Jawa Pos

Tumpas Bajak Laut yang Jadi Buron Kaisar

Salah satu tugas rahasia Laksamana Cheng Ho dalam ekspedisin­ya ialah memburu musuh negara. Sebagian di antara mereka ternyata lari ke Palembang dan menjadi bajak laut paling ditakuti. Jadilah pelayaran ke Bumi Sriwijaya itu sebagai misi penumpasan perampo

-

DARI tujuh kali pelayaran Cheng Ho ke Nusantara, empat di antaranya singgah di Bumi Sriwijaya (Palembang). Selain untuk menyebarka­n pengaruh kekaisaran Tiongkok, ada misi khusus yang dibebankan kepada pasukan yang dipimpin Cheng Ho. Yakni menumpas bajak laut pimpinan Cheng Zhuyi atau yang juga dilafalkan Chen Tsi Ji, pemberonta­k Tiongkok yang melarikan diri.

”Secara de facto, saat itu Sriwijaya sudah runtuh dan Palembang di bawah Majapahit. Tapi, berita Sriwijaya di bawah kendali perompak Cheng Zhuyi membuat kaisar Tiongkok mengirim Laksamana Cheng Ho,” ujar peneliti arkeologi nasional Bambang Budi Utomo.

Sebelum Cheng Ho melakukan ekspedisi, sudah banyak orang Tionghoa yang merantau ke kawasan Asia Tenggara. Umumnya, mereka berasal dari Provinsi Guangdong (baca: Kuangtong). Di Palembang, ada tiga nama yang terkenal, yakni Liang Daoming, Shi Jinqing, dan Cheng Zhuyi atau Tan Tjo Gi atau juga disebut Chen Tsi Ji.

Liang Daoming dianggap pemimpin oleh para perantauan Tionghoa dan Shi Jinqing merupakan pembantu utamanya. Pada saat Liang Daoming kembali ke Tiongkok menghadap Kaisar Zhu Di atau Kaisar Yongle, Shi Jinqing menggantik­annya. Raja Majapahit pun mengesahka­nnya. Secara administra­tif, Shi Jinqing tetap patuh kepada Majapahit meski pengangkat­annya oleh kaisar Tiongkok.

Tapi, cerita utama terjadi pada 1407. Ketika itu Cheng Ho hendak pulang ke Tiongkok dari pelayaran pertamanya. Laksamana besar tersebut mampir ke Palembang. Tentu saja kepulangan itu membawa armada kapal harta yang banyak. Hasil dari upeti yang diberikan negara-negara yang dikunjungi.

Itu membuat ngiler Cheng Zhuyi, gembong bajak laut yang telah malang melintang di Selat Malaka hingga perairan Palembang. Menurut pakar Cheng Ho asal Singapura Tan Ta Sen, ketika datang, Cheng Ho sudah membacakan maklumat kaisar agar Cheng Zhuyi menghentik­an aksinya.

”Saat itu Cheng Zhuyi menyatakan tunduk dan hendak menemui Cheng Ho,” ujar Tan Ta Sen. Tapi, Cheng Zhuyi menyimpan niat jahat untuk merampok. Rencana itu tercium Shi Jinqing yang kemudian melaporkan­nya ke Cheng Ho. Cheng Ho pun segera memasang perangkap balasan.

Ketika kapal para bajak laut itu mendekat, tiba-tiba armada Cheng Ho bermanuver mengepung kapal Cheng Zhuyi dan anak buahnya. Panah-panah api dari tentara Cheng Ho langsung menerangi malam hari. Begitu pula meriam Cheng Ho yang segera menyalak. Maka, barisan penjahat berkekuata­n 5.000 orang tersebut langsung lenyap dalam semalam. Sedangkan Chen Zhuyi ditangkap hidup-hidup. Bersama dua pembantu setianya, Cheng Zhuyi dibawa ke Tiongkok dan dihukum mati.

Atas jasanya itu, Shi Jinqing mendapat anugerah dari Kaisar Zhu Di dengan gelar Xuan Wei Shi. Majapahit juga menjadikan­nya utusan yang mengurus keagamaan dan administra­si di Palembang.

Shi Jinqing juga beragama Islam. Dia berperan penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Yakni melalui anaknya yang dikenal sebagai Nyi Gede Pinatih. Saat merantau ke Jawa, Shi Jinqing diberi Majapahit posisi sebagai syahbandar Pelabuhan Gresik. Dia menjadi penyebar Islam yang gigih dan salah seorang anak angkatnya yang bernama Raden Paku menjadi salah satu Wali Sanga dengan gelar Sunan Giri.

Sesepuh warga Tionghoa Sumatera Selatan Fauzi Thamrin mengungkap­kan, empat kali kunjungan Cheng Ho ke Sriwijaya terjadi pada ekspedisi pertama tahun 1405–1407. Kunjungan kedua terjadi pada 1413–1415. Kemudian kunjungan ketiga 1417–1419 dan kunjungan keempat tahun 1431–1433.

Soal cerita bajak laut bernama Cheng Zhuyi, menurut Fauzi, ketika itu di sepanjang Sungai Musi sampai perairan Sungsang dan Selat Bangka memang banyak perompak. Sebagian besar perompak tersebut juga berasal dari Tiongkok. Mereka semua tunduk pada gerombolan di bawah pimpinan Cheng Zhuyi. Sampai akhirnya Cheng Ho datang me- numpasnya. ”Cheng Ho membawa 27.800 tentara. Pertempura­n itu terjadi di sekitar perairan Sungsang. Tapi, di sana (Sungsang, Red) tidak ada jejak lagi,” jelas Fauzi.

Sungsang memang menjadi pintu masuk armada Cheng Ho ke Palembang. Itu menurut Akhmad Elvian, kepala Dinas Pariwisata Kota Pangkalpin­ang, Provinsi Bangka Belitung, yang mengutip kisah perjalanan Cheng Ho yang ditulis Ma Huan.

”Disebutkan Ma Huan, Gunung Menumbing yang menjulang tinggi di Pulau Bangka jadi penanda jalan masuk menuju ibu kota (Palembang) yang jalurnya sempit dan berair tawar (anak Sungai Musi),” ungkap dia.

Ma Huan menuliskan pelayaran mereka lewat Peng Chia San. Peng Chia diartikan sebagai Selat Bangka. Sedangkan San adalah gunung (Menumbing) yang jadi penandanya. Tapi, Cheng Ho tidak pernah mampir di Pulau Bangka. ”Untuk bukti Cheng Ho di Pulau Bangka tidak ditemukan sama sekali,” ujarnya. (*/ano/c9/nw)

 ??  ??
 ?? M HATTA/SUMATERA EKSPRES/JPG ??
M HATTA/SUMATERA EKSPRES/JPG
 ?? M HATTA/SUMATERA EKSPRES/JPG ?? KENANG SANG LAKSAMANA: Replika kapal Cheng Ho dipajang di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya di Jalan Syakhyakir­ti, Kelurahan Karanganya­r, Kecamatan Gandus, Palembang.
M HATTA/SUMATERA EKSPRES/JPG KENANG SANG LAKSAMANA: Replika kapal Cheng Ho dipajang di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya di Jalan Syakhyakir­ti, Kelurahan Karanganya­r, Kecamatan Gandus, Palembang.
 ??  ??
 ??  ?? Laporan ADI FIRIANSYAH RENDI FADHILAH dari Palembang
Laporan ADI FIRIANSYAH RENDI FADHILAH dari Palembang

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia