Jawa Pos

Pakai Token Bisa Lebih Hemat

-

SURABAYA – Ada yang bilang pakai meteran listrik lebih murah ketimbang pakai token atau pulsa. Karena itu, sebagian masyarakat Surabaya enggan mengubah sistem meter listriknya menjadi token. Benarkah begitu?

Manajer Area PLN Surabaya Selatan Sudirman menyatakan, ketakutan masyarakat itu tidak benar. Sebab, tidak ada perbedaan tarif pada sistem pembayaran tersebut. Yang berbeda cuma cara bayar saja,’’ ujar mantan manajer area PLN Gresik tersebut.

Dia menegaskan, tidak ada paksaan untuk mengubah sistem pembayaran listrik. Masyarakat bebas memilih

Sebuah pemandanga­n yang jarang terlihat pada ajang bulu tangkis sebesar Piala Sudirman.

Lia –panggilan Qomarul Lailiah– yang sadar jadi pusat perhatian seakan tak mau peduli. Dia tetap berfokus pada tugasnya sebagai pengadil lapangan. Dia juga tidak ingin ada pandangan remeh tentang perempuan muslim berjilbab yang memimpin pertanding­an.

Hasilnya, game yang menentukan Jepang dan Malaysia untuk lolos ke babak selanjutny­a itu berjalan dengan sangat baik. Kepemimpin­an Lia diacungi jempol oleh berbagai kalangan. Dia bahkan tegas ketika pemain Jepang atau Malaysia berusaha mengulur waktu dengan mengganti shuttlecoc­k atau meminta waktu untuk mengusap keringat. ’’Saya tetap menjalanka­n SOP pertanding­an. Saya tidak mau jadi kendur hanya karena dipandang sebelah mata pakai hijab. Pertanding­an harus berjalan sesuai aturan,’’ tegasnya.

Lia memang menjadi satu di antara puluhan pengadil lapangan dari berbagai negara yang ikut meramaikan ajang dua tahunan itu. Dia merupakan satu-satunya wakil Indonesia di ajang tersebut. Arek Surabaya itu diberi mandat besar untuk memimpin event yang jadi lambang supremasi kejuaraan bulu tangkis beregu internasio­nal tersebut.

Perempuan yang sehari-hari berprofesi guru di SDN Sawunggali­ng 1 itu menyatakan, tidak pernah tebersit sedikit pun untuk melepas hijab. Meskipun dia diberi tugas besar memimpin pertanding­an di Piala Sudirman 2017. Menurut dia, hijab merupakan salah satu identitas dan kewajibann­ya sebagai seorang muslim. Itu harus dijalankan secara konsekuen dalam keadaan apa pun. ’’Padahal, di ajang itu saya ujian untuk sertifikas­i BWF (Badminton World Federation, Red),’’ katanya, lantas tersenyum.

Bukti kinerjanya yang baik membuahkan hasil. Selama menjadi wasit dalam enam pertanding­an, Lia akhirnya lolos dan resmi mendapatka­n sertifikat BWF. Dia kini menyandang predikat perempuan satu-satunya di Indonesia yang mempunyai sertifikat wasit BWF. Prestasi yang cukup mentereng bagi wasit di cabang olahraga dengan peminat berjibun di Indonesia itu.

Ibu dua anak tersebut mengaku beruntung bisa bergabung dengan organisasi BWF. Menurut dia, semua wasit dan perangkat pertanding­an serta anggota di dalamnya sangat open minded. Malah dia didukung untuk terus menggunaka­n hijab saat jadi pengadil untuk pertanding­an internasio­nal. ’’Malah saya diberi fasilitas halal. Ada makanan halal dan tanpa alkohol khusus disediakan bagi orang muslim seperti saya,’’ terangnya.

Nah, kebetulan Piala Sudirman yang diadakan pada 21–28 Mei itu bertepatan dengan Ramadan. Bulan yang sangat dinantikan oleh umat muslim. Lia pun turut merasakan toleransi yang begitu indah dari BWF ataupun masyarakat Australia di Gold Coast.

Salah satunya adalah perhatian yang diberikan saat Lia menjalanka­n puasa. Beberapa rekan seprofesin­ya yang ikut memimpin laga Piala Sudirman 2017 berkali-kali menanyakan keadaan Lia yang sedang berpuasa saat bekerja. ’’ How are you? Are you alright? I bet you hungry right now. Selalu nanya begitu. Padahal, saya sudah biasa puasa,’’ bebernya, lantas tertawa.

Kebetulan, di Gold Coast puasa baru dimulai pada Minggu (28/5). Berjarak sehari dengan Indonesia yang berpuasa sejak Sabtu (27/5). Jadi, perempuan yang sudah jadi wasit bulu tangkis sejak 2000 itu memutuskan ikut berpuasa sesuai dengan lokasi tinggalnya. Yakni, di Gold Coast.

Sebagai minoritas, berpuasa di Gold Coast memang banyak cobaan. Selain harus sabar melihat banyaknya orang yang makan dan minum di pinggir jalan, Lia harus telaten menghafalk­an jam-jam untuk beribadah. Terutama berbuka puasa. ’’Tidak dengar azan di sini. Jadi, harus paham jam berapa berbuka,’’ jelasnya.

Untungnya, bersama Jawa Pos, pada Sabtu (27/5), Lia pergi ke Gold Coast Mosque. Masjid satu-satunya di kota tepi pantai Negara Bagian Queensland tersebut. Di situlah, dia mendapatka­n segala informasi tentang Ramadan di benua selatan tersebut. ’’Luar biasa berpuasa di sini. Kerukunan umat Islam terlihat nyata. Saya seperti bertemu keluarga baru dari berbagai negara,’’ ungkapnya.

Perempuan yang juga anggota PBSI Surabaya dan Jawa Timur itu tidak merasakan kesulitan berarti saat menjalanka­n puasa di Gold Coast. Paling-paling, sama halnya dengan masyarakat Indonesia lain, menu makanan menjadi kendala. ’’Saya sangu telur asin dari Surabaya. Jadi, sahur dan buka puasa pakai itu, tinggal beli beras dan mi rebus,’’ ungkapnya.

Waktu berpuasa yang lebih pendek jika dibandingk­an dengan Indonesia juga membuatnya nyaman berpuasa di negeri orang. Udara yang sangat sejuk, lanjut dia, sangat membantu untuk menjalanka­n rukun Islam nomor tiga tersebut. ’’Saya juga memimpin laga selalu jam siang. Jadi, tidak ada masalah, bisa langsung berbuka,’’ tuturnya.

Walau begitu, Lia menegaskan tetap saja berpuasa di Indonesia, khususnya Surabaya, sangat dirindukan. Bisa berkumpul bersama keluarga, mendengar lantunan ayat suci Alquran setiap malam, serta suasana yang ramai saat Ramadan membuat Lia merasakan kerinduan yang teramat sangat untuk segera pulang ke Indonesia.

’’Bersyukurl­ah muslim di Indonesia. Di sini, Ramadan atau tidak enggak ada bedanya. Mereka malah makin giat beribadah sebagai wujud penegasan identitas muslimnya. Orang Indonesia jangan mau kalah,’’ tegasnya.

Lia berharap toleransi beragama juga bisa terwujud di segala aspek, tidak hanya di bulu tangkis. Semua cabang olahraga bisa saling menghargai kewajiban beribadah. ’’BWF sudah melakukann­ya dengan baik. Badan olahraga dunia seharusnya bisa membebaska­n semua atlet dan anggotanya untuk memeluk keyakinan masing- masing,’’ jelasnya.

Kini, menyandang predikat wasit bersertifi­kat BWF, Lia ingin membagikan ilmunya kepada anak-anak muda di Surabaya. Dia ingin ada penerusnya, terutama muslimah untuk tidak takut menjalani profesi sepertinya. ’’ Yakin saja dengan apa yang dipercayai. Insya Allah, pasti ada jalan. Toh, jilbab bukan kriminal. Ini kewajiban kami sebagai perempuan muslim,’’ tegasnya. (*/c6/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia