Jawa Pos

Rela Tinggal di Tempat yang Tak Diharapkan

Sudah lama Penjara Kalisosok tak beroperasi. Sebagian bangunanny­a kini jadi kos-kosan. Dengan ”keamanan” yang sama ketatnya dengan penjara. Bulan lalu Jawa Pos tinggal di tempat kos itu.

- TIM JAWA POS

SEBAGIAN dinding luar bekas Penjara Kalisosok memang sudah berhias mural warna-warni. Tapi, bagian lain masih menampakka­n dinding-dinding keropos dan berlumut. Tumbuhan rambat menjalari tembok tua. Suram. Dan Seram.

Di setiap sudut tembok tinggi yang mengitari bekas penjara itu, juga masih ada pos penjaga. Dahulu pos di puncak dinding tersebut dipakai untuk memantau kondisi di dalam dan luar kompleks penjara. Tak semua orang bisa keluar-masuk penjara.

Ternyata, kondisi itu masih terjadi sampai kini. Tak semua orang bisa dengan mudah menemukan koskosan yang menggunaka­n penjara tua tersebut. ”Kos-kosan? Coba datangi wartel di sebelah sana,” jawab salah seorang warga yang sedang duduk di depan gerbang utama bangunan eks Penjara Kalisosok, 16 Mei

Jawa Pos pun mendatangi wartel sesuai arahan orang itu. Namanya Wartel Tretan, Jalan Kasuari. Dalam bahasa Madura, tretan berarti kawan. Tretan dibik berarti teman sendiri alias konco dhewek dalam logat Suroboyoan.

Bangunan wartel tersebut kusam dan kecil. Ada papan nama operator di atas pintunya. Warnanya merah-kuning. Dindingnya nyaris tertutup oleh tempelan posterpost­er promo. Namanya memang wartel. Tapi, tempat itu lebih tepat disebut toko seluler. Dia menjual telepon genggam dan segala pernik-perniknya.

Seorang penjaga perempuan melayani pengunjung wartel. Kalau Anda bermaksud membeli pulsa atau kartu telepon, perempuan itu akan melayani secara ramah. Tapi, kalau Anda bertanya letak kos-kosan, responsnya langsung judes.

”Kos-kosan apa? Nggak ada. Ini wartel,” ungkapnya. Setelah Jawa Pos bilang sedang perlu kos-kosan secepatnya, perempuan itu langsung menunjuk pasar di dekat wartel. ”Coba ke sana. Cari yang namanya Pak Yanto,” tegasnya.

Oke, anggap saja itu sebagai ujian tahap pertama yang harus dilewati. Jawa Pos akhirnya menemukan Pak Yanto. Dia adalah penjaga kos-kosan di dalam bangunan eks Penjara Kalisosok.

”Yakin mau ngekos di sini, Mbak? Nggak seperti yang sampean harapkan lho,” ujar Yanto.

Dia memberikan beberapa pertanyaan ”wawancara” terkait alasan kami memilih ngekos di sana. Termasuk identitas kami. Nama lengkap, asal daerah, dan tempat bekerja. Sampai akhirnya dia percaya dan mengajak kami ke koskosan untuk melihat kondisi terlebih dahulu sebelum membayarny­a.

Yanto membuktika­n ungkapanny­a. Jangan pernah membayangk­an Anda mendapatka­n fasilitas kos-kosan yang layak. Tidak ada papan penanda koskosan di pintu luar. Pintu masuknya pun tersembuny­i. Orang luar pasti tidak bakal mengenalin­ya.

Ada dua jalur yang dapat dilewati untuk masuk ke area eks Penjara Kalisosok yang beralih fungsi menjadi kos-kosan. Pertama, lewat dari dalam wartel. Terdapat pintu yang menghubung­kan ke arah dalam kos-kosan. Dari gang kecil langsung belok kanan untuk menuju area kos-kosan.

Yang kedua, Anda dapat masuk melalui pintu berwarna biru, tepat di samping wartel tadi. Tapi, pintu setinggi 2 meter itu selalu dikunci dari dalam. Anda dapat membukanya kalau sudah tahu trik dari Yanto. Area di balik pintu biru tersebut digunakan untuk tempat parkir motor penghuni kos-kosan.

Jawa Pos dapat berkelilin­g ke dalam kos-kosan dengan Yanto sebagai guide. Suasana siang itu begitu sepi. Hanya suara angsa dari bagian belakang kos-kosan yang memenuhi ruangan. ”Kalau jam segini, orang-orang kerja semua. Nanti sore pasti ramai lagi,” ungkap pria asal Jombang tersebut.

Identitas bangunan penjara masih bisa terlihat di dalam bagian kos-kosan. Dinding putih kusam. Tapi, banyak yang sudah berlubang akibat termakan usia. Area yang digunakan untuk kos-kosan itu berbentuk lorong yang memanjang ke arah halaman belakang. Di bagian depan langsung disambut tempat nongkrong ala penghuni kos-kosan.

Satu televisi di atas meja yang dikeliling­i dua kursi. Dua amben kayu di sisi kanan yang sudah reyot. Di sebelah televisi terdapat akuarium berisi satu ikan arwana besar. Bagian itu seperti teras rumah yang terimpit bangunan-bangunan tinggi.

”Biasanya, anak-anak kalau kumpul ya di sini. Ini tempat menerima tamu juga,” jelasnya. Karena kos-kosan itu khusus perempuan, laki-laki tidak boleh masuk. ”Itu sudah peraturan wajib. Kalau melanggar, ya saya keluarin,” tegas Yanto.

Tur selanjutny­a adalah melewati lorong yang kanan-kirinya berupa kamar kos. Di sepanjang lorong itu juga berjejer kompor.

Total ada enam ruangan di situ. Satu ruangan terdiri atas enam kamar. Jadi, total terdapat 36 kamar kos. Satu kamar dengan kamar lainnya hanya dipisahkan oleh sekat-sekat kayu tripleks. ”Dapat dipakai untuk satu orang atau dua orang. Itu terserah,” ungkapnya.

Kentara banget bahwa pintu tiap ruangan adalah bekas sel penjara. Hanya ada satu pintu setinggi 4 meter. Lalu, di bagian tengah pintu terdapat lubang kotak. Jendela yang tertutup rapat berada di samping pintu tersebut. Ada nomor ruangan yang masih terlihat di atas pintu setiap ruangan.

Yanto langsung mengarahka­n ke kamar kosong, yakni kamar 1-A. Artinya, kami menuju ke ruangan 1 dan kamar A.

Hanya ada satu kamar yang masih kosong saat itu. Tidak ada pilihan lagi. Yang lainnya penuh.

Kamar itu berukuran 1,5 x 2 meter. Lemari kecil menambah sempit kamar. Dalam satu bulan, kamar itu dihargai Rp 125 ribu. Tapi, kalau dihuni dua orang, harganya Rp 150 ribu per bulan. Jatuhnya lebih murah kalau dihitung per orang. Ya, harganya terbilang minim. Seminim fasilitas kos-kosan. ”Kasur bisa bawa sendiri nanti,” kata Yanto.

Setelah melihat kamar, Yanto menunjukka­n kamar mandi yang dapat digunakan selama ngekos di sana. Terdapat empat kamar mandi yang kumuh. Penuh lumut di dalamnya dan bau tidak sedap tentunya.

Pintu kamar mandi juga berlubang-lubang. Di depan kamar mandiri itu ada area lapang yang luas. Di bagian tersebut, penghuni kos bebas melakukan aktivitas. Di antaranya, mencuci dan menjemur pakaian.

Kos-kosan itu terbilang minimalis, memang. Budget hotel yang katanya minimalis pun terasa sangat mewah jika dibandingk­an dengan bangunan bekas penjara itu. Apa pun, kami memantapka­n tinggal di eks bui tersebut... (bersambung/c6/dos)

 ?? TIM JAWA POS ??
TIM JAWA POS
 ?? TIM JAWA POS ?? SEADANYA: Penjaga kos-kosan (kiri) bersama salah seorang penghuni kos eks Penjara Kalisosok nonton TV bersama. Hanya ada satu TV di kos tersebut, ukurannya 14 inci. Foto atas, lorong kamar kos-kosan.
TIM JAWA POS SEADANYA: Penjaga kos-kosan (kiri) bersama salah seorang penghuni kos eks Penjara Kalisosok nonton TV bersama. Hanya ada satu TV di kos tersebut, ukurannya 14 inci. Foto atas, lorong kamar kos-kosan.
 ?? TIM JAWA POS ?? TAK SEMUA TAHU: Salah satu pintu masuk ke kos-kosan Kalisosok yang harus melewati wartel.
TIM JAWA POS TAK SEMUA TAHU: Salah satu pintu masuk ke kos-kosan Kalisosok yang harus melewati wartel.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia