Butuh Sinergi, Target Harus Detail
Evaluasi, PBSI Penuhi Panggilan Kemenpora
JAKARTA – Kegagalan Indonesia pada Piala Sudirman 2017 menuai perhatian tegas dari pemerintah. Dalam event dua tahunan itu, untuk kali pertama, langkah Indonesia harus terhenti di fase grup. Padahal, pada edisi-edisi sebelumnya, Indonesia selalu lolos dari babak penyisihan.
Setelah sempat tertunda satu minggu, PP PBSI memenuhi panggilan Kemenpora untuk mengevaluasi catatan negatif tersebut. Bertempat di kantor Kemenpora, pertemuan tertutup itu dipimpin langsung oleh Menpora Imam Nahrawi.
Menpora menyatakan, kekecewaan atas kegagalan tersebut tidak hanya dirasakan publik. Tapi juga sampai kepada Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Ka- rena itu, Kemenpora meminta PBSI menjelaskan rencana membangkitkan prestasi mereka selanjutnya.
”Saya meminta PBSI berbenah dan memiliki road map serta target yang detail dan jelas menuju Asian Games 2018. Juga, Olimpiade 2020,” ujar Imam seperti dituturkan Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto. Dia menjelaskan dengan pertimbangan bahwa bulu tangkis merupakan salah satu harapan publik yang paling besar untuk memperoleh medali dalam berbagai kejuaraan dan event yang diikuti Indonesia.
Gatot menambahkan, perbaikan utama yang penting dilakukan adalah percepatan regenerasi atlet. Dia menilai hal tersebut penting karena bagaimanapun, Indonesia harus terus berlomba dengan negara-negara lain untuk mencetak atlet-atlet baru.
”Kalau regenerasi berjalan lambat dan pemainnya itu-itu saja, negaranegara lain yang lebih cepat dalam hal regenerasi akan menjadi ancaman besar bagi Indonesia. Itu yang harus diperhatikan PBSI,” tegasnya.
Bukan hanya itu, Menpora juga menuntut adanya sinergi dari berbagai pihak untuk mendukung PBSI. Kemenpora bersama KONI dan Satlak Prima menawarkan penggunaan sport science dan pendampingan psikologis kepada para atlet. ”Kami tentu tidak ingin kalah telak lagi. Harus ada sinergi dari semua pihak,” ujar Ketua Satlak Prima Achmad Sutjipto.
Sekjen PP PBSI Achmad Budiharto menyatakan, pihaknya telah mengungkapkan alasan kegagalan mereka di ajang tersebut. Budi –sapaannya– juga sudah meminta maaf dan berjanji segera melakukan evaluasi internal di tubuh PP PBSI.
Lebih lanjut, Kabidbinpres PP PBSI Susy Susanti menyatakan, Piala Sudirman hanyalah salah satu jembatan Indonesia menuju kejuaraan yang menjadi fokus utama skuad Merah Putih saat ini, yaitu SEA Games dan Asian Games. Dia sudah menegaskan kepada tim pelatih dan para pemain agar melupakan kekalahan yang lalu.
”Saya bisa mengerti, tekanan anakanak di sana sangatlah besar. Terbukti, saat pemain kita banyak yang membuat kesalahan sendiri. Maklum, kami juga sedang masa tahap transisi regenerasi. Semua kan butuh proses,” ujar peraih emas Olimpiade Barcelona 1992 tersebut.
Evaluasi kegagalan Indonesia itu ditanggapi legenda bulu tangkis Indonesia Christian Hadinata. Peraih emas All England 1972 tersebut menyatakan bahwa kunci kekalahan Indonesia terletak pada kesalahan susunan pemain.
Ke depan, Koh Chris –sapaannya– menekankan PBSI lebih cermat dalam penyusunan pemain. Pemain yang dianggap lebih unggul dan memiliki ranking lebih tinggi sebaiknya dipasang di partai awal dan pemungkas.
”Baru pemain-pemain yang masih muda dan potensial coba dimainkan di tengah-tengah. Dengan begitu, regenerasi akan berjalan baik, tapi tidak mengganggu kesempatan perolehan medali,” jelasnya.
Dia menambahkan, pelatih harus mengetahui karakteristik setiap pemainnya. Apalagi, dalam turnamen beregu, Indonesia membutuhkan tipikal pemain yang berani menyerang. ”Menurut pengalaman saya, prinsip pertandingan beregu itu ada dua. Di partai yang punya peluang menang, jangan sampai kecurian. Dan, di partai yang diperkirakan lemah, justru harus bisa tampil mengejutkan dengan mencuri poin,” tuturnya. (tif/c24/ady)