Opening Act Sarat Pesan Kebinekaan
SURABAYA Penonton teater
bakal merasakan atmosfer berbeda dengan nonton teater biasa. Dalam pergelaran pada 10 Juni itu, penik mat teater akan disuguhi penampilan lain yang tak kalah memanjakan mata.
Pada bagian pembukaan, akan ada tiga penampilan yang mengajak – penonton ’’pemanasan” sebelum menikmati teater. Antara lain, ada persembahan tarian anak dari Sekolah Ciputra. Mereka bakal membawakan tari kipas dari Tiongkok, selaras dengan naskah yang berkisah tentang Laksamana Cheng Ho.
Setelah itu, opening juga diisi LZY Visual.
Salah satunya adalah menggelar operet bertema pelestarian lingkungan kemarin.
Operet berjudul Nyanyian Bumi itu ditampilkan pada akhir tahun pelajaran 2016–2017. Bentuknya drama musikal berdurasi sekitar 120 menit. Seluruh siswa kelas I–VI tampil di panggung untuk membawa pesan edukatif kepada teman-temannya, guru, staf sekolah, hingga orang tua.
Pementasan diawali dengan tampilan pemandangan yang indah di suatu daerah. Angsa-angsa berenang dengan riang di kolam yang jernih. Hewan dan tumbuhan juga tumbuh subur serta hidup berdampingan dengan damai.
Lalu, suasana berubah dengan datangnya sekelompok pemburu. Mereka mengacaukan suasana yang awalnya tenang dan damai itu. Rakyat yang peduli lingkungan berusaha mencegahnya. ”Hei, hentikan perbuatan kalian,” ucap rakyat.
Pemburu merasa terganggu dengan datangnya sekumpulan penduduk tersebut. Mereka pun marah kepada rakyat. Setelah itu pergi dengan dongkol.
Tak lama kemudian, sekelompok penebang kayu masuk ke hutan. Dengan serakah, mereka menebangi pohon yang ada. Polisi hutan datang berusaha menghentikan aksi itu. Namun, penebang kayu semakin menjadi-jadi. ”Siapa kalian mengganggu kami? Kayu-kayu ini akan kami jual ke kota,” kata para penebang, lalu pergi.
Hutan menjadi gundul. Tanah menjadi kering. Tak bisa dihindari lagi, banjir bandang pun datang menerjang wilayah itu. Rakyat kebingungan, kemudian berlarian mencari tempat yang aman. Melihat kondisi area yang rusak tersebut, Ibu Bumi sangat sedih.
Setelah bencana surut, rakyat berbondong-bondong memper- baiki wilayahnya. Mereka menanam kembali hutan dan area yang gundul. Tanaman pun tumbuh sehat. Hewan-hewan bisa tinggal di hutan dengan tenang. ”Kami berjanji akan menjaga lingkungan,” ujar mereka. Ibu Bumi pun muncul kembali dengan senyum semringah di wajahnya yang cantik.
Dalam pertunjukan tersebut, para siswa berupaya menyampaikan pesan bahwa menjaga lingkungan sangat penting bagi keberlangsungan seluruh makhluk hidup. Selama ini beberapa oknum manusia menjarah lingkungan hingga mengakibatkan kerusakan dan bencana. ”Jangan sampai anak-anak tumbuh menjadi perusak lingkungan,” ujar Ketua Panitia Pentas Seni Rumondang Florentina Turnip.
Untuk membuat penampilan semakin menarik, seluruh kostum dan properti dalam pementasan itu dibuat dari bahan-bahan bekas. Sejak Januari, guru bersama orang tua siswa bahu-membahu mewujudkan drama yang maksimal. Para siswa juga berlatih sesuai peran masing-masing.
Pertunjukan kemarin (3/6) dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama pagi mulai pukul 08.00 diisi oleh pementasan Nyanyian Bumi yang diperankan siswa kelas I–III. Siswa kelas IV-VI tampil pada sesi kedua.
Ni Made Sukmadewi Arjashantya Putri mengaku senang mendapatkan peran sebagai Ibu Bumi. Siswi kelas VI itu berpesan kepada teman-temannya untuk tidak berhenti menjaga lingkungan.
Di sekolah, para siswa telah diajari guru-guru untuk menjaga lingkungan dan hemat energi. Yakni, dengan membawa peralatan makan dan minum sendiri, mematikan lampu dan peralatan listrik yang sudah tidak digunakan, membuang sampah pada tempatnya, dan menanam tanaman. ”Pokoknya tidak boleh nyampah, ya,” ungkapnya. (ant/c10/dos)