Jawa Pos

Tak Hanya Religi, tapi Juga Ekonomi

-

PENDAMPING­AN keluarga napi teroris tidak terbatas pada pendekatan ideologi dann religi, tapi juga ekonomi. Sebab, sering kali keluarga kehilangan mata pencaharia­n setelahtel­ah ditinggal suamimi yang masuk penjaraara

M. Khoirul Huda, pendamping keluarga napi teroris dari Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), adalah sosok yang berfokus dalam pemberdaya­an ekonomi keluarga napi teroris.

Menurut Irul, sapaan Khoirul Huda, istri juga harus berperan sebagai kepala keluarga ketika suaminya dipenjara. Karena itu, dia harus memiliki sumber mata pencaharia­n. ”Intinya, istri harus mandiri secara ekonomi,” ujarnya saat ditemui di kantor YPP, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).

Selama ini, lanjut Irul, banyak juga keluarga napi teroris yang mendapat bantuan ekonomi dari teman-teman kelompok suaminya yang juga berpaham radikal. Akibatnya, dia akan tetap hidup dalam lingkungan orang-orang radikal. ”Kalau tidak mandiri, istri tak akan punya kekuatan ketika berdiskusi dengan suami. Misalnya tentang paham radikal yang dianut,” tuturnya.

Pemuda kelahiran Kediri, 22 April 1987, itu hampir dua tahun terakhir mendamping­i keluarga napi teroris. Saat ini Irul masih mendamping­i keluarga napi kasus bom buku Utan Kayu pada Maret 2011. Napi tersebut menjadi perancang bom buku yang juga dikirim ke artis Ahmad Dhani dan bom di Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan.

Sudah lama YPP melakukan pendekatan kepada napi yang divonis 12 tahun penjara itu. Sebelum akhirnya mendapatka­n izin untuk bisa mendamping­i keluargany­a. ”Istrinya pengin diberdayak­an secara ekonomi,” ujar alumnus Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatull­ah Jakarta tersebut.

Irul mengisahka­n, dirinya datang sendiri ke rumah keluarga napi di daerah Gunung Sindur, Bogor, awal 2016. Saat bertamu itu, dia ditemui istri napi teroris dan keluargany­a. ”Setelah ngobrol, ternyata sang istri tersebut ingin membuka jasa bekam,” katanya.

Ide itu disambut dengan realisasi. Irul memfasilit­asi pelatihan bekam, termasuk biaya. Peralatan untuk bekam pun diberikan secara gratis. Meskipun ada kekhawatir­an dengan membuka jasa bekam itu malah akan mende- katkan pada kelompok-kelompok suaminya. ” Ternyata tidak bertahan lama usaha bekam itu,” ucap Irul. Perempuan yang punya tiga anak tersebut kini berbisnis baju muslimah.

Sambil memberikan pendamping­an ekonomi, Irul memainkan peran untuk menangkal radikalism­e. Dia mengidenti­fikasi kondisi keluarga tersebut. Khususnya tiga anak yang dijaga agar tidak terseret pada paham radikal. Dari tiga anak –semua laki-laki– itu, yang paling besar sudah duduk di bangku SMP. Anak kedua kelas V SD dan anak terakhir masih di taman kanak-kanak. ”Yang paling berpotensi menjadi ikut radikal itu anak pertama,” ungkap Irul yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. (jun/c9/owi)

 ??  ?? M. Khoirul Huda
M. Khoirul Huda

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia