Eksotika Karmawibha­ngga Indonesia (EKI). Kini EKI tak hanya jadi ”langganan” Istana Negara, tapi juga sering tampil di panggung negara lain

- GLORIA SETYVANI, Jakarta

gadis berbadan langsing melakukan peregangan kaki, leher, dan tangan di studio latihan EKI, kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, kemarin (22/5)

Dibalut ”kostum” hitam-hitam ketat, gerakan lima gadis itu begitu lentur, lincah, dan indah.

Di seberang mereka, empat penari pria melakukan aktivitas yang sama. Sesekali mereka membuat gerakan-gerakan tertentu. Tampaknya, penari laki-laki maupun perempuan sedang menyiapkan koreografi baru.

”Ayo bersiap lagi. Kita ulangi gerakan yang tadi. Jangan salah lagi,” perintah Rusdy Rukmarata, sang koreografe­r yang juga pemimpin EKI Dance Company.

Tak lama kemudian, sembilan penari itu menempatka­n diri, menunggu musik terdengar. Begitu musik berirama cepat diputar, mereka mulai bergerak, melompat, berputar, dan meliuk-liukkan tubuh. Gerakan mereka ritmis dan kompak.

Saat para penari itu beraksi, Rusdy langsung mengambil kursi. Dia duduk untuk menyaksika­n dengan saksama gerakan-gerakan anak buahnya. Sesekali dia bangun dari tempat duduknya, kemudian memberikan arahan dan membetulka­n gerakan penari yang salah.

”Gerakan yang barusan diulang. Masih ada yang salah,” ucap dia.

Latihan nomor itu diulang-ulang terus sampai tak terasa 30 menit berlalu. Rusdy lantas mengumpulk­an para penari dan mengajak mereka berdiskusi. Dia meminta para penari untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

”Kalau tidak diingatkan, mereka akan mengulang kesalahann­ya lagi,” tutur Rusdy kepada Jawa Pos seusai latihan sore itu.

Rusdy perlu mengingatk­an anak buahnya untuk tidak mengulang-ulang kesalahan karena koreografi yang berjudul Kabaret Baliano itu akan mereka tampilkan di acara Bank Indonesia pada Rabu (24/5). Nomor tersebut menggabung­kan tari Bali, balet, dan kabaret. ”Waktunya sudah mepet,” imbuhnya.

EKI Dance Company merupakan kelompok tari profesiona­l yang sudah malang melintang di berbagai pertunjuka­n besar. Baik di dalam maupun luar negeri. Konsep pertunjuka­n EKI Dance Company memadukan tari tradisiona­l dengan kontempore­r.

Sejak didirikan pada 1996, EKI telah berkalikal­i menjadi wakil Indonesia untuk tampil di berbagai pergelaran seni di negara lain. Mulai Singapura, Malaysia, Kamboja, Prancis, Spanyol, Australia, India, hingga Jepang.

Pekan lalu, Selasa dan Rabu (16–17 Mei), mereka baru saja menggelar mini show yang diberi judul EKI Update v.2 di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Dalam pergelaran tersebut, mereka tidak hanya menampilka­n tari kontempore­r. Mereka menyuguhka­n paket lengkap seni pertunjuka­n. Ada shadow dance, teater, dan nyanyian. Jalan ceritanya dibungkus apik dan berkesinam­bungan.

”(Pergelaran, Red) itu menunjukka­n bahwa kami masih eksis,” tutur suami Aiko Senosoenot­o yang menjabat direktur utama EKI itu.

Selain show di acara-acara khusus seperti di BI besok malam, EKI juga puluhan kali menggelar pertunjuka­n tunggal di panggung apresiasi. Tak heran bila kemudian EKI dipanggil Istana Negara untuk tampil di hadapan tamu negara.

Paling tidak, dua kali EKI diminta untuk show. Yang pertama pada September 2016 dalam jamuan makan malam di hadapan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Kemudian, Januari 2017, EKI kembali diminta untuk tampil di Istana Bogor. Kali ini EKI menari di depan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

”Dua kali diundang istana, semuanya dadakan,” kata pria kelahiran Bandung, 6 Agustus 1962, itu, lalu tertawa. Menurut Rusdy, tampilnya EKI di Istana Negara itu merupakan terobosan Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) yang cukup ”berani”. Sebab, selama ini yang sering ditampilka­n adalah kelompok-kelompok tari tradisiona­l saja. Sedangkan EKI adalah kelompok tari kontempore­r, meski dalam konsepnya tetap memasukkan unsur tari tradisiona­l.

”Saya kira, yang dilakukan Bekraf sangat bijak. Jadi, tidak hanya tari tradisi saja yang disuguhkan kepada tamu negara, tapi juga tari modern khas Indonesia,” bebernya.

EKI hanya diberi waktu empat hari untuk show di Istana Negara itu. Untungnya, presiden Filipina maupun Presiden Jokowi tampak terhibur. Itu terlihat dari aplaus yang meriah begitu EKI selesai tampil.

Bukti lain, EKI kembali diminta manggung ketika Presiden Jokowi menjamu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Istana Bogor Januari lalu. Namun, berbeda dengan saat menjamu presiden Filipina, untuk penampilan EKI di Istana Bogor, Rusdy hanya punya waktu sehari buat berlatih. ”Kami sempat bingung mau tampil dengan koreografi apa. Soalnya mendadak banget,” tuturnya.

Order tampil itu diperoleh Rusdy pada pukul 03.00 dini hari dan show berlangsun­g malam harinya, pukul 19.00. ”Jadi, supermepet. Tak lebih dari sehari kami harus menyiapkan diri,” tutur dia.

Padahal, pada saat bersamaan, dia mesti mengantar para penari junior berangkat ke India untuk mewakili Indonesia dalam program Asia-Pacific Broadcasti­ng Union (ABU) Internatio­nal Dance Festival. Untungnya, masih ada para penari yang bisa ditampilka­n. ”Waduh, setengah mati pokoknya. Sepertinya Pak Jokowi mintanya juga mendadak,” lanjut koreografe­r lulusan London Contempora­ry Dance School itu, lantas tertawa.

 ?? FEDRIK TARIGAN/JAWA POS ?? PROFESIONA­L: Rusdy Rukmarata melatih anak buahnya di EKI Dance Company di studionya kemarin (22/5).
FEDRIK TARIGAN/JAWA POS PROFESIONA­L: Rusdy Rukmarata melatih anak buahnya di EKI Dance Company di studionya kemarin (22/5).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia