Tuntut Mantan Kades 17 Tahun
Terlibat Kasus Peredaran Narkoba
BOJONEGORO – Darsuki, 44, mantan kepala Desa Deru, Kecamatan Sumberrejo, bakal lama di bui. Pada sidang pembacaan amar tuntutan di Pengadilan Negeri Bojonegoro kemarin siang (8/6), terdakwa dituntut pidana penjara 17 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider satu tahun penjara. Darsuki dituntut jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus peredaran narkoba. ”Dan, terdakwa berbelitbelit dalam memberikan keterangan,” kata Gigih Benah Rendra, JPU, kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro kemarin.
Dalam tuntutannya, JPU menyebut hal yang memberatkan terdakwa. Di antaranya, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkotika. Terdakwa tidak konsisten dan bersesuaian dalam memberikan keterangan.
Tuntutan JPU dinilai sudah sesuai dengan fakta-fakta sidang. Sebab, lanjut dia, ancaman hukuman maksimal adalah seumur hidup. Kendati demikian, ada hal yang meringankan. Yakni, terdakwa belum pernah dihukum.
Gigih menambahkan, Darsuki didakwa dengan secara tanpa izin atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, memberikan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1 seberat 202,99 gram. Sejumlah barang bukti, terang dia, yang dirampas untuk dimusnahkan berupa 2 timbangan, 8 bungkus plastik klip kecil kosong, dan 1 laci kayu.
Sementara itu, barang bukti yang dirampas untuk negara (dilelang) berupa delapan handphone. ”Barang bukti untuk dikembalikan terdakwa berupa satu unit Toyota Rush bernopol S 1976 AK dan buku rekening,“ucapnya.
Dari fakta sidang yang dibacakan, Gigih dalam uraian tuntutannya, terdakwa mengajukan keberatan. Sebab, terdakwa mengaku hanya dititipi orang yang tak dikenal untuk membawa 202,99 gram sabu-sabu. ”Meski terdakwa merasa keberatan, para saksi yang dihadirkan JPU tetap pada keterangannya,“kata Gigih.
Di sisi lain, Misbahul Huda, penasihat hukum terdakwa, menyatakan bahwa pihaknya sangat keberatan atas tuntutan itu. Dia menilai kurang manusiawi. Sebab, lanjut dia, terdakwa sedang sakit. ” Jadi, orang sakit itu tidak bisa dihukum, bisanya direhabilitasi. Sebab, terdakwa kecanduan,” ujarnya.
Jadi, terang dia, pihaknya bakal mengajukan pleidoi pada sidang pekan depan. Dia menilai JPU terlalu bernafsu dalam menangani perkara tersebut dengan tuntutan yang tidak manusiawi. ” Ini penzaliman secara hukum,“ungkapnya.
Huda, menambahkan, penuntut umum juga tidak mendalami mengapa terdakwa melakukan hal itu. Hal tersebut yang disangkakan penasihat hukum terdakwa kepada penuntut umum. ” Kami menyayangkan hal itu. Harusnya penuntut umum mendalami mengapa terdakwa melakukan hal tersebut,” jelasnya.
Jadi, lanjut Huda, itu tidak terkesan bernafsu menghakimi orang. Dalam agenda sidang pleidoi yang tertulis pekan depan, pihaknya belum dapat memberikan banyak keterangan. Sebab, pihaknya belum mempelajari fakta-fakta sidang. ” Kami pelajari dulu berkas penuntut umum dan fakta-fakta sidang. Kami juga mencanangkan banding,“katanya. (mil/nas/c24/diq)