Gubernur Kumpulkan Seluruh Kepala Dinas
Ada kemungkinan asal uang setoran ke DPRD itu diperoleh dari para pemenang lelang proyek. Namun, KPK akan berhati-hati dalam mengumpulkan alat bukti. ”Tidak mudah untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, butuh dua alat bukti yang mencukupi,” jelasnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memastikan, ada pendalaman soal waktu pemberian uang kepada DPRD. Bisa jadi pemberian setoran itu baru berlangsung setahun atau malah lebih lama lagi sejak tersangka menjabat. ”Sejak sebelumnya itu, dari setahunkah atau lebih lama lagi,” tuturnya. Seperti diketahui, pergantian Kadis terakhir pada 27 Desember 2016. Saat itu 72 Kadis dilantik, termasuk dua Kadis yang kini tersangka.
Menurut Febri, waktu menjadi konstruksi paling penting dalam kasus itu. Sebab, setoran tersebut merupakan transaksi atas fungsi DPRD dalam pengawasan.
”Bila benar setoran sejak lama, ada implikasi lain yang tidak terawasi,” jelasnya.
Selain Kadis dan anggota DPRD, lanjut Febri, KPK bakal menelusuri kasus dugaan keterlibatan pejabat lain. Di antaranya, sekretaris dewan (Sekwan) DPRD. ”Unsur sekretariatnya juga dipelajari, apakah ikut atau tidak,” paparnya.
Mengenai hasil penggeledahan di lima lokasi Rabu lalu (7/6), Febri mengungkapkan bahwa KPK menemukan uang Rp 75 juta di lemari rumah Basuki. Lalu, ada penyerahan uang Rp 100 juta dari rekan Basuki sesama anggota DPRD. Penyidik sudah menyita semua uang tersebut. ”Uang itu dititipkan tersangka kepada rekannya, kami masih telisik apakah hasil dari korupsi atau tidak,” jelasnya.
Di bagian lain, M. Sholeh, pengacara Basuki, menyatakan bahwa pihaknya berupaya menemui Basuki. Namun, hingga saat ini KPK belum mengizinkan. ”Saya menyesalkan mengapa susah sekali bertemu Basuki. KPK berdalih masih dalam masa isolasi,” ujarnya. Padahal, seharusnya sesuai KUHAP, hak kuasa hukum untuk bertemu tersangka dijamin. ”Harusnya, KPK jangan khawatir kuasa hukum memengaruhi tersangka. Sebab, bisa dijaga oleh petugas KPK dalam pertemuan itu,” paparnya.
Terkait kasus tersebut, Sholeh menyatakan bahwa KPK sepatutnya tidak hanya fokus pada Basuki yang memimpin komisi B. Namun, melihat juga komisi lainnya. ”Dugaan suap SKPD itu (terjadi) ke semua komisi, tidak hanya komisi B. Perlu juga melihat semua dinas di luar kewenangan komisi B. Akan terlihat bagaimana kondisinya,” jelasnya. Arahan Gubernur
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengumpulkan seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) kemarin (8/6). Dia memberikan pengarahan yang berkaitan dengan perkembangan kasus penerimaan setoran dari dua kepala dinas kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim Moch. Basuki.
Pertemuan di lantai 7 kantor Setdaprov Jatim itu dilaksanakan secara tertutup. Bahkan, tidak ada satu pun staf yang boleh masuk. Rapat tersebut berlangsung sekitar 1,5 jam. Di antara puluhan kepala OPD yang dikumpulkan itu, Kepala Dinas Perkebunan Samsul Arifin absen. ”Pak Samsul (Kadisbun, Red) ditandai I (izin, Red) di absensinya,” tutur Kabiro Hukum Setdaprov Jatim Himawan Estu Subagio setelah rapat.
Sebaliknya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Ardi Prasetiawan hadir. Sebelum mengikuti rapat di Setdaprov, Jawa Pos sempat memantau sejenak kantor disperindag di Siwalankerto. Dari pengakuan beberapa staf, Ardi sempat memimpin serah terima jabatan (sertijab) sejumlah UPT di bawah disperindag. ”Ya jelas Pak Kadis ada kalau sertijab. Tapi, setelah selesai tadi, nggak tahu ke mana,” terang salah satu kepala UPT.
Soekarwo menyebutkan, pemprov telah berupaya melaksanakan clean governance dan memberantas pungli dengan sistem. Namun, dia mengakui bahwa hal tersebut diterapkan untuk pelayanan kepada masyarakat saja. Sementara itu, untuk internal pemerintahan, terlepas dari pakta integritas, Soekarwo belum menemukan cara yang tepat. ”Semua sistem sudah kami tracking, tapi itu kepada masyarakat. Belum kepada suprastruktur itu,” ucapnya. Karena itu, ketika menerima tekanan yang cukup kuat, pejabat yang bersangkutan akhirnya tidak kuat dan ikut arus.
Menurut dia, dua sosok kepala dinas yang kini telah mendekam di tahanan KPK tersebut sebenarnya sosok yang baik. ”Saya kira, tahu lah kalau Pak Bambang dan Bu Roh itu orangnya sangat sederhana,” ungkapnya.
Lebih lanjut gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo itu berharap kasus tersebut tidak menghambat kinerja di pemprov. Terutama secara psikologis. Sebab, dia yakin bahwa jajaran di bawah kepala dinas pasti terguncang setelah penangkapan tersebut. ”Jangan sampai turun psikologis pegawainya. Repot kalau jadi pimpro saja nggak mau,” tuturnya.
Untuk sanksi terhadap dua kepala dinas itu, pemprov belum memutuskan hingga penetapan terdakwa. Sesuai aturan hukum ASN, pemprov masih berada dalam tahap mengaktifkan pelaksana tugas. Jika sudah diputus terdakwa, barulah ada sanksi lanjutan yang berupa pemecatan inkracht. Hingga kemarin, pihak pemprov belum bisa menghubungi atau bertemu langsung dengan Bambang Heriyanto dan Rohayati. (idr/jun/byu/deb/c10/c11/agm)