Melupakan Pakta Integritas
GUBERNUR Bengkulu Ridwan Mukti tampaknya lupa atau sengaja lupa terhadap isi pakta integritas yang dibacakan pada 1 Maret 2016 atau sebulan setelah pelantikannya sebagai kepala daerah. Saat itu dia berkomitmen menjauhi segala praktik korupsi beserta turunannya. Dia mengunci ruang gerak anak buahnya agar jujur dalam melaksanakan tugas pemerintahan
Yang menarik, Ridwan sengaja mengundang sejumlah pejabat dan mantan pejabat dari Jakarta sebagai saksi sumpahnya tersebut. Mereka adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, Kepala BNN Komjen Budi Waseso, dan mantan Ketua MK Mahfud MD.
Ada tiga poin dalam pakta integritas tersebut. Yakni menjauhi korupsi, narkoba, dan segala bentuk pelanggaran hukum. Secara terperinci, berikut isi pakta integritas itu. Pertama, tidak akan melakukan korupsi secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk apa pun dan berperan aktif dalam upaya pencegahan serta pemberantasannya. Kedua, tidak akan melakukan kegiatan bisnis yang menyebabkan konflik kepentingan terhadap kewenangan yang dimiliki. Ketiga, tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika dan obatobatan terlarang. Lalu, keempat, tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan aparatur sipil negara (ASN/PNS).
Ridwan mengultimatum seluruh jajarannya bila melanggar empat pakta integritas tersebut. Yakni, selain sudah pasti akan mencopot jabatannya dan memproses di meja hijau, Pemprov Bengkulu tidak akan memberikan pendampingan hukum bagi bawahan yang terindikasi terlibat.
Tentu saja janji Ridwan itu mendapat apresiasi banyak kalangan. Apalagi, Ridwan bisa jadi satu-satunya kepala daerah yang berikrar dan membacakan pakta integritas secara terangterangan.
Namun, setelah 15 bulan, pakta integritas itu sekadar macan kertas. Pakta integritas tak lebih dari prasasti belaka. Ridwan kini harus berurusan dengan KPK setelah istrinya tertangkap tangan menerima suap dari dua pengusaha dalam proyek jalan. (agm)