Rangkai Tradisi Ramadan
SELAIN petilasan, Sunan Giri meninggalkan tradisi yang masih lestari hingga kini. Mulai tradisi kolak ayam, malem selawe (malam ke-25 Ramadan), hingga pasar bandeng. Warga setempat masih merayakan tradisi itu setiap tahun.
Pada malam ke-23 Ramadan, warga Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, memiliki menu berbuka yang khas. Yakni, kolak berbahan ayam. Yang memasak pun harus laki-laki. ”Itu peninggalan Sunan Giri II (Sunan Dalem, putra Sunan Giri, Red),” ujar Kris Adji, ketua Yayasan Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger).
Kolak ayam atau yang sering disebut sangringan berbeda dengan kolak pada umumnya. Bahan yang digunakan cukup khas. Mulai gula merah, jintan, daun bawang merah, santan kelapa, hingga ayam kampung. Nasi dan ketan menjadi pelengkap kolak ayam.
Selain tradisi kolak ayam, masyarakat masih mempertahankan tradisi malem selawe. Pada malam ke-25 Ramadan, warga berbondongbondong menuju makam Sunan Giri dan masjid Giri di bukit Giri Gajah. Tepatnya di Desa Giri, Kecamatan Kebomas.
Ribuan jamaah dari berbagai daerah datang untuk berdoa dan mencari berkah. Pada malam ke-25, umat Islam memercayai adanya keistimewaan. ”Orang-orang mencari berkah malam Lailatul Qadar. Keutamaannya lebih baik dari seribu malam,” kata Achmad Shobirin, wakil ketua Yayasan Makam Sunan Giri. Tradisi malem selawe sudah ada sejak zaman Sunan Giri berdakwah.
Pada malam ke-27, ada satu tradisi yang tidak kalah menarik. Pada tiga hari menjelang Lebaran, warga kota Giri selalu mengadakan pasar bandeng. Ratusan petambak dari berbagai penjuru berkumpul.
Shobirin melanjutkan, ada yang menyebut pasar bandeng sudah ada sejak zaman Sunan Giri. Namun, versi lain mengatakan bahwa pasar bandeng digagas Sunan Prapen. ” Yang jelas, itu bagian dari kearifan lokal Gresik,” katanya. (adi/c10/dos)