Jawa Pos

Anak dan Istri Akhirnya Bersaksi

Dalam Sidang Wali Kota Nonaktif Madiun

-

SURABAYA – Jaksa penuntut umum (JPU) terus mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang dalam yang menjerat Wali Kota (nonaktif) Madiun Bambang Irianto (BI). Kemarin (9/6) istri dan anak BI, Endang Suliestyaw­ati dan Bonie Laksmana, dihadirkan dalam persidanga­n di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo.

Dalam persidanga­n kemarin, Endang ditanyai terkait pembelian aset atas nama dirinya, termasuk beberapa bidang tanah dan mobil. Ibu tiga anak itu mengakui, keluargany­a sering membeli tanah untuk pengembang­an bisnis. Karena itu, lanjut Endang, uang yang digunakan adalah uang perusahaan.

”Pembayaran memang sering dilakukan suami saya (BI, Red),” tuturnya. Termasuk, ungkap Endang, pembelian beberapa mobil mewah seperti Hummer, Mini Cooper, dan Range Rover.

Perempuan yang menikah dengan BI sejak 1972 itu dipercaya suaminya untuk mengelola keuangan. Baik uang dari bisnis maupun gaji selama menjabat wali kota. Uang tesebut terdiri atas dolar Singapura, USD, riyal, dan rupiah. ”Gaji suami, saya yang nerima,” jelasnya.

Bahkan, lanjut Endang, sebelum menikah, BI sering memberi uang. Endang menggunaka­n uang itu untuk membeli aset yang mencapai Rp 160 miliar sebelum suaminya menjadi wali kota Madiun. ”Total kami punya 13 perusahaan, 10 SPBU, dan 3 SPBE. Kami mempekerja­kan 300 karyawan,” urainya.

Sejak BI menjabat wali kota, Endang mempercaya­kan perusahaan itu kepada anaknya, Bonie Laksmana. Namun, dia masih sering meminta uang perusahaan. Bisa lewat Bonie, atau langsung ambil di SPBU. ”Pada 2016 total saya meminta uang ke Bonie sekitar Rp 6 miliar,” jelasnya.

Kuasa hukum BI, Indra Priangkasa, sempat protes karena ada rekening perusahaan yang diblokir KPK. Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Hakim HR Unggul Warso Mukti meminta Endang datang lagi ke persidanga­n sekaligus membawa dokumen perusahaan. Tujuannya, membuktika­n bahwa uang tersebut bukan dari korupsi.

”Kalau memang tidak terbukti, kami akan pertimbang­kan untuk memberikan penetapan pembukaan blokir sehingga bisa menjalanka­n bisnis lagi,” ujar Unggul.

Di sisi lain, Bonie ditanyai cara mengelola dan menjalanka­n bisnis keluargany­a. Dia mengaku mulai mencoba usaha sendiri pada 1992. Saat itu, dia menjalanka­n bisnis jual beli mobil. Pada 1999 Bonie dipercaya untuk mengelola tiga SPBU. ”Saya yang mengembang­kan bisnis SPBU ayah dan ibu,” jelasnya. Bonie juga ditanyai soal penyertaan modal yang diberikan kepada beberapa pengusaha. Mulai jual beli mobil, tambang pasir, hingga tebu.

JPU menduga, ada yang tidak beres dengan praktik Bonie yang sering menyertaka­n modal, tapi tidak pernah mengambil keuntungan sepeser pun. ”Memang ada yang perjanjian­nya uang saya dikembalik­an dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, bebas saja,” terangnya.

Mekanisme di perusahaan keluarga, kata Bonie, memungkink­an setiap anggota keluarga bisa mengambil uang dengan mudah. Baik melalui dirinya maupun mengambil langsung di kasir. Tak heran, ayah dan ibu Bonie sering mengambil uang tanpa sepengetah­uannya. Padahal, setiap bulan dia rutin memberikan uang kepada BI. ”Dari dulu memang begitu, tapi semua tercatat sehingga jelas,” katanya. (aji/c21/diq)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia