Keki Berakting ”Melawan” Green Screen
MEI lalu, Satria Heroes Revenge of Darkness dirilis. Film tersebut merupakan adaptasi layar lebar pertama serial Bima Satria Garuda. Itu sekaligus menjadi proyek film perdana buat Fernando Surya. Lantaran bekerja sama dengan studio dan rumah produksi Jepang, Ishimori Productions, hampir 90 persen penggarapan dan pascaproduksi dilaksanakan di Negeri Sakura tersebut.
”Kami di Jepang sekitar tiga minggu. Di sana kebetulan lagi transisi musim gugur ke dingin,” kisah Nando. Menurut dia, syuting di tanah air dan Jepang sangat beda. Waktu kerja lebih padat, tetapi efisien. Setiap hari para cast dan tim bekerja mulai pukul 07.00 hingga pukul 17.00. Sisanya digunakan untuk beristirahat.
Meski demikian, bukan berarti syuting berlangsung tanpa masalah. Selain kendala bahasa, mereka sempat bermasalah dengan suhu di lokasi syuting. Di Miyagi, salah satu lokasi syuting film tersebut, suhunya turun hingga sekitar 2–3 derajat Celsius. ”Dingin banget dan saya cuma pakai kemeja. Di beberapa scene kelihatan kok, saya gemeletukan,” kata Nando, lantas tertawa.
Syuting di serial dan film tokusatsu juga sukses membuatnya merasa keki di hadapan kru. Karena mengandalkan teknologi CGI dan efek visual, para cast kerap beraksi dengan latar belakang green screen maupun lapangan kosong. Meski demikian, Nando tetap dituntut berakting sungguh-sungguh. Dia sering menahan tawa.
Lantaran karakter yang dia bawakan, dia kerap mendapat scene melengkungkan jari tangan dan mengangkat tangan ke depan tubuh. Mirip harimau. ”Pas syuting dan lihat hasil jadinya, sering banget kepikir, ih mirip kucing. Nggak ada sangarnya,” ucapnya. Namun, pikiran itu berakhir ketika Nando melihat hasil akhirnya. ”Lumayanlah. Ternyata, saya keren juga,” imbuh Nando, lantas tertawa. (fam/c6/na)