Jawa Pos

Setengah Tahun, Gunungan Sampah Naik 5 Meter

Gunungan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) Griyo Mulyo, Desa Kupang, Jabon, sudah mengkhawat­irkan. Dibutuhkan upaya ekstra untuk mengatasi tumpukan sampah setinggi 25 meter tersebut.

-

TERIK matahari menyinari gunungan sampah. Pemandanga­n tersebut bisa dijumpai di tempat pemrosesan akhir (TPA) Griyo Mulyo, Desa Kupang, Jabon. Di sana terdapat sampah residu yang sudah diolah dan sampah rumah tangga yang belum dipilah.

Ketinggian gunungan sampah itu sudah mencapai 25 meter. Terlihat beberapa pemulung yang membangun tenda. Ketika truk sampah datang dan menuangkan berton-ton muatannya, para pemulung langsung berkerumun bak semut yang mengerubun­gi gula. Tak peduli ada alat berat, mereka bergerak cepat saat melihat sampah yang bernilai menghujani tempat tersebut. Termasuk Wahyu Irwanto dan istrinya, Nurul.

Pasangan berusia 42 tahun itu belum mau meninggalk­an gunungan sampah yang telah menjadi tempat mencari nafkah sehari-hari. Mereka mendirikan tenda di sana. Tenda tersebut terbuat dari bambu dan beberapa tambahan kayu bekas pembanguna­n rumah. Terpal biru yang sudah lusuh menjadi atap sekaligus penutup sebagian gubuk. ’’Di sini sejak delapan tahun lalu. Jadi, sudah biasa sama bau dan panasnya,” ujar Wahyu.

Kepala UPT TPA Griyo Mulyo Slamet Hariyanto menyebutka­n, sudah lama para pemulung bermukim di sana. Kini, terdapat lebih dari 80 pemulung. ’’Sudah belasan tahun di sini. Ya membantu mengurangi sampah. Tapi kadang merepotkan juga, soalnya nurut,” tuturnya saat ditemui kemarin (9/6).

Setiap hari para pemulung itu bisa meraup uang Rp 100 ribu. Namun, ternyata jumlah sampah di sana tidak banyak berkurang. ’’Pemulung hanya bisa berkontrib­usi mengambil sampah kering. Itu pun cuma 1–5 persen dari total yang masuk per hari,” terang Slamet.

Berdasar perhitunga­n Slamet, setiap hari para pemulung hanya bisa menjual 5 hingga 10 ton. Padahal, dalam sehari, ada lebih dari 500 ton sampah yang masuk. Tak heran, ketinggian sampah bisa naik hingga 5 meter dalam enam bulan.

Hal itu juga dipengaruh­i banyaknya tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang dibangun. Menurut Slamet, ada beberapa TPST yang masih membuang sampah di sana. ’’TPST buangnya sampah residu, jadi sudah dipilah. Lha kalau yang nggak membuang, malah dipertanya­kan,” ucapnya.

Dari hasil pengamatan Slamet dan timnya, banyaknya desa yang tidak membuang sampah sama sekali bukan berarti zero waste. ’’Buangnya ke mana coba? Paling ya ke kali atau lahan kosong. Hanya pasar yang larinya ke sini,” katanya. Dengan kondisi tersebut, dalam sepuluh tahun terakhir, pemkab perlu mencari lahan baru untuk menampung sampah warga Kabupaten Sidoarjo.

Namun, situasi itu tak bisa terus dilanjutka­n. Masyarakat perlu menyadari bahwa memilah dan mengelola sampah bukan kewajiban pemerintah semata.

(via/c18/ai)

 ??  ?? nggak HANUNG HAMBARA/JAWA POS OVERLOAD: Pemulung bergerak cepat ketika truk menurunkan sampah di TPA Griyo Mulyo.
nggak HANUNG HAMBARA/JAWA POS OVERLOAD: Pemulung bergerak cepat ketika truk menurunkan sampah di TPA Griyo Mulyo.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia