Tiga Bulan Bereskan 251 Peta Bidang
Target Pembebasan Lahan Proyek JLLB
SURABAYA – Pembebasan jalur lingkar luar barat (JLLB) untuk wilayah Sememi terbilang cepat. Sebanyak 251 peta bidang ditargetkan rampung dalam tiga bulan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Erna Purnawati mengapresiasi langkah Badan Pertanahan Nasional (BPN) I Surabaya. Kegigihan BPN I untuk segera menuntaskan masalah pembebasan lahan dapat mempercepat terwujudnya proyek jalan pemecah kemacetan tersebut.
Selama ini pembebasan lahan lebih dari 5 hektare harus melalui BPN. Pemkot tidak cawe-cawe pada tahap pengukuran sampai pembebasan tanah. Pemkot tinggal membayar setelah pembebasan selesai. Saat ini pemkot telah menyediakan anggaran Rp 250 miliar untuk pembebasan tersebut.
Pemkot juga menggandeng pengembang untuk mewujudkan jalan sepanjang 26,1 km dengan lebar 55 meter tersebut. Saat ini pengembang CitraLand telah berkomitmen mewujudkan proyek tersebut. Hal itu menjadi trigger agar proyek tersebut segera terwujud.
Erna menerangkan, pemkot hanya membangun jalan dari pembebasan lahan milik warga. Tanah milik pengembang bakal dikerjakan pengembang sendiri. ’’Proyek ini akan selesai pada 2019,’’ ungkapnya.
Kepala BPN I Surabaya Joko Susanto menyatakan, percepatan pembebasan lahan memang menjadi tugas BPN. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur di daerah bisa lebih cepat. ’’Memang harus begitu,’’ kata pria yang pernah bertugas di BPN Jember tersebut.
Bulan ini terdapat 100 persil yang diproses. Dia berharap pemkot merespons percepatan tersebut. ’’Kita harus bersinergi bila ingin cepat. Jangan menunggu,’’ tegasnya.
BPN tidak bisa membebaskan seluruh lahan bila dana yang tersedia tidak mencukupi. Dana Rp 250 miliar yang disediakan sebenarnya juga digunakan untuk jalur lingkar luar timur (JLLT). Namun, progres JLLT kalah cepat dengan JLLB. Dia mengklaim 90 persen lahan yang harus dibebaskan bisa dituntaskan. ’’Orang berjalan kan pasti ada kerikil. Tapi, kendala yang ada tidak sampai mengganggu kok,’’ tuturnya.
Sementara itu, warga masih menunggu pembayaran ganti rugi. Yulis Baktiono, misalnya. Dia menjadi salah seorang warga Sememi yang terkena pembebasan lahan. Pada 2009, dia membeli rumah tipe 72 seharga Rp 300 juta. Rumah itu diukur BPN sejak tiga bulan lalu. ’’Harapannya, harga ganti untung tidak merugikan kami,’’ ucapnya.
Meski rumahnya telah diukur, dia belum mengetahui harga yang bakal ditawarkan untuk pembebasan. Selama harga yang ditawarkan cocok, warga tidak akan berkeberatan rumahnya dibebaskan. (sal/c14/fal)