Prioritas Bayar 19 Tanah Warga
Pemerintah Tak Mau Ambil Alih Kerugian Pengusaha
SIDOARJO – Upaya pansus lumpur Lapindo mengegolkan ganti rugi untuk pengusaha kembali menemui rintangan. Saat mereka berkunjung ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jumat (10/6), pemerintah menyatakan tetap tidak memberikan ganti rugi kepada pengusaha korban lumpur. Pertimbangannya, pengusaha dan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) sudah menyepakati pembayaran ganti rugi dilakukan secara business-to-business ( B-to-B).
Wakil Ketua Pansus Dhamroni Chudlori mengungkapkan, Kepala Bidang Standardisasi dan Kerja Sama Kemen PUPR Dery Indrawan-lah yang menerima kedatangan tim tersebut. Dalam pertemuan itu, Dery menyampaikan hasil rapat ganti rugi korban lumpur antara Kemen PUPR dan presiden. ”Presiden kaget bahwa masih banyak korban lumpur yang belum mendapatkan ganti rugi,” ucapnya.
Yang menjadi perhatian presiden adalah korban di dalam peta area terdampak (PAT) yang ganti ruginya belum lunas. Berdasar data yang dihimpun, masih ada 244 berkas warga senilai Rp 54 miliar yang belum terbayar. Penyebabnya adalah masalah verifikasi dan ne gosiasi. Selanjutnya, ada 19 berkas milik warga yang sama sekali belum terbayar. Nominalnya mencapai Rp 9,8 miliar. Aset Perumtas I senilai Rp 270 miliar yang tenggelam juga belum dibayar.
Politikus PKB itu menyatakan, presiden berjanji segera menuntaskan persoalan tersebut. Pemerintah akan memberikan dana talangan. Namun, pelunasannya tidak dalam tahun ini. Damroni mengungkapkan, saat ini pemerintah memprioritaskan 19 berkas yang belum sama sekali terbayar. ”Yang 9,8 miliar dituntaskan terlebih dulu,” ucapnya.
Sayang, bantuan yang dijanjikan pemerintah itu tidak menyentuh nasib pengusaha korban lumpur Lapindo. Menurut pria asal Tulangan tersebut, presiden tetap pada keputusannya. Yakni, tidak menanggung pelunasan pengusaha. Pertimbangannya, ada mekanisme pembayaran B-to-B yang sudah disepakati antara pengusaha dan PT MLJ.
Nasib 59 tanah wakaf juga masih buram. Mekanisme ganti ruginya diubah. Semula diminta menyiapkan tanah pengganti. Saat ini ganti rugi dilakukan secara ruilslag atau tukar guling. ”Itu pun masih menunggu petunjuk teknis dari Kemen PUPR,” jelasnya. (aph/c10/ai)