Pertahankan Pemilahan Sampah Manual
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bumi Lestari termasuk produktif. Pemilahan sampahnya tidak menggunakan mesin. Itulah yang membuat residu sampahnya bisa kurang dari 50 persen.
BERTEMPAT di tanah kas desa (TKD) Keboansikep, Gedangan, TPST Bumi Lestari beroperasi sejak 2008. Sarana tersebut terbilang pionir di Sidoarjo, selain Janti. Sejak awal dikembangkan, TPST itu memiliki 17 petugas. Di sini kompak se- mua. Nggak pilihpilih kerjaan. Semua jadi penggeledek, semua juga memilah,’’ ujar Subadrio, salah seorang petugas TPST.
Kondisi TPST Bumi Lestari tidak seperti lainnya. Gunungan sampahnya tidak terlihat langsung saat memasuki gerbang. Di sana justru terdapat taman dan tembok berwarna-warni di bagian terasnya. Di sana juga ada beberapa kamar mandi dan musala. Tempat pengolahan sampah berada di belakang tembok tersebut. Sarana itu bersih dan hijau. Di sekeliling TPST terdapat area bisnis, perumahan, dan SDN 2 Keboansikep. Karena itu, di sini harus bersih,’’ lanjutnya.
Kemarin siang (2/6), tepatnya selepas salat Jumat, para petugas TPST Bumi Lestari bergotong royong menaikkan sampah ke truk dinas lingkungan hidup dan kebersihan (DLHK). Sampah tersebut merupakan residu yang sudah tidak dapat diolah.
Pendamping TPST Bumi Lestari sekaligus tim sosialisasi DLHK Marjati menyatakan, tanpa ada mekanisme, pembagian kerja jadi ketentuan sejak awal pembentukan TPST. Paling solid sih menurutku tim pemilah sini. Semua dikerjakan bareng-bareng,’’ katanya sembari mengontrol pemilahan sampah.
Pemilahan secara manual yang mereka lakukan memang membutuhkan banyak tenaga, tetapi hasilnya lebih maksimal,’’ tambahnya.
TPST yang menangani sampah dari 6.500 KK itu dinaungi kelom- pok swadaya masyarakat (KSM) Desa Keboansikep pimpinan Suwadi Alimin. Setiap pagi seluruh petugas mengambil sampah di RW masing-masing. Totalnya hingga 80 kuintal sampah per hari. Setelah itu, mereka memilahnya secara teliti bersama-sama. Mereka juga bahu-membahu menaikkan sampah residu yang hanya tersisa maksimal 30 kuintal.
Petugas lainnya, Muklas, menjelaskan bahwa mereka memang mendapat insentif dari iuran warga. Namun, sampah hasil pilahan juga bisa menjadi tambahan pemasukan bagi mereka. Dalam seminggu, setiap orang rata-rata mengumpulkan uang hingga Rp 250 ribu dari penjualan sampah kering yang bisa didaur ulang.
Kresek sama kardus paling banyak,’’ katanya. (via/c15/ai)