Jawa Pos

Harga Pangan Susah Turun

Pedagang Masih Kesulitan Ikuti HET

-

JAKARTA – Pedagang di pasar mengaku sulit menurunkan harga jual bahan pangan sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan pemerintah. Alasannya, pemasok tempat mereka membeli masih memberikan harga relatif lebih tinggi bila dibandingk­an dengan harga eceran tertinggi (HET). Misalnya bawang putih. Meski di sejumlah tempat seperti pasar induk pemerintah mengklaim harganya sudah sesuai HET, faktanya masih jauh di atas itu.

”Di sini bawang putih masih Rp 60 ribuan per kg dari pemasoknya. Jadi, pedagang jualnya Rp 65 ribu–Rp 70 ribu per kg,” ujar Ida, salah seorang pedagang di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, kemarin. Ida menceritak­an, harga bawang putih dari pemasok sempat turun seminggu lalu. ”Turun sekitar Rp 5.000 per kg. Tapi, sekarang naik lagi,” ujar Ida.

Harga cabai juga sering naik turun. Biasanya, dari pemasok pedagang mendapatka­n harga Rp 60 ribu per kg untuk cabai merah. ”Empat hari lalu turun jadi Rp 35 ribu–Rp 40 ribu per kg, tapi besoknya sudah naik lagi jadi Rp 60 ribu per kg,” ujar Ida. Hal yang sama terpantau di pasar-pasar lain. Di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, beras medium dijual Rp 11.000 per kg. Padahal, HET yang dipatok pemerintah Rp 9.500 per kg.

Begitu pula dengan daging. Harga di pasar masih di atas HET Rp 80.000 per kg. ”Harga daging beku Rp 100.000 per kg, kalau daging sapi Rp 120.000 per kg. Susah mengikuti harga pemerintah. Kadang harga segitu aja pedagang masih bisa rugi kalau stoknya jelek,” ujar Marwan, pedagang daging di Pasar Kramat Jati.

Dirjen Perdaganga­n Dalam Negeri Kementeria­n Perdaganga­n Tjahya Widayanti menyatakan, HET yang ditetapkan pemerintah memang masih terpusat untuk pasar ritel modern. Pada pedagang eceran di tingkat pasar tradisiona­l dan warung, masih diperlukan waktu agar HET bisa benar-benar diterapkan.

Menurut Tjahya, harga di pasar tradisiona­l tinggi lantaran ada perbedaan masing-masing stok. Kelangkaan stok mengakibat­kan pedagang mematok harga lebih mahal. ”Kami berharap distributo­r barang kebutuhan pokok tidak menimbun. Karena itu dapat menyebabka­n kurangnya pasokan ke pasar, yang bisa menaikkan harga,” ujar Tjahya.

Kemendag memprediks­i kebutuhan bahan pokok meningkatv hingga 30 persen pada Ramadan. Puncaknya 10 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Peningkata­n kebutuhan bahan pokok itu rawan disalahgun­akan distributo­r dan pedagang. Tjahya menambahka­n, menteri perdaganga­n sudah menyiapkan strategi agar tidak ada yang menimbun barang dan memainkan harga. ”Sepuluh hari jelang Lebaran staf Kementeria­n Perdaganga­n akan turun ke daerah untuk memastikan setiap hari barang itu ada bersama Satgas Pangan,” ucapnya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan menjamin bahwa dibukanya keran impor daging kerbau tidak menyulitka­n peternak lokal. Dirjen PKH I Ketut Diarmita berjanji mempriorit­askan stok dari peternak lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. ”Impor daging ini cuma sementara,” katanya. (agf/tau/c10/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia