Rekaman di Gudang, Disebar ke Grup Medsos
Para relawan difabel yang tergabung dalam lembaga Aura Lentera membuat terobosan, khususnya penyandang tunanetra. Hampir setiap pagi mereka memindahkan informasi yang mereka baca dari surat kabar ke dalam bentuk audio.
RUMAH kontrakan di Blok O Nomor 5, Perumahan Puri Brawijaya, terlihat lengang sore itu. Dua penghuni rumah, Nurhadi Windoyo, 33, dan Indah Catur Cahyaningtyas, 36, sedang bersantai.
Indah leyeh-leyeh di lantai, sedangkan suaminya, Windoyo, duduk di kursi sembari jemarinya memainkan keyboard komputer.Windoyo agak sedikit sibuk karena harus mengolah suara rekaman ke bentuk audio.
Untuk menggarap rekaman itu, Windoyo memiliki studio mini. Jangan bayangkan studionya penuh perangkat lengkap audio. Studio itu berada di kamar berukuran 3 x 4 meter yang menjadi satu dengan gudang.
’’Maaf, tempatnya agak amburadul. Di sinilah kami merekam suara berupa buku cerita maupun koran untuk diubah menjadi koran audio,’’ ucap Indah.
Pasangan suami istri itu terlihat kompak. Meski sang suami menyandang tunanetra, Indah sangat sayang.
Dialah yang membantu tugas-tugas keseharian suami di dalam studio tersebut. Indah membacakan cerita, sedangkan Windoyo merekamnya.
’’ Yang kami lakukan semata untuk teman-teman penyandang disabilitas, khususnya tunanetra. Tidak ada pamrih lain kecuali untuk eksistensi tunanetra,’’ imbuh Indah yang juga aktif di berbagai kegiatan sosial maupun literasi.
Menurut dia, sebagian besar orang berpikir bahwa para difabel tak tertarik pada dunia informasi dan berita. Karena itu, informasi yang disampaikan media selama ini sering kurang begitu berpihak kepada para difabel, terutama penyandang tunanetra.
Padahal, meski tak bisa melihat, mereka sangat membutuhkan informasi terbaru seputar kehidupan di sekeliling mereka. Hal itulah yang kemudian membuat Windoyo dan Indah berpikir untuk menciptakan sebuah media informasi yang bisa dinikmati dan mudah diakses para penyandang tunanetra. Berbekal harian Jawa Pos Radar
Banyuwangi ( JP-RaBa) yang terbit setiap hari, Indah membuat rekaman dari berita yang dibacanya. Rekaman itu kemudian diberikan kepada suaminya untuk diedit suaranya agar lebih mudah diterima di telinga para difabel.
Setelah rekaman dianggap cukup layak, barulah format berita koran audio itu disebarkan Windoyo ke grup dan kontak media sosial (medsos) WhatsApp penyandang tunanetra. Dari situlah berita tersebut dinikmati dan didengarkan penyandang tunanetra di Banyuwangi.
’’Kami punya grup WhatsApp sendiri. Di antara 200-an penyandang tunanetra, memang baru ada 30 orang yang bisa menggunakan WhatsApp. Lainnya belum belajar. Tapi, mereka kadang ikut mendengarkan,’’ terang Windoyo yang akrab disapa Mas Win.
Sebelum ide membuat koran audio itu dilaksanakan, Indah menceritakan, sebenarnya sudah lama kebutuhan akan informasi dirasakan para penyandang tunanetra. Terutama saat suaminya masih menjabat ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) sekitar 10 tahun lalu. Dia pun sempat membuat radio kamar yang bisa menjangkau seluruh ruangan asrama milik YKPTI.
Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Sebab, pengurus asrama tidak merespons ide tersebut. Begitu juga radio khusus penyandang difabel yang diberi nama Radio Teratai. (*/aif/c5/diq)