Tunda Dulu Peminjaman Mobdin
Sekwan DPRD Surabaya Kaji PP No 18 Tahun 2017
SURABAYA – Puluhan mobil dinas (mobdin) gres yang seharusnya dipinjamkan ke anggota DPRD Surabaya, rupanya, belum bisa terealisasi. Pemkot memberikan sinyal bakal menunda pemberian Toyota Innova keluaran 2017 itu hingga ada regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017. Melalui aturan tersebut, sistem pemberian fasilitas mobil pinjam pakai seperti yang berlangsung selama ini bakal diubah menjadi pemberian tunjangan transportasi.
Tunjangan transportasi yang diberikan kepada DPRD diwujudkan dalam bentuk uang. Duit itu dibayarkan setiap bulan sesuai dengan standar harga sewa kendaraan yang berlaku di Surabaya.
Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Surabaya Hadi Siswanto mengatakan bahwa kesekretariatan DPRD terpaksa menunda pelaksa- naan program peremajaan mobil dinas tersebut. Dia tidak ingin program tersebut nanti dikatakan melanggar peraturan pemerintah yang diberlakukan sejak 2 Juni 2017
Karena itu, dia menyatakan sedang berkonsentrasi untuk mengkaji semua isi PP tersebut. Terutama soal ketentuan fasilitas dan tunjangan yang bisa diberikan kepada anggota dewan di daerah.
Salah satu yang disoroti adalah pasal 29 aturan tersebut yang menyebutkan bahwa PP harus disesuaikan dengan peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada). Masa penyesuaian tersebut tiga bulan terhitung sejak PP diundangkan. Itu berarti pemerintah daerah punya waktu hingga Agustus 2017.
’’Kami melihat ada kebutuhan yang mendesak di sini. Karena itu, entah inisiatif DPRD atau pemkot, saya harap perda mengenai ketentuan di PP segera diajukan dan dibahas,’’ ungkapnya.
Lalu, apakah selama pembahasan peraturan itu mobil dinas bisa dipinjam pakaikan kepada para anggota dewan? Hadi mengatakan bahwa pihaknya sangat mungkin tidak bisa menerima armada baru mobil karena belum ada peraturan daerah. Karena itu, para anggota dewan harus bersabar untuk bisa mengendarai mobil anyarnya. ’’Nanti, kalau sudah ada peraturan daerah yang mengatur soal itu, baru bisa dibicarakan. Yang jelas, saat ini pengertian tunjangan transportasi dalam PP memang adalah pemberian dana,’’ ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi A Adi Sutarwijono menjelaskan, tafsir dari PP tersebut masih lebar untuk diartikan secara spesifik. Dia bersikukuh bahwa tunjangan transportasi yang ditulis dalam PP tersebut bisa saja berupa mobil yang disewakan untuk keperluan dinas para anggota dewan. Karena itu, lanjut dia, perlu adanya penegasan lagi dalam peraturan daerah. ’’Kalau dari kami sih, berupa mobil atau uang diterima-terima saja. Tinggal mau menguntungkan siapa? Negara atau anggota DPRDnya?’’ ujarnya.
Politikus PDIP itu memaparkan, dengan meminjamkan kendaraan dinas kepada anggota dewan, fasilitas tersebut masih menjadi milik pemkot. Dengan demikian, pemerintah bisa mendapatkan atau menjual kembali mobil-mobil tersebut. Yang jelas, anggota dewan tidak bisa memanfaatkan fasilitas tersebut untuk kepentingan permanen mereka.
’’Nah, tunjangan transportasi kan bisa dimanfaatkan secara pribadi oleh anggota. Yang jelas, kalau memang (mobil dinas) harus dikembalikan karena regulasi, ya pastinya kami kembalikan,’’ tegasnya.
Anggota Komisi C Vinsensius Awey menambahkan bahwa sebenarnya dirinya belum memerlukan mobil dinas. ’’Saya setuju adanya peremajaan mobil karena banyak yang mengeluh perawatannya sangat mahal. Saya juga setuju adanya peminjaman mobil. Tetapi, peminjaman itu tentu saja bagi yang perlu. Kalau seperti saya yang sudah punya mobil sendiri, buat apa diberi?’’ ungkapnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Surabaya Hendro Gunawan juga merapatkan masalah itu dengan jajarannya kemarin. Dia belum menentukan kebijakan terkait dengan aturan baru itu. ’’Kami harus konsultasikan itu dulu,’’ jelasnya.
Selama ini pemberian tunjangan transportasi memang belum dianggarkan di APBD. Karena itu, besaran tunjangan itu juga belum diketahui. ’’Yang penting pemerintah pusat harus bisa menjabarkan metode perhitungannya,’’ jelas mantan kepala bappeko itu.
Sementara itu, Pakar Hukum Pemerintahan Universitas Airlangga (Unair) Suparto Wijoyo menilai, pemberian mobil dinas atau tunjangan transportasi tidak tepat dilakukan saat ini. Dia menilai, kondisi DPRD sedang disorot masyarakat. Seharusnya momentum ini digunakan anggota dewan untuk menjernihkan situasi. Dewan seharusnya menjadi teladan publik untuk tidak menghabiskan dana publik dengan alasan peningkatan kinerja. ’’Saya rasa dengan tunjangan yang ada saat ini sebenarnya anggota dewan sudah cukup,’’ ujarnya. (bil/sal/c4/git)