Kubu OSO Makin di Atas Angin
PTUN Tolak Gugatan GKR Hemas
JAKARTA – Upaya pimpinan DPD kubu GKR Hemas menggugat keabsahan kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO) terganjal. Kemarin Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan keabsahan penuntunan sumpah yang dilakukan Wakil Ketua MA Suwardi terhadap OSO untuk kursi ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
’’Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,’’ ujar Ketua Majelis Hakim PTUN Abdullah Ujang dalam amar putusannya kemarin (8/6). Dalam pertimbangan yang dibacakan anggota majelis hakim Nelvy Christin, hakim tidak melihat adanya kecacatan dari putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA). Selain itu, lanjut dia, objek gugatan terhadap penuntunan sumpah pimpinan DPD bukan kewenangan PTUN.
Dalam penjelasannya, majelis sepakat dengan pendapat Yusril Irza Mahendra bahwa penuntunan merupakan acara seremoni. ’’Majelis sependapat dengan pendapat Prof Yusril bahwa tindakan pengambilan sumpah tidak bisa dijadikan objek sengketa karena acara seremonial,’’ papar Nelvy.
Hakim menilai, kalaupun penuntunan sumpah berbuntut pada lahirnya konflik di lembaga DPD, hal itu tidak menjadi tanggung jawab MA. Merujuk pasal 54 UU Administrasi Pemerintahan, lanjut dia, yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara yuridis adalah keputusan yang bersifat konstitutif. Yaitu, keputusan yang bersifat mandiri oleh pejabat pemerintahan. ’’Dalam hal ini, penetapan terpilihnya pimpinan DPD RI,” terangnya. Karena itu pula, majelis menilai, pemohon tidak memiliki legal standing alias kedudukan hukum untuk mengajukan perkara.
Irman Putra Siddin, kuasa hukum GKR Hemas, menyatakan kecewa dengan adanya putusan tersebut. Pada awalnya, pihaknya mengharapkan keberanian hakim PTUN untuk membatalkan tindakan yang dilakukan MA. Namun, sayangnya, keberanian tersebut tidak muncul.
Sebaliknya, lanjut Irman, putusan PTUN justru terlihat sekali memproteksi MA untuk tidak menjadi objek dalam gugatan tersebut. ”Putusan majelis ini juga, tampaknya, ingin membebaskan MA dari tanggung jawab pemanduan sumpah,’’ ujarnya.
Padahal, lanjut dia, penuntunan sumpah bukanlah seremonial belaka. Sebab, prosesi tersebut berimplikasi kepada legitimasi OSO sebagai pimpinan. ’’Yusril juga mengatakan bahwa tindakan pemanduan sumpah itu berakibat hukum. Tapi, itu tidak ada dalam pertimbangan yang dibacakan,” tuturnya.
Irman menambahkan, putusan PTUN kemarin tidak lantas membuat status kepemimpinan OSO menjadi sah. Sebab, PTUN hanya menyebut penuntunan sumpah tidak masuk objek kewenangannya. Disinggung soal potensi melakukan peninjauan kembali (PK), Irman belum bisa memastikan. ’’Kami belum bilang tidak ada, sementara kita hormati putusan tersebut,” tuturnya. (far/c4/fat)