Jawa Pos

Jadi Laki-Laki Sejati saat Pengajian

-

SURABAYA – Berbagi bisa dilakukan oleh siapa saja. Termasuk oleh kalangan yang sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Contohnya kemarin (5/6). Belasan anggota Pengajian Waria Al-Ikhlas Surabaya mengadakan bagi-bagi takjil di depan Monumen Suroboyo, depan Kebun Binatang Surabaya.

Mereka adalah para waria yang merupakan anggota sebuah kelompok pengajian. Sebagian terlihat memakai seragam gamis dominan kuning. Ada pula yang mengenakan kerudung dan jil bab. Tidak lupa, kacamata nyentrik juga mereka kenakan. ”Saat ini anggota yang tercatat sekitar 60 orang,” terang Kurnia yang memiliki nama asli Rudy Hartono Kurniawan.

Sebanyak 20 orang hadir dalam kegiatan sore itu. Tanpa sung kan, mereka ndeprok di tro toar sembari menata kotak takjil yang akan dibagikan. ” Total kurang lebih ada 1.000 kotak yang akan kami bagikan,” ujar Kurnia yang juga koordinato­r kegiatan tersebut.

Setengah jam kemudian, mereka menuju ke pinggir jalan. Tanpa dikomando, para pengendara yang lewat berhenti sejenak untuk mengantre takjil. Sambil menenteng kresek, beberapa anggota pengajian secara cekatan menghampir­i pengendara yang berlalulal­ang. Kehadiran mereka seakanakan menjadi magnet tersendiri bagi pengendara.

Buktinya, tidak sampai 15 menit, 1.000 takjil itu ludes. Tawa riang tampak di wajah para anggota. Salah satunya Bella yang memiliki nama asli Sugeng Haryanto. Dia menganggap kegiatan bagi-bagi takjil tersebut sebuah kesempatan untuk membuktika­n kepada masyarakat bahwa mereka juga memiliki kepekaan sosial. ”Mudah-mudahan tahun depan bisa lagi seperti ini,” terang pemilik salon di Kecamatan Krembung, Sidoarjo, itu. Dana kegiatan tersebut diperoleh dari uang kas yang mereka kumpulkan selama pengajian. ”Ada juga anggota yang memberikan bantuan tambahan,” ujarnya.

Sudah 14 tahun Pengajian Waria Al-Ikhlas berdiri. Kegiatan mereka cukup beragam. Mulai kegiatan sosial hingga keagamaan. ” Tanggal 11 nanti kami ada sahur on the road dan kunjungan ke panti wreda sama tunagrahit­a,” terang Kurnia.

Setiap Jumat wage, kelompok itu rutin mengadakan pengajian. Kegiatan mereka selalu berpindahp­indah. ”Sesuai giliran,” katanya. Pengajian tersebut tidak hanya diikuti para waria dari Surabaya. Anggota dari kota lain seperti Gresik, Sidoarjo, dan Madura juga hadir. ”Bahkan, kalau Jumat Wage itu tempatnya sampai overload. Masyarakat umum juga ikut,” terangnya.

Peraturan ketat diberlakuk­an dalam kelompok itu. Misalnya, saat pengajian, mereka harus berdandan layaknya laki-laki. ”Harus kembali ke kodratnya. Pakai anting-anting pun tidak boleh,” tegas Kurnia.

Beberapa anggota kelompok itu juga menjadi ibu angkat ba gi anak- anak yang kurang be r un tung. Misalnya, waria pe miliki nama asli Satrio Imam Cahyono. Dia mengadopsi seorang anak tetanggany­a yang kurang mamapu. ”Sudah sejak dulu saya adopsi. Kalau sudah lepas, ambil anak lagi,” ujar waria yang memiliki salon di daerah Bendul Merisi itu.

Komitmen mereka untuk terus memperbaik­i diri ditunjukka­n melalui banyak kegiatan sosial. Kekompakan adalah kunci dari keutuhan mereka yang sudah berjalan 14 tahun. ”Banyak yang tidak mampu bertahan. Tapi, kita sudah selama ini mampu bertahan kok,” terang Bella. (gal/c6/oni)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia