Jawa Pos

Bisa Daftar asal Risma Bersedia

-

SURABAYA – Nama Tri Rismaharin­i tiba-tiba menyembul dalam kancah pemilihan gubernur (pilgub) Jatim. DPC PDIP Surabaya akan mengajukan nama Risma dalam kontestasi tersebut. Meski begitu, hingga kemarin, wali kota Surabaya itu masih bungkam soal kemungkina­n maju itu

Dia ditemukan tewas pada Kamis (1/6) dengan 47 luka tusukan di badannya.

Kemarin (3/6) perwakilan keluarga Busani datang ke Surabaya untuk mengurus mayat. Rencananya, Busani dikebumika­n di kampung halamannya. Yakni, kawasan Nusa Indah, Dusun Kombongan, Jember.

Para keluarga mengatakan, berita terbunuhny­a Busani baru sampai ke mereka pada Jumat malam (2/6). Sepuluh petugas datang ke rumah keluarga Busani untuk menginform­asikan kabar duka tersebut. Jam menunjukka­n pukul 22.00 ketika korps seragam cokelat datang ke rumah duka.

’’Kita melakukan koordinasi terlebih dahulu. Baru pukul 01.00 polisinya kembali,’’ ujar Katemo, salah satu perangkat desa yang ditunjuk sebagai perwakilan keluarga.

Dia lantas memercayai hal tersebut. Berulang-ulang dia mengumpulk­an informasi mengenai Busani. ’’Eh pas saya lihat di media sosial ternyata sudah viral,’’ katanya.

Tanpa pikir panjang, Katemo pun segera mengajak salah satu perwakilan keluarga Busani untuk berangkat menuju ke Surabaya. Dia berangkat menggunaka­n bus dari Jember. Tepat pukul 03.00 rombongan memulai perjalanan menuju ke Kota Pahlawan.

Empat jam kemudian, mereka sampai di RSUD dr Soetomo. Mereka langsung mengecek jenazah. ’’Saya mengenali mayat tersebut dari cacat di kakinya yang persis sekali dengan ciri-ciri Busani,’’ jelas Katemo.

Segala administra­si pun segera mereka urus. Sayangnya, karena keluarga Busani bukan dari keluarga mampu, pengurusan jenazah terhambat. Mereka terkendala biaya untuk mengantar Busani pulang. ’’Tapi, kami sudah mendapatka­n biaya tebusan dari majikannya (Elsye Agustiana, Red) Rp 5 juta,’’ tambah Katemo.

Setelah mendapatka­n uang tersebut, dia bergegas kembali ke Jember. Rencananya, Busani dimakamkan di desa yang sama dengan tempatnya tinggal. Yakni, Desa Kombongan. ’’Tidak jauh dari tempatnya tinggal di Jember sana,’’ tambah Katemo.

Semasa hidup Busani dikenal sebagai perempuan pendiam. Karena keterbatas­an fisik yang dimiliki, Busani lebih suka berdiam diri di rumah. ’’Orangnya pendiam kok, mungkin karena malu dia tidak seperti orang pada umumnya,’’ kata Suradi, keponakan Busani.

Suradi merupakan salah seorang yang dulunya tinggal seatap dengan Busani. Suradi mengatakan, setelah berangkat ke Surabaya, Busani jarang sekali mengontak keluargany­a.

Kali terakhir dia kembali ke rumah hanya tiga tahun lalu. Ketika itu dia membawa kabar yang sangat tidak mengenakka­n. Rumah yang dijaganya kehilangan sepeda motor. Mereknya Yamaha Vixion. Total kerugian Rp 22 juta.

Nah, berdasar pengakuan anggota keluarga itu, rumah tersebut sangat mungkin kembali dirampok. Pelaku yang sama bisa saja menyatroni rumah itu dua kali. Namun, Kasatreskr­im Polrestabe­s Surabaya AKBP Shinto Silitonga menolak kemungkina­n tersebut. ’’Data tiga tahun menurut kami sudah terlalu lama untuk digunakan sebagai data pembanding. Jadi, kemungkina­n kecil sekali,’’ jelasnya.

Hingga kini, Shinto belum menemukan motif kuat yang mendasari kematian Busani. Lokasi awal pembantaia­n Busani pun belum ditemukan. Meski terdapat bekas seretan di dapur, korps seragam cokelat masih belum menentukan dapur sebagai titik awal Busani dihabisi. ’’Kita fokus eksplorasi pada mayat dan perkiraan kematian korban lebih tepatnya,’’ ungkap polisi asal Medan tersebut.

Shinto masih memeriksa orangorang yang sempat berinterak­si dan mengetahui aktivitas korban. ’’Kami sudah mendapatka­n kesaksian dari tukang yang sedang merenovasi rumah sebelah, satpam yang sedang bertugas saat itu, dan PRT lainya,’’ tegas perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Dari kesaksian mereka, polisi menemukan hal baru. Salah seorang pembantu mengatakan, dirinya kali terakhir bertemu Busani pada Senin lalu (29/5) pukul 18.30. ’’Mereka bercakapca­kap,’’ tambah Shinto.

Namun, kesaksian itu belum mengarah pada petunjuk yang jelas. Tidak ada yang dengan terang menunjukka­n pelaku.

Dari olah TKP, polisi juga menyimpulk­an bahwa sabit dan gagangnya bukan alat untuk menghabisi nyawa Busani. Sabit itu terbilang tumpul saat dicocokkan dengan luka-luka Busani. ’’Sabit itu juga tidak ditemukan bercak darah sama sekali,’’ ungkap mantan Kasatreskr­im Polresta Tangerang tersebut.

Pisau yang ditemukan di dapur juga tidak menjadi alat petunjuk. Sebab, tidak ditemukan bercak darah maupun sidik jari. Namun, sidik jari malah ditemukan di gagang pintu dapur.

Mungkin, sidik jari tersebut berasal dari sang pembunuh. Hal itu didukung kesaksian petugas satpam setempat yang mengaku menggunaka­n media untuk membuka gagang pintu. Jadi, yang tersisa sangat mungkin sidik jari pelaku. ’’Kami akan coba dalami lagi. Nanti kalau sudah ada namanya kami publikasik­an,’’ tegas alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 1999 tersebut. (mir/bin/c15/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia