Uang Suap untuk Menghentikan Proses Penyelidikan
Suara musik terdengar keras dalam acara perpisahan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu Sendjun Manullang itu. Sampai tiba-tiba datang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pesta tersebut, lalu menangkap salah seorang pejabat tinggi di Kejati Bengkulu.
Pejabat tersebut adalah Kepala Seksi III Bidang Intelijen Kejati Bengkulu Parlin Purba (PP). Dia ditangkap saat duduk di kursinya yang berada tepat di belakang meja Kajati Sendjun karena kasus suap.
Berada di tengah-tengah sekian banyak rekan, Parlin sempat memberikan perlawanan. Namun, semua yang hadir di tempat itu tidak bisa berbuat apa-apa setelah mengetahui bahwa yang menangkap Parlin adalah petugas KPK. Termasuk Kajati Sendjun yang pensiun hari ini (10/6).
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Parlin dilakukan dini hari, pukul 01.00 WIB. Selain Parlin, dua orang juga ditangkap dalam OTT tersebut. Yaitu pejabat pembuat komitmen (PPK) di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Amin Anwari (AA) dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto (PT MPSM) Murni Suhardi (MSU).
”Ketiganya bertemu dalam rangka penyerahan uang,” kata Basaria dalam konferensi pers di Jakarta.
Suap berawal dari proyek yang dikerjakan PT MPSM pada tahun anggaran 2015–2016. Proyek itu di kemudian hari bermasalah. Kejati Bengkulu melalui seksi III intelijen lantas mengusutnya.
Dalam proses hukum, ternyata Kasi III Intelijen Parlin bisa memberikan bantuan. Syaratnya, PT MPSM bersama BWSS VII bisa memberikan sejumlah uang.
”Barang bukti yang kami amankan Rp 10 juta,” ungkap Basaria. Namun, Rp 10 juta itu merupakan sebagian kecil dari nilai komitmen yang diberikan. Diduga, Parlin telah menerima lebih dari Rp 150 juta untuk proyek-proyek lain di BWSS VII. ”Uang tersebut tidak hanya untuk satu proyek, tapi beberapa proyek,” bebernya.
Wakil ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, menuturkan bahwa nilai proyek irigasi BWSS VII mencapai Rp 90 miliar. Proyek itu dikerjakan beberapa kontraktor. Salah satunya PT MPSM. ”Untuk itu, saat ini sedang ditelusuri semua proyeknya,” ucapnya.
Dalam OTT tersebut, selain menangkap tiga orang, KPK menggeledah sejumlah lokasi. Antara lain ruang kepala BWSS VII, ruang Kasi III Intelijen, dan ruang asisten pidana umum (Aspidum) Kejati Bengkulu. ” Tiga ruang itu telah disegel. Tim akan kembali berangkat untuk mencari barang bukti” ungkapnya.
Adakah keterlibatan jaksa lain? Dia menjelaskan bahwa saat ini kemungkinan itu sedang didalami. ” Ya, semua bahan dikumpulkan,” terangnya.
Alexander menegaskan, kasus itu menjadi pembelajaran bagi semua penegak hukum. Penegak hukum jangan menggunakan kewenangan untuk mendapatkan keuntungan. ”Jangan jadikan jabatan sebagai sarana mendapatkan uang,” terangnya.
Sumber dari KPK menyebutkan, Parlin melakukan semacam pemerasan setelah mengetahui adanya masalah dalam proyekproyek tersebut. ”Jadi, kewenangan Kasi Intel itu mencari informasi terjadinya pidana seperti korupsi. Tapi, informasi awal itu kemudian dijadikan alat memeras,” tuturnya.
Artinya, sebelum menjadi sebuah kasus pidana korupsi, Kasi Intel melakukan perjanjian untuk menghentikan kasus sebelum penyelidikan dimulai. ”Belum sampai ke penyelidikan dan penyidikan, sudah berhenti duluan,” ungkap sumber KPK yang tidak ingin disebutkan namanya.
Modus pemerasan itu mirip dengan yang dilakukan jaksa Ahmad Fauzi di Kejati Jatim. Dia memeras Abdul Manaf senilai Rp 1,5 miliar. Manaf adalah pembeli tanah kas desa di Desa Kalimook, Kabupaten Sumenep, yang penuh manipulasi.
Sementara itu, kemarin Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Widyo Pramono langsung mendatangi KPK. Basaria menjelaskan, Widyo datang untuk mendiskusikan kemungkinan kasus tersebut ditangani Kejagung. ”Namun, setelah diskusi panjang, hasilnya, kasus itu tetap ditangani KPK,” paparnya.
Widyo mengatakan bahwa pihaknya mendatangi KPK untuk berkoordinasi terkait dengan OTT terhadap jaksa di Kejati Bengkulu tersebut. ”Kami menghormati proses di KPK,” ujarnya.
Apakah jaksa nakal itu akan langsung dipecat? Dia menjelaskan, Indonesia merupakan negara hukum. Tentu prosedurnya harus dilihat hingga kasus tersebut sampai di persidangan. ”Nanti vonis yang akan menjadi dasar pemecatan,” ujarnya.
Kendati begitu, dia membenarkan bahwa banyak jaksa nakal yang terus melakukan pemerasan. Menurut dia, sebenarnya kesejahteraan jaksa sudah tercukupi. ”Ada gaji, ada tunjangan, dan sebagainya,” tuturnya.
Menurut dia, kasus yang terulang pada jaksa tersebut mungkin terjadi karena faktor mental. Karena itu, ke depan persoalan mental perlu diperbaiki. ” Ya, ini kemungkinan membutuhkan revolusi mental,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak menegaskan bahwa perbuatan jaksa tersebut telah mencoreng wajah kejaksaan di tengah upaya kerasnya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. ”Masyarakat harus melihat ini perbuatan oknum. Untuk itu, harus ditindak tegas,” katanya.
Barita menambahkan, pendi- dikan yang diberikan kejaksaan sebenarnya sudah cukup mumpuni. Namun, semuanya masih bergantung integritas pribadi setiap jaksa. Selain itu, mekanisme pengawasan di seluruh level struktural Kejagung harus diperkuat. ”Biar tidak ada kesempatan sekecil apa pun untuk melakukan perbuatan tercela dan memalukan seperti ini,” katanya. Barita meminta Kejagung segera menjatuhkan sanksi tegas ketika status tersangka resmi ditetapkan kepada oknum tersebut.
Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membenarkan bahwa ada stafnya yang ditangkap KPK. Namun, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra Saleh Atmawidjaja tidak mau menyatakan bahwa Amin Anwari-lah yang kena OTT. ”Kami sedang monitor terus,” ujar dia.
Dari laman lelang elektronik Kementerian PUPR, Amin tercatat pernah menjadi PPK untuk proyek senilai Rp 47 miliar pada 2015. Dana itu diperuntukkan 14 proyek rehabilitasi jaringan irigasi di Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara.
Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti Eko Susetyowati yang dikonfirmasi secara terpisah menuturkan bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum KPK. Dia tidak mau berkomentar tentang kemungkinan pendampingan hukum. ”Kita ikuti proses hukumnya,” ucap dia. (idr/jun/ tau/dtk.cuy/JPG/c11/ang)