Komposisi DKPP Kurang Keterwakilan Perempuan
JAKARTA – Nama-nama calon anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari perwakilan pemerintah maupun DPR sudah diajukan. Namun, tidak ada perwakilan perempuan di dalamnya.
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Adelline Syahda menganggap hal tersebut sebagai catatan merah. ”Ini seperti mengonfirmasi tidak adanya keberpihakan terhadap perempuan,” ujarnya kemarin (2/6).
Adel (sapaan Adelline) menambahkan, keterwakilan perempuan di setiap penyelenggara pemilu cukup krusial. Khususnya untuk memberikan jaminan terhadap kebijakan yang properempuan maupun kelompok yang selama ini termarginalkan.
Karena itu, Adel mendesak pemerintah maupun DPR bisa mengoreksi hal tersebut. Menurut dia, komposisi anggota DKPP perwakilan pemerintah periode sebelumnya cukup ideal. Dari lima nama, dua di antaranya adalah perempuan, yakni Valina Singka Subekti dan Anna Erliyana. ”Artinya, terdapat 40 persen keterwakilan perempuan di dalamnya,” imbuh Adel.
Dengan kondisi hari ini, tidak adanya nama perempuan dalam usul pemerintah dan DPR, Adel menilai telah terjadi kemunduran dalam demokrasi. ”Kami mendesak kepada DPR dan pemerintah untuk menghadirkan nama-nama perempuan,” tegasnya.
Seperti sebelumnya, DKPP periode 2017–2022 terdiri atas tujuh orang. Dua di antaranya adalah ex officio dari KPU dan Bawaslu. Satu-satunya anggota perempuan hanya ada dari ex officio, yakni Ratna Dewi Pettalolo sebagai perwakilan komisioner Bawaslu. Sedangkan anggota dari KPU juga laki-laki, yakni Komisioner KPU Hasyim Asy’ari.
Tiga nama yang diusulkan DPR adalah mantan Ketua Bawaslu Muhammad, akademisi Universitas Kristen Satya Wacana Teguh Prasetyo, dan peneliti LIPI Alfitra Salam. Sedangkan usul pemerintah adalah mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Yuswandi Temenggung dan akademisi Universitas Indonesia Topo Santoso. (far/c9/fat)