Menunggu Kiprah KPK di DPRD Jatim
KASUS yang menimpa Ketua Komisi B DPRD Jatim Moch. Basuki menjadi pintu masuk untuk membongkar ulah nakal para anggota dewan di daerah. Tentu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh sekadar berhenti dengan menjerat Basuki.
Seorang kepala dinas tidak mungkin dengan mudahnya menyetor uang bila tidak ada ancaman kritis dari anggota dewan. ”Serangan” rapat di komisi bisa datang dari mana-mana. Dari partai apa pun juga. Karena itu, uang tersebut tentu tidak mungkin bisa membungkam daya kritis legislator. Namun, faktanya di DPRD Jatim tidak begitu. Kerap kali rapat-rapat bersama eksekutif berlangsung adem ayem. Berlangsung cepat pula.
Kerap kali pula rapat komisi yang sudah dijadwalkan sejak jauh hari hanya diikuti segelintir anggota dewan. Tidak jelas mengapa para legislator yang dibayar dengan uang rakyat itu absen. Jadilah kantor dewan yang memiliki puluhan ruangan tersebut senyap.
Hasil kerja KPK membongkar korupsi di DPRD Jatim tentu kini amat ditunggu. Jangan sampai penggeledahan dan penyitaan berkas yang dilakukan dari berbagai tempat lalu menjadi pajangan belaka.
Secepat-cepatnyalah lembaga antibodi tersebut mengkajinya. Bukankah selama ini dari pengungkapan satu perkara KPK biasa menggandakannya ke banyak perkara lain? Istilahnya beranak pinak. Episode itu tentu kita tunggu saja.
Percayalah, langkah KPK terhadap anggota dewan daerah menyehatkan. Betapa tidak, selama ini perangai mereka kerap luput dari pengamatan. Upaya mereka menggunakan keuangan daerah juga seperti lepas dari kontrol. Gencarnya pemberitaan tentang perangai legislator daerah oleh media massa selama ini hanya dianggap angin lalu.
Karena itu, KPK perlu sekali-sekali mengecek semua kantor DPRD di seluruh Indonesia, tidak terkecuali DPRD Jatim, dalam rangka mengembangkan penyelidikan. Komisi antirasuah tersebut harus mengamati efektivitas kerja mereka. Sebab, para anggota dewan kerap tidak berkantor dengan dalih melakukan kunjungan kerja demi kesejahteraan rakyat. (*)