Kirim Proposal untuk Pemda dan Pemprov
Di antaranya, para pelukis dari Surabaya, Sidoarjo, Singosari (Kabupaten Malang), Malang, Batu, Bondowoso, Ponorogo, dan Lumajang. Mereka merupakan hasil saringan dari sekitar 200 pelukis Jawa Timur yang tergabung dalam komunitas tersebut.
Event tersebut diharapkan bisa menjadi promosi wisata, khususnya tentang seni dan kebudayaan Jawa Timur. ”Masyarakat Indonesia di sana sangat menanti kedatangan kami,” terang Ketua Koperjati Muit Arsa.
Pelukis kelahiran 17 Agustus 1971 itu sedang mengupayakan pengajuan dukungan untuk memberangkatkan karya-karya para pelukis Jawa Timur ke Dallas. ”Yang paling berat adalah biaya akomodasi. Kami sedang mengupayakan pengajuan bantuan dari pemerintah kota maupun provinsi. Semoga ada kepedulian,” paparnya. Selain itu, lanjut dia, Koperjati mengharapkan bantuan dari Dinas Kebudayaan Jawa Timur (Disbudpar Jatim) untuk mengirim delegasi penari guna ditampilkan pada saat acara pembukaan.
Hingga kemarin (9/6) persiapan yang telah dilakukan selama empat bulan mulai terlihat. Sembari menyeruput kopi, para seniman berdiskusi. Atas kesadaran diri sendiri, satu per satu mempresentasikan karya. Para seniman yang datang dari berbagai kota di Jawa Timur itu terlihat sangat antusias mempersiapkan karya terbaik.
”Persiapan terkait bahan yang akan dipamerkan sudah hampir 90 persen,” ujar Muit Arsa. Sebagian karya yang sudah jadi secara fisik dibawa dan didiskusikan. Karya yang masih dalam proses pembuatan dipresentasikan secara digital.
Karya-karya tersebut tentu punya aliran, konsep, dan media yang beragam. Setiap perupa diminta untuk mempresentasikan dua karya. Setelah itu, tim dari komunitas akan menyeleksi dan memilih satu lukisan untuk dikirim ke Dallas. Para pelukis membawa rancangan atau lukisan yang sudah jadi dalam ukuran yang sudah ditentukan. ”Ukuran disesuaikan dengan dimensi ruang pameran. Jadi, para perupa tidak bisa memilih ukuran,” jelasnya. Meski demikian, tema yang diusung harus seragam. Yakni, tentang kebudayaan atau kehidupan di Jawa Timur.
Selain menjadi ketua Koperjati, Muit merupakan pelukis spesialisasi model perempuan. Aliran yang diusungnya adalah exotic art atau exo art. Objeknya perempuan. Hampir semua karyanya mengeksplorasi berbagai sudut pandang tentang perempuan. Termasuk keindahan tubuhnya.
Tak meninggalkan jati diri, dia membawa karya yang berjudul Welcome to Indonesia. Sosok perempuan manis berbalut kostum wayang tampak tersenyum ramah di kanvas berukuran 110 x 140 sentimeter. Mirip sosok Sinta pada kisah pewayangan Ramayana. Sosok tersebut merupakan gambaran seorang dewi dengan keramahannya yang sedang menyambut kehadiran wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
Karya yang lain datang dari Agus Desoe. Lukisan tersebut diberi judul Langit Kembali Biru. Pada kanvas berukuran 90 x 120 sentimeter, tampak sosok elok Patung Liberty. Uniknya, patung kebanggaan Amerika Serikat itu dilukis dengan mengenakan batik parang. Ya, Agus memang terkenal dengan lukisan surealisme yang banyak menghasilkan kejutan.
Patung itu membawa buku yang berjudul Buku Pintar. Judul tersebut multitafsir. Agus membebaskan siapa saja yang melihat untuk mengartikannya. ”Misalnya, buku pintar bisa saja ditafsirkan sebagai buku seribu mimpi, primbon, buku pelajaran, bahkan kamasutra,” papar pria 44 tahun tersebut.
Melalui lukisannya, perupa asal Kota Batu itu bermimpi kelak Indonesia bisa maju seperti Amerika. Itu adalah mimpi yang dia dapatkan ketika tidur. Mimpi tersebut kemudian menjadi inspirasi untuk membuat lukisan itu. ”Kalau toh mimpi itu terlalu jauh, setidaknya kita (AmerikaIndonesia, Red) bisa menjalin relasi dengan baik,” tambahnya, lalu tersenyum.
Sementara itu, pelukis asal Surabaya, Dewi Ulantina, menghadirkan karya dengan karakternya yang khas. Warna-warna ceria tergores di atas kanvas hitam. Dewi menyebut karya-karyanya memiliki aliran naif. Sesuai penafsirannya, dia kerap menghadirkan sosok anak kecil. Pribadi yang dikenal masih lugu dan apa adanya menjadi daya tarik di setiap karya yang dibuat Dewi.
Pada saat diskusi beberapa waktu lalu, karya Dewi masih setengah jadi. Namun, sudah terlihat sosok anak perempuan yang mengenakan kebaya. ”Ini rencananya saya mau bikin si anak membawa mainan tradisional di tangan,” jelasnya. Sebagai seorang seniman, Dewi berharap proyek itu dapat menjadi batu pijakan untuk melangkah lebih jauh. Bukan hanya membawa nama pribadi, yang terpenting mem- branding Indonesia sebagai negara yang kaya budaya di mata dunia. (*/c6/dos)