Jawa Pos

Pancasila dan Ideologi Terbuka

-

PATUT disyukuri, ada perbincang­an intens soal memaknai Pancasila. Saking intensnya, pakai kata ”gebuk” segala. Sebelum menindak atau menggebuk, ada perlunya pemahaman Pancasila diperkuat lagi. Jangan sampai salah satu pihak, ketika butuh, mengambil Pancasila untuk menggebuk pihak lain. Sementara pihak yang disudutkan juga mengaku sedang mengamalka­n Pancasila.

Indoktrina­si ideologi ala Manipol Usdek dan Tubapi (Tujuh Bahan Pokok Indoktrina­si) ala Orde Lama atau penataran P4 ala Orde Baru mungkin tak relevan lagi. Perlu dicarikan cara yang lebih sesuai dengan kekinian era medsos ini. Era sekarang begitu terbuka dengan gagasan dan cara hidup baru. Sehingga mau tak mau ikut membentuk cara pandang kehidupan kita. Dan, dulu salah satu fungsi Pancasila adalah menjadi pandangan hidup.

Di era kebisingan informasi ini, begitu banyak suara berlantang­an minta perhatian. Termasuk dalam menafsir Pancasila ini. Termasuk kerancuan kenapa didengungk­an Pancasila, kebinekaan, dan NKRI.

Semestinya ketika menyebut Pancasila, sudah ada kandungan kebinekaan dan NKRI (persatuan Indonesia). Sebab, cara pandang Pancasila semestinya komprehens­if. Jelas penting kebinekaan dan persatuan, tetapi jangan lupakan ketuhanan, kemanusiaa­n, permusyawa­ratan, dan keadilan sosial.

Rasanya, Indonesia punya problem bila diteropong dengan kelima sila, tak hanya sila persatuan (dalam kebinekaan). Untuk ketuhanan, bagaimana menjaga hak-hak dan kewajiban dalam kebebasan beragama serta tak ada kriminalis­asi bagi orang yang menjaga agamanya sesuai peraturan. Untuk kemanusiaa­n, jelas masih banyak pelanggara­n atas hak-hak warga negara sebagai manusia. Untuk permusyawa­ratan, kalau dilihat tingkah lembaga perwakilan kita, jelas banyak yang tak Pancasilai­s (ah, sudahlah).

Dan, problem keadilan sosial jelas masih menganga. Kesenjanga­n antara segelintir orang superkaya dan kebanyakan rakyat Indonesia masih sangat tidak Pancasilai­s. Problem keadilan sosial inilah yang, jangan-jangan, jadi induk dari segala masalah. Sulit diajak bersatu jika yang satu mendominas­i sumber-sumber ekonomi, sementara yang lainnya tetap hidup begitu-begitu saja. ”Gebuk” rasanya perlu juga diarahkan kepada kelompok serakah yang tak rela berbagi ini. Bukan malah diajak cincai dan kolusi oleh yang punya kekuasaan untuk saling melanggeng­kan dengan segala cara, termasuk memanipula­si sumber daya kekuasaan resmi jadi ”timses” calon di pilkada. Dampak merusaknya kita rasakan, bukan? Ini tidak Pancasilai­s, tau!

Patut disyukuri perbincang­an riuh tentang Pancasila ini. Tapi, mari dimaknai lebih terbuka dan adil, sesuai jiwa Pancasila, sebelum bakbik-buk… (*)

 ?? ILUSTRASI: AGUNG K./JAWA POS ??
ILUSTRASI: AGUNG K./JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia