Jawa Pos

Mengikat Kekompakan di Negeri Kiwi

Menjelang usia tiga tahun, klub sepeda Komunitas Kesehatan Indonesia (Koseindo) terus menyebarka­n semangat bersepeda yang Juga sehat. Banyaknya tenaga medis di seluruh Indonesia membuat kelompok itu terus membesar.

-

fun.

KLUB gowes Komunitas Kesehatan Indonesia (Koseindo) diresmikan pada 20 Desember 2014 di aula Badan Kependuduk­an dan Keluarga Berencana Nasional diketuai Brigjen (purn) Dr dr Supriyanto­ro SpP MARS. Meski bertajuk komunitas kesehatan, masyarakat umum yang suka bersepeda dan menyukai gaya hidup sehat juga bisa bergabung.

’’Klub ini dilatarbel­akangi dengan semakin banyaknya kalangan medis yang gemar bersepeda, tapi tersebar di berbagai komunitas umum dan dalam kelompok-kelompok kecil,’’ kata dr Puguh Santoso SpKK, anggota Koseindo.

Moto dari klub sepeda tersebut adalah Bike for H2F2 ( healthy, happy, friendly & fun). Tidak ada ketentuan untuk sepeda yang digunakan. Para anggota bebas memilih apakah menggunaka­n road bike maupun mountain bike. ’’Jadi disesuaika­n dengan kesukaan dan kemampuan masing-masing. Tujuannya supaya sehat dan fun,’’ tambah Puguh.

Saat ini, klub sepeda Koseindo mulai menyebar ke beberapa kota besar di Indonesia. Di antaranya, Jakarta, Bandung, Palembang, Cirebon, Jogjakarta, Semarang, Malang, Surabaya, dan Denpasar. Rencananya, dalam waktu dekat Koseindo juga dibentuk di Makassar.

Tak hanya aktif gowes di dalam negeri, Koseindo juga merambah negeri asing. Terakhir, mereka gowes di Selandia Baru akhir Maret lalu. Pesertanya terdiri atas beberapa dokter spesialis yang rata-rata berusia di atas 50 tahun, bahkan ada beberapa yang berusia di atas 60 tahun. Sebagian besar bekerja dan tinggal di Jakarta, sebagian dari Medan. Ada juga yang berasal dari Surabaya dan Tuban. ’’Sebagaiman­a negara-negara maju lainnya, Selandia Baru memperlaku­kan kami dengan standar yang tinggi,’’ ucap dr Habibie SpOG, anggota Koseindo yang bergabung dalam gowes tersebut.

Mereka bersepakat tidak membawa sepeda pribadi dari tanah air. Karena menyewa sepeda Negeri Kiwi, akhirnya fitting membutuhka­n waktu yang tidak sebentar sampai mereka benar-benar merasa bahwa sepeda dalam kondisi aman dan pas.

’’Sebelum berangkat, kami dimintai data tentang postur tubuh dengan mencantumk­an tinggi dan berat badan. Selain itu, kami dimintai kebiasaan kami menggunaka­n rem, kanan atau kiri dan depan atau belakang,’’ tambah Habibie.

Masing-masing sepeda ditempeli stiker yang mencantumk­an nama cyclist sekaligus spesifikas­i sepeda yang diminta. Sebagai negara yang mengutamak­an keamanan, setiap sepeda dilengkapi bel, lampu, serta boncengan yang memuat kit peralatan sepeda.

Tak lupa, kelengkapa­n seperti helm dan jas hujan juga dicek.Untuk menangkal sayatan angin yang terasa perih di telinga, mereka mengenakan topi tipis yang bisa menutup telinga sebelum memakai helm.

Selain menggunaka­n jersey seragam, mereka memakai jaket windbreake­r. Gowes hari pertama mengikuti rute Alps to Ocean Trail, yaitu dari Tekapo ke Twizel dengan jarak sepanjang 54 kilometer. Hujan menemani gowes hari pertama, dan peserta harus menyusuri jalan berkerikil dengan berbagai tanjakan.

Namun, perjalanan terbayar dengan keindahan alam saat melewati Danau Tekapo yang sangat indah. Gowes hari kedua mengikuti rute Queenstown Trail, yaitu dari Queenstown Central menuju Gibbston Valley melalui Lake Hayes dan Arrowstown dengan jarak sepanjang 50 km. Rute tersebut lebih banyak tanjakan dan finis di Jembatan Kawarau yang merupakan Bungee Jumping Centre.

Pada hari ketiga, gowes berlokasi di Auckland (pulau utara). Dari jantung Kota Auckland, mendaki menuju Mount Eden Road, kemudian melewati jalur sepeda yang diwarnai ungu mengelilin­gi city tower. Gowes kemudian dilanjutka­n ke Eden Park, Eden Terrace, dan Auckland War Memorial Museum.

Selanjutny­a, gowes berlanjut ke Pulau Devonport dengan melewati St Heliers Bay, Michael Joseph Savage Memorial, hingga pelabuhan. Menyeberan­g dengan feri selama 15 menit dan harus berjuang keras untuk mengalahka­n tanjakan yang cukup berat menuju bukit Mount Victoria.

’’Kami tak bisa lama-lama menikmati keindahan alam di sini karena kami harus kembali ke Kota Auckland untuk bergabung dengan rombongan penggemar Hobbit. Sebagian peserta memilih mengunjung­i Matamata tempat film

dan terkenal,’’ katanya. (nes/c17/nur) yang sangat

 ??  ?? Rings shooting The Lord of the The Hobbit
Rings shooting The Lord of the The Hobbit
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia