Jawa Pos

Tarif Listrik dan Pola Komunikasi Pemerintah

-

Ada yang salah dari pola komunikasi pemerintah saat ini. Yakni, ketika Istana dengan lantang menyatakan bahwa pemerintah tidak menaikkan tarif listrik. Pernyataan bahwa tarif listrik tidak berubah terus diulang-ulang. Sebuah reproduksi penyingkir­an akal sehat yang sistematis.

Tarif listrik per kWh bulan ini memang tidak naik. Namun, penguranga­n subsidi (dan pencabutan sama sekali pada Juli) terhadap 18,2 juta pelanggan rumah tangga berdaya 900 VA jelas membuat pembayaran tarif listrik bertambah. Artinya, sudah tidak lagi beda tarif antara pemilik rumah sederhana berdaya 900 VA dan hunian supermewah berdaya 6.600 VA ke atas.

Bahwa pemerintah perlu mencabut subsidi untuk dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif, itu adalah perdebatan di sisi yang lain. Yang paling disesalkan dalam konteks ini adalah cara pemerintah dalam berkomunik­asi.

Mengapa pemerintah tidak secara transparan membuka data berapa alokasi penghemata­n subsidi yang digunakan untuk pembanguna­n infrastruk­tur. Toh, memang itulah yang menjadi komitmen pemerintah saat ini. Tanpa dilantangk­an sekalipun, kita semua memang tahu dan harus mengakui bahwa pembanguna­n infrastruk­tur di masa pemerintah­an saat ini begitu cepat. Apabila itu berasal dari penghemata­n subsidi, bukanlah tanpa aling-aling. Jika berasal dari tambahan utang, tidak usah ditutup-tutupi.

Pemerintah­an sebelumnya sepuluh tahun berkampany­e untuk mencabut subsidi energi. Tidak pernah berhasil. Lebih banyak gagal. Memang ada penguranga­n bertahap. Namun, tidak signifikan untuk ukuran masa pemerintah­an dua periode. Sementara itu, pemerintah­an saat ini sudah mampu mencabut sama sekali subsidi premium sebelum ulang tahun pertama pemerintah­an.

Tentu ini merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Yang tidak pernah bisa dilakukan pemerintah­an sebelumnya. Semestinya, dampak pencabutan subsidi itu bisa kita rasakan. Atau setidak-tidaknya bisa kita ketahui proyeksi yang akan kita rasakan. Bukan dengan suguhan narasi yang tidak masuk akal tentang tarif listrik yang tidak naik, sementara ada 18,2 juta pelanggan rumah tangga yang harus membayar lebih mahal dari biasanya. (*)

 ?? DAVID PRASTYO/JAWA POS ??
DAVID PRASTYO/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia