Jawa Pos

Efek Medsos

- SUGENG WINARNO* *) Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universita­s Muhammadiy­ah Malang

MUNCULNYA kasus persekusi sebenarnya sudah cukup lama. Bermula sejak persidanga­n Ahok dan terus bergulir hingga sekarang. Tindakan persekusi memperoleh momentum sejak vonis dijatuhkan kepada Ahok. Sejumlah ormas yang mendorong kasus itu pun merasa tindakanny­a turun ke jalan mendapat dukungan. Sejak itu, persekusi masif bermuncula­n.

Seperti sudah ramai diberitaka­n media, korban persekusi ini sudah banyak berjatuhan. Selama Januari hingga Mei 2017, setidaknya ada 59 orang yang diburu ormas. Masifnya pemburuan liar ini dipicu tidak saja karena lambannya aparat menangani persoalan ini, tetapi juga aparat telah melakukan pembiaran.

Menurut laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safe Net) 2017, pada Januari terjadi persekusi di empat lokasi di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Pada Maret, kasus persekusi di tiga pulau itu meningkat menjadi enam kasus. Memasuki April, persekusi meluas dari Sumatera hingga Sulawesi dengan delapan kasus. Mei, kasus melonjak jadi 36 kasus dan tersebar dari Sumatera hingga Sulawesi.

Persekusi juga menyasar anak-anak. Di Jakarta Timur, seorang anak berusia 15 tahun juga diintimida­si.

Kasus lainnya menimpa Dokter Fiera Lovita asal Solok, Sumatera Utara. Ibu ini diburu sekelompok orang karena dinilai menyinggun­g pimpinan ormas tertentu gara-gara status di medsosnya. Setelah melapor ke Polsek Kota Solok, justru Fiera tidak mendapat solusi Pengaruh Medsos Medsos yang idealnya hadir sebagai sarana memperbaik­i hubungan sosial justru menjadi asosial. Medsos justru menjadi sarana perpecahan sosial. Fitnah dan adu domba bermula di medsos dan tidak jarang menimbulka­n konflik.

Degradasi hubungan sosial tumbuh subur lewat media yang idealnya menjadi kohesi sosial. Medsos telah menjadi sarana penyebaran berita bohong hingga timbulkega­duhan dan bikin runyam suasana. Sebenarnya medsos hanyalah sebuah alat. Penggunaan­nya sangat bergantung pada siapa yang memakai media ini ( people behind the media). Untuk itu, pengguna harus memahami media ( media literate), pemerintah juga harus melakukan pengaturan dan penegakan hukum atas segala pelanggara­n.

Jaringan sosial yang terbentuk di medsos melalui perangkat internet. Internet hadir tidak sekadar sebagai alat ( tools), tetapi internet juga memberikan kontribusi terhadap munculnya ikatan sosial, nilai-nilai, dan struktur sosial secara online. Manuel Castells (2002) mengatakan bahwa ’’ The network is the message, and the internet is the messenger.”

Kalau konten positif, tentu tidak ada yang perlu dirisaukan. Namun, bagaimana dengan munculnya kebohongan, ujaran kebencian, fitnah, tipu-tipu, upaya pecah belah, dan disintegra­si bangsa. Semua ini tentu tidak bisa dibenarkan. Kalau ini yang terjadi, medsos benar-benar harus dilawan, bukan berdamai dan menjadikan­nya kawan. (*)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia