Adu Pintar Kelola Elektabilitas
KASUS Pilkada DKI Jakarta 2017 benarbenar menjadi pelajaran bagi calon kepala daerah yang akan bertarung pada 2018. Elektabilitas tinggi di awal bukan jaminan untuk terpilih. Kepintaran mengelola isu akan sangat menentukan tingginya elektabilitas hingga pada hari pemilihan.
Pada awal-awal masa pencalonan pilkada DKI Jakarta, banyak lembaga survei yang memublikasikan betapa tingginya elektabilitas pasangan Basuki Tjahaja PurnamaDjarot Saiful Hidayat. Bahkan, angkanya lebih dari 50 persen. Seiring dengan kasus penistaan agama yang membelit calon petahana itu, elektabilitasnya terus merosot. Bahkan akhirnya dikalahkan oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada pemilihan putaran kedua. Padahal, elektabilitas Anies-Sandi paling rendah di antara tiga pasangan calon saat awal-awal rangkaian pilkada digelar.
Sangat jelas terlihat bahwa elektabilitas pria yang populer dengan panggilan Ahok itu tergerus waktu dan isu yang tidak menguntungkan. Bisa jadi, masa kampanye selama 102 hari kala itu terlalu panjang bagi Ahok untuk mempertahankan elektabilitas di tengah isu global yang merugikan. Dia akhirnya tumbang oleh paslon yang cara berkam- panyenya sangat efektif.
Tahun depan, masa kampanye akan lebih panjang. Tentu dibutuhkan energi yang lebih besar untuk menghadapi pertarungan eletabilitas dalam waktu yang lebih lama.
Wasekjen DPP PPP Achmad Baidowi menyatakan, pihaknya tidak berkeberatan dengan perpanjangan masa kampanye. Menurut dia, calon yang nanti diusung Partai Kakbah akan menyambut dengan baik. Tentu mereka harus menyesuaikan diri dengan waktu yang ditetapkan KPU.
Namun, kata dia, dengan waktu yang panjang, pasangan calon kepala daerah harus pintar-pintar mengatur semua kebutuhan dalam kampanye. Misalnya, terkait dengan anggaran kampanye. ’’Agar tidak membengkak, maka anggaran sudah harus disesuaikan dengan kebutuhan,’’ terang anggota Komisi II DPR itu saat dihubungi Jawa Pos kemarin (11/6).
Jika bisa mengatur anggaran dengan baik, biaya yang disiapkan tidak akan membengkak. Jadi, sejak awal perencanaan keuangan harus disiapkan dengan matang. Menurut dia, tidak semua kebutuhan kampanye ditanggung paslon karena pemerintah membantu menyediakan alat peraga. Calon hanya menyiapkan sebagian alat peraga sesuai dengan peraturan KPU.
Ketua Bapilu DPP PAN Viva Yoga Mauladi menambahkan, masa kampanye yang lebih panjang bisa dimanfaatkan calon untuk bersosialiasi. Mereka mempunyai waktu lebih lama untuk mengenalkan diri kepada masyarakat. ’’Itu menguntungkan bagi calon,’’ paparnya.
Jadi, lanjut dia, waktu yang cukup sangat penting bagi mereka untuk pintar mengemas kampanye efektif. Tim sukses juga bisa mengatur tahapan kampanye sesuai dengan jadwal yang ditetapkan KPU. ’’Waktu bertemu dengan masyarakat lebih panjang,’’ terang anggota Komisi IV DPR itu.
Bagaimana dengan anggaran kampanye? Legislator asal Lamongan tersebut mengatakan, anggaran kampanye sudah diatur. Ada pembatasan dalam nilai anggaran. Jadi, setiap paslon harus menyesuaikan diri. Walaupun waktu kampanye lebih lama daripada pilkada sebelumnya, kebutuhan kampanye bisa disesuaikan.
Achmad Baidowi menambahkan, waktu yang panjang juga memiliki sisi negatif. Jika tidak bisa memanfaatkan dengan baik, bisa saja tingkat elektabilitas paslon turun. ’’Ada pasangan calon yang awalnya tinggi menurut survei, pada akhir mendekati pemilihan suara turun,’’ ujar dia.