Jawa Pos

Bisa Perampokan, Bisa Pula Dendam

-

Tetapi, tidak ada orang yang keluar.

Nalurinya pun makin kuat saat ada burung gagak hitam yang mengitari rumah itu. Kejadian tersebut berlangsun­g pukul 18.00–18.30. ’’Burungnya mutermuter di atas atap. Langsung saja saya lapor ke komandan saya,’’ jelas pria asli Jember itu.

Sang komandan langsung menghubung­i Elsye Agustiana, pemilik rumah, yang memang tidak berdiam di situ. Rumah di Kupang Indah tersebut hanya ditinggali pembantu.

Ketika Elsye datang, Mudrik dan atasannya langsung masuk. Gembok pagar tidak rusak. Tidak ada tanda-tanda kekerasan. Pintu rumah yang menghubung­kan ke garasi terbuka. Terbukanya tidak lebar, tetapi cukup untuk satu orang masuk.

Bau menyengat langsung menyambut. Bacin. Komandan Mudrik yang tidak kuat pun memutuskan tak meneruskan perjalanan tersebut. ’’Komandan saya langsung balik kanan padahal masih belum masuk rumah itu,’’ ucapnya.

Pintu yang dibuka Mudrik menembus ke garasi. Jika diteruskan, garasi tersebut mengarah ke dapur rumah itu. Nah, di situlah, Mudrik dan sang pemilik rumah dibuat lebih tercengang lagi. ’’Di dapur tersebut banyak sekali darahnya. Saya nggak berani terus buat lihat mayatnya. Takut ada apa-apa,” ujar Mudrik.

Mereka pun melapor kepada polisi yang akhirnya datang dan melakukan olah TKP pada pukul 18.00. Cari Bukti Dua Motif Mayat yang ditemukan oleh polisi itu adalah Busani. Perempuan kelahiran 1969 tersebut adalah pekerja rumah tangga (PRT) di rumah Elsye Agustiana. Mayat Busani ditemukan di bagian belakang rumah. Tepatnya, di samping kamar tempatnya beristirah­at.

Namun, darahnya sudah ditemukan di areal dapur di dekat garasi. Darah itu menciptaka­n efek seretan sepanjang 5 meter. Dugaannya, Busani meninggal di daerah dapur. Pelaku lantas menyeret mayat tersebut ke bagian dalam rumah.

Polisi juga menemukan adanya usaha menghilang­kan jejak darah di areal dapur. Selain itu, ditemukan sabit dan gagangnya sekitar 3 meter dari mayat. Busani pasti adalah korban pembunuhan. ’’Kami memang mencurigai dua motif sampai saat ini,’’ ujar Kasatreskr­im Polrestabe­s Surabaya AKBP Shinto Silitonga.

Motif pertama adalah perampokan. Itu terjadi pada 1 April saat Tasri, pembantu rumah tangga di kawasan Puncak Permai, tewas. Pembunuhny­a ialah Vian Ahmad Fauzi. Tasri meninggal lantaran memergoki Vian yang akan membobol rumah.

Nah, bisa jadi, kejadianny­a serupa dengan meninggaln­ya Busani. ’’Hal tersebut didukung dengan hilangnya handphone dan perhiasan milik Busani,” ungkap Shinto.

Motif kedua polisi mengarah ke dendam. Hal itu didukung dengan banyaknya luka tusukan yang diderita Busani. ’’Kalau dendam, luka tusukan yang diderita oleh korban akan semakin banyak. Biasanya, pelaku masih dikendalik­an emosi,” jelas Shinto. Dua kemungkina­n itulah yang akan didalami polisi.

Soal motif dendam tersebut, banyak fakta yang mendukung. Misalnya, gembok pagar rumah yang masih terkunci dari dalam. Artinya, sang pembobol mempunyai kunci untuk membuka pagar.

Pos keamanan juga berada persis di depan rumah. Jika ada orang asing yang masuk, sekuriti pasti tahu. Padahal, Mudrik menyatakan tidak meninggalk­an posnya sebelum malam.

Diduga, pelaku beraksi pada siang hari. Sebab, saat malam, empat pintu masuk ke perumahan itu langsung dinonaktif­kan. Perumahan tersebut langsung menjadi one gate system saat pukul 22.00

Di dekat perumahan tersebut juga terdapat permukiman padat penduduk. Yakni, Ngesong dan Putat Gede. Apakah pelaku berasal dari kawasan itu? Belum ada bukti. Tidak ada akses dari kawasan perkampung­an menuju perumahan itu. ’’Memang tidak ada akses yang menghubung­kan perumahan tempat kejadian dengan perumahan sebelah. Ini tidak seperti kasus sebelumnya (terbunuhny­a Tasri, Red),” jelas polisi asal Medan tersebut.

Tidak seperti kasus Tasri, Shinto tidak menemukan satu pun CCTV (closed circuit television) di rumah korban meskipun di pintu gerbang utama terdapat satu CCTV yang dipasang. Tewas karena Vena Putus Kepala Departemen Forensik dan Medikolega­l RSUD dr Soetomo dr Edy Suyanto SpF SH MH menyatakan, ada 47 luka sayatan senjata tajam yang bersarang di tubuh Busani. Sebanyak 25 luka menembus tengkorak. ” Yang paling mencolok adalah luka yang menembus mata kanan,” ungkapnya.

Selain itu, tiga tulang leher korban ditemukan dalam keadaan patah. Kematian Busani disebabkan luka di bagian leher kiri yang memotong pembuluh darah vena. ”Lukanya melintang tembus hingga ke tulang belakang. Itu membuat subjek kehilangan nyawa,” jelas pria berusia 57 tahun itu.

Area luka akibat senjata tajam itu memang banyak ditemukan di tubuh bagian atas. Tepatnya di area kepala, leher, hingga separo dada bagian atas. Titik luka lainnya menyebar di bagian lengan korban.

Ketika melakukan olah TKP, polisi mengeluark­an pendapat yang senada dengan Edy. ”Ada juga luka di lengan kiri bagian atas dan telapak tangan kanan,” kata Kapolsek Dukuh Pakis Kompol Ari Trestiawan ketika berada di lokasi penemuan mayat.

Elsye Agustiana, sang pemilik rumah, mengenang Busani sebagai sosok yang setia dan pintar mengatur keuangan. ”Uang gaji nggak dia ambil beberapa bulan. Lalu, minta ditukar dengan kalung emas, saya yang belikan,” ujarnya.

Elsye terakhir bertemu dengan Busani pada 22 Mei. Sebab, sehari- hari Elsye tinggal di kawa san Wisata Bukit Mas. Sekitar 3 kilometer dari rumah keduanya itu.

”Dia nggak cerita kalau sedang ada masalah. Terakhir malah dia ceria habis minum jamu,” kata perempuan berusia 56 tahun tersebut. Saat bertemu Busani waktu itu (22/5), dia menitipkan sejumlah uang dan barang untuk keperluan perawatan rumah. ”Saya kasih dia Rp 300 ribu untuk jajan. Kalau sembako dan lainnya sudah saya lengkapi semua,” ungkapnya.

Dengan kasus itu, pekerjaan rumah Satreskrim Polrestabe­s Surabaya bertambah. Padahal sebelumnya, ada beberapa kasus yang masih menjadi misteri. Semoga janji polisi untuk menyelesai­kan kasus-kasus yang ada di Surabaya bisa cepat terpenuhi. (mir/bin/c6/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia