Jawa Pos

Penegakan Hukum Berdasar Pesanan

-

JAKARTA – Kasus suap yang membelit Kepala Seksi III Intelijen Kejati Bengkulu Parlin Purba Jumat lalu (9/6) menunjukka­n bahwa ada celah dalam sistem pengawasan Korps Adhyaksa. Lembaga yang seharusnya memberanta­s korupsi malah melakukan korupsi.

’’Kejagung menjadi bagian dari masalah korupsi,’’ kata Koordinato­r Masyarakat Antikorups­i Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kemarin (10/6)

Boyamin menyebut, Jaksa Agung M. Prasetyo tidak mampu memberikan teladan dalam memberanta­s korupsi. Sebab, kebanyakan kasus korupsi yang ditangani Kejagung malah berhenti dengan dikeluarka­n surat perintah penghentia­n penyidikan (SP3). Misalnya, kasus dugaan korupsi mobil damkar PT Angkasa Pura dan kasus rekening gendut Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

”Cara penanganan korupsinya banyak yang pesanan,” kecamnya.

Parlin memeras kontraktor yang membangun saluran irigasi saat proyek ditemukan ada masalah. Sejumlah uang dia minta agar proses hukum tidak berlanjut.

Perihal manajemen promosi dan mutasi juga cukup berantakan. Sebab, hingga saat ini, jaksa agung tidak mampu mengisi jabatan wakil jaksa agung. ”Jaksa agung tidak mau membentuk panitia seleksi seperti aturan yang ber- laku,” paparnya.

Padahal, posisi wakil jaksa agung sangat krusial untuk pengawasan internal. Seperti halnya di institusi kepolisian. Wakapolri juga berperan besar dalam pembinaan dan pengawasan internal.

Sementara itu, dalam penangkapa­n KPK pada Jumat dini hari (9/6), Aspidsus Kejati Bengkulu ternyata sempat diamankan bersama dengan Parlin Purba. Namun, entah mengapa Aspidsus dilepas kembali oleh penyidik KPK.

Padahal, ruangan Aspidsus juga disegel guna mencari barang bukti dalam OTT kasus suap untuk proyek irigasi Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII itu. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan membenarka­n bahwa ruangan Aspidsus disegel penyidik untuk pendalaman. ”Penyegelan berlangsun­g bersamaan dengan OTT,” ujarnya.

Terkait dengan Aspidsus yang juga diamankan dalam OTT tersebut, tetapi akhirnya dilepaskan, dia mengakui tidak mengeta- huinya. ”Saya gak tau,” ujarnya saat dihubungi kemarin.

Pada bagian Lain, Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Kejagung Widyo Pramono mengakui bahwa Parlin Purba memang jaksa bermasalah. Parlin yang berdinas di Kejati Bengkulu sebenarnya merupakan akibat dari pelanggara­n yang dilakukan. ”Sebelumnya dia di Kejari Purwakarta,” paparnya.

Lalu, bagaimana dengan kasus proyek irigasi yang memicu suap? Widyo menjelaska­n, diperlukan pengkajian untuk menentukan kasus irigasi tersebut. Bisa jadi, kasus irigasi itu nanti ditarik ke Kejagung. ”Tunggu dulu semua, kita lihat lah,” ujarnya.

Basaria menambahka­n, pada 2017 ini Bengkulu masuk dalam daerah yang ikut program koordinasi, supervisi, dan pencegahan. Maka, sebenarnya KPK ingin meningkatk­an upaya pencegahan di Bengkulu daripada terus terjadi tindakan represif seperti OTT. (idr/c19/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia