Cukur Kumis sebelum Tampil
Ada marahnya, ada lucunya, ada cerita cintanya, ada juga jogetnya. Lalu, pastinya, ada pengetahuan bahwa keberagaman telah ada di Nusantara sejak dulu kala. Komplet. Itulah yang tergambar dalam pementasan Sam Po Kong oleh Dapur Teater Remy Sylado kemarin
TEPUK tangan riuh diberikan penonton setelah pementasan usai. Waktu diskusi singkat berlangsung antara Remy Sylado, Dahlan Iskan, dan pemain, penonton pun memberikan apresiasi. Remy memang bertangan dingin. Pada usia 71 tahun, dia masih amat produktif dalam menulis dan mengarang lagu, termasuk meng- handle pementasan teater. Hal itu terbukti di Ciputra Hall-Performing Art Centre kemarin. Sebelum teater dimulai, penonton disuguhi penampilan tari dari murid Sekolah Ciputra serta penampilan dance mapping oleh LZY Visual Works.
”Pertunjukan yang menarik dan sangat bagus. Di balik orang-orang hebat (para pemain, Red), terdapat pria yang hebat pula. Pria itu adalah Remy Sylado,” kata salah seorang penonton, Nur Awi, dari Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia.
Di balik kesuksesan pementasan tersebut, banyak sisi menarik yang terjadi di balik panggung. Mendekati waktu pementasan tak menjadi waktu yang menegangkan buat para pemain. Di backstage, mereka saling membantu merias wajah. Bahkan, Jose Rizal Manua yang berperan sebagai Raja Wikramawardhana sempat cukur kumis.
Area backstage tak ubahnya tempat paling nyaman untuk ” nge-charge” tenaga. Para pemain datang sejak pukul 08.00. Setelah memakai make-up, beberapa pemain tidur siang untuk menanti jam pertunjukan. Mereka tergeletak begitu saja di lantai tanpa alas dengan berkostum lengkap. Termasuk sang Raja Wikramawardhana yang ngglethak di bawah piano.
Sebelum pementasan, ritual berdoa bersama tak boleh absen. Para pemain dan penari berkumpul. Doa diucapkan tiga kali. Pertama dengan cara Islam, Nasrani, lalu Buddha. ”Karena ada tiga agama yang berbeda di sini, berdoanya harus tiga kali. Besok kalau misal ada pemain Hindu, itu berarti doanya empat kali,” tutur Remy.
Keberagaman tak hanya terlihat dari sisi kepercayaan. Latar belakang profesi pun bermacam-macam. Mulai profesor, dosen, pengacara, hingga tukang sunat. Sementara itu, penari merupakan gabungan siswa dari berbagai sekolah negeri dan swasta di Surabaya.
Mereka dipertemukan dalam teater musikal Sam Po Kong dengan satu tujuan. Yakni, kesadaran menyampaikan nilainilai kebinekaan dalam sejarah lewat seni. Kobaran nilai-nilai kebangsaan tak hanya berhenti dari dialog yang terlontar. Pementasan tersebut tidak hanya mengingatkan bahwa keindahan dan kekuatan Indonesia adalah keberagamannya. Tapi juga menanamkan sikap toleransi untuk masyarakat.