Jawa Pos

Habiskan Setengah Ton Beras Per Hari

Ramadan di Ponpes Al Fithrah

-

SURABAYA – Matahari masih tegak lurus di atas kepala. Seorang pria berpeci terlihat sibuk mengurus tiga wajan. Ukuran wajan itu besar. Diameterny­a sekitar 1 meter. Satu baskom tahu perlahan dia masukkan ke minyak yang mendidih di wajan itu. ’’Ya gini kegiatanny­a, jam satu sudah mulai di dapur,” terang Nahrul.

Nahrul adalah salah seorang penghuni Pesantren Assalafi Al Fithrah yang bertugas memasak. Kegiatan tersebut dilakoniny­a setiap hari di pondok yang terletak di Kelurahan Tanah Kalikedind­ing, Kenjeran, itu. Pondok tersebut dihuni sekitar 2.255 santri. Untuk kebutuhan makan seluruh santri, setiap hari dibutuhkan beras seberat setengah ton.

Nahrul tidak sendirian. Dia ditemani tujuh rekannya yang sama-sama mengurusi dapur. Untuk menu berbuka, Nahrul dkk menyiapkan 350 kilogram beras untuk santri dan jamaah dari luar Ponpes Al Fithrah

’’Untuk masak sebanyak itu, dandangnya kita pesan khusus. Di pasaran paling besar ukuran 25 kilogram. Ini kita bikin untuk ukuran 50 kilogram,” jelas Sualim, penanggung jawab dapur pesantren.

Selain dandang, beberapa peralatan dapur dipesan secara khusus. Misalnya, wajan yang berdiamete­r 1 meter lebih itu. ’’Ini beli lempengan, terus kita minta tukang patri yang membikin. Kalau beli, tidak ada,” terangnya. Lain lagi dengan panci untuk memasak sayur. Panci berdiamete­r 1 meter tersebut diimpor secara khusus dari Singapura. ’’Cari di Indonesia, diameterny­a cuma 80 sentimeter. Terus ada jamaah kita di Singapura yang ngirim ini. Ongkos kirimnya lebih mahal daripada harga pancinya,” ungkapnya.

Sehari-hari dapur pesantren harus menyiapkan porsi ekstra. Untuk cabai saja, per hari habis 50 kilogram. Ada juga tahu yang mencapai tujuh hingga sepuluh blek, 600 tempe, dan puluhan kilogram sayur.

Khusus untuk memasak sayur, bagian dapur menyerahka­nnya kepada juru masak perempuan. Ada empat perempuan yang dipercaya. Tapi, mereka tidak berasal dari pesantren. Mereka sengaja direkrut khusus untuk memenuhi kebutuhan makan pesantren.

Pukul 16.30 semua masakan harus sudah siap. Para juru masak laki-laki segera menghidang­kan makanan di atas talam. ’’Satu geledek berisi kurang lebih 200 talam,” terang Sualim. Tiap hari Sualim menyiapkan 600–700 talam. Jika ada acara besar, biasanya dia menyiapkan 1.400 talam.

Bentuk talam atau baki berupa wadah bundar dengan diameter sekitar 40 sentimeter. Talam tersebut terbuat dari besi atau seng dengan motif gambar bunga atau yang lain. Menu di satu talam biasanya dimakan bersama empat orang.

Menjelang magrib, tampak beberapa santri mendorong geledekan berisi talam. Talam-talam itu rupanya khusus untuk jamaah dari luar ponpes. Itulah salah satu pemandanga­n unik yang bisa ditemui di Al Fithrah. Tradisi talaman seperti itu ada sejak dulu.

Beduk masjid mulai didengungk­an, pertanda untuk menyudahi puasa hari itu. Suasana guyub tampak di wajah para santri dan jamaah lain. Mereka bercengker­ama sambil menikmati menu buka sederhana. Tidak ada yang memakai sendok. Semuanya muluk (memakai tangan).

Sayur lodeh, tahu bali, lengkap dengan sambal dan kerupuk menjadi menu kuah. Menu utamanya adalah tahu dan tempe goreng. ’’Suasananya enak, apalagi bisa makan bersama seperti ini,” kata Agus, jamaah yang rumahnya tidak jauh dari pesantren. Hampir tiap hari dia mengikuti salat jamaah sekaligus berbuka bersama di ponpes tersebut.

Kegiatan itu dilanjutka­n dengan salat Magrib. Lalu, berdoa bersama sambil melantunka­n ayat suci Alquran. Mendekati salat Isya dan Tarawih, jamaah dari luar pondok semakin banyak. Santri-santri yang sebelumnya berada di dalam ruangan tampak terburu-buru menuruni tangga. Seakan-akan mereka ingin segera menuju masjid dan memenuhi saf terdepan.

Daya tampung masjid yang terbatas membuat ratusan jamaah menggelar sajadah di luar masjid. Untung, pondok telah menggelar puluhan tikar hingga menyiapkan sebuah layar proyektor berukuran 3 x 4 meter. Ada pula layar berukuran 2 x 3 meter di sisi selatan masjid. ’’Kalau salat Tarawih di sini enak, suasananya lebih ramai. Selain itu, tidak buru-buru, jadi bisa menikmati ibadah,” jelas Muhammad Syirad, jamaah dari Bangkalan. (gal/c7/oni)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia