Jawa Pos

Wali Murid Protes Tambahan Nilai

-

SURABAYA – Aturan baru penambahan nilai 12,5 dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang SMA dikeluhkan. Wali murid menilai keputusan tersebut dibuat terlalu mendadak dan tidak menguntung­kan pendaftar di luar zona. Karena itu, persaingan masuk bangku SMA pun tidak akan berlangsun­g fair.

Wiji Saksono, salah seorang wali murid, mengatakan, penambahan poin 12,5 bagi siswa yang memilih SMA di dalam zona dinilainya tidak adil. Bahkan cenderung curang. Sebab, ketentuan awal seleksi PPDB adalah nilai ujian nasional (unas).

Persaingan siswa yang memiliki nilai unas tinggi dari luar zona dengan siswa yang memiliki nilai unas tidak terlalu tinggi tapi berada di dalam zona akan menjadi tidak fair

Dia mencontohk­an, siswa dengan nilai 36 mau daftar ke sekolah A di luar zona dan siswa yang memiliki nilai 35 dari zona asli akan mendaftar ke sekolah yang sama. ”Yang 35 dapat tambahan 12,5 sehingga jadi 37,5. Itu rasanya kok tidak adil,” katanya. Sebab, nilai 36 merupakan hasil kerja keras siswa selama unas. Demikian juga siswa yang punya nilai 35. ”Kok tiba-tiba nilainya yang tidak tinggi ditambah 12,5 sehingga jadi tinggi,” tuturnya.

Karena itu, Wiji menyayangk- annya. Sebab, selama ini siswa diajari untuk jujur. Siswa melaksanak­an ujian berbasis komputer (CBT) agar integritas meningkat. Namun, tiba-tiba hasil kerja keras siswa seolah dirusak dengan tambahan poin. ”Biarkan nilai itu murni,” katanya.

Tidak bisa dimungkiri, sekolah tertentu masih menjadi jujukan para siswa untuk mendaftar. Orang tua pun punya harapan yang sama agar anaknya bisa bersekolah di sekolah tertentu. Hal itu dirasa wajar karena terkait dengan masa depan anak. Misalnya ketika siswa hendak melanjutka­n pendidikan ke perguruan tinggi. ” Track record sekolah yang meloloskan banyak siswa yang diterima di perguruan tinggi negeri jalur SNM PTN juga jadi pertimbang­an kami,” katanya.

Dia berharap Dinas Pendidikan Jawa Timur bisa membuat kebijakan yang lebih baik. ”Buat keputusan yang tidak mengubah nilai. Asas bersaing yang sehat harus dijunjung. Ajarkan yang sehat,” tegas dia.

Bonus poin itu juga dianggap menguntung­kan warga di zona tertentu. Zona 3 atau pusat kota misalnya. Terdiri atas SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, SMAN 9, dan SMAN 6. Kualitas sekolah-sekolah itu selama ini terjaga. Tak heran, sekolah-sekolah tersebut menjadi pilihan banyak warga. ”Semua sekolah di zona 3 sekolah favorit, dapat tambahan poin lagi untuk yang satu zonasi,” tuturnya.

Jika kebijakan bonus poin itu tetap diberlakuk­an, papar dia, setidaknya pemberlaku­annya tidak tahun ini. Melainkan bisa tahun berikutnya. Sebab, PPDB sudah berjalan dengan dimulainya jalur offline. Meski jalur online belum berjalan, pengumuman kebijakan dirasa cukup mendesak dan tiba-tiba. ”Ibaratnya, sekarang sedang masa tenang, apalagi mau Lebaran, tapi malah bikin galau orang tua,” sesalnya.

Hal senada disampaika­n Nasrul Haqqi. Alumnus SMPN 3 itu kecewa dengan peraturan dispendik yang memberikan nilai tambahan kepada siswa yang mendaftar di dalam zona. Tambahan nilai tersebut, menurut dia, tidak fair dan menyurutka­n semangat siswa yang telah berjuang untuk mendapatka­n nilai terbaik. ”Kami sudah sungguh-sungguh dalam unas lalu,” ujarnya.

Keputusan penambahan nilai tersebut juga akan berdampak pada kondisi siswa. Baik yang diterima ataupun yang tidak lolos. Siswa yang lolos dengan bantuan nilai tersebut akan mendapat cibiran dari siswa yang tidak lolos. Itu akan terjadi karena peserta yang lolos secara tidak langsung mendapat bantuan dengan tambahan nilai.

Selain itu, aturan tambahan yang diturunkan dispendik tersebut akan membuat cemas banyak orang. Siswa maupun orang tua akan bingung dengan sistem baru tersebut. ”Ini banyak teman saya yang cemas juga,” tuturnya.

Dalam PPDB pada 3–6 Juli nanti, Nasrul memilih SMAN 2 dan SMAN 21. Lokasi rumah di wilayah selatan membuat dia harus memilih jalur luar zona. Dia berharap kebijakan penambahan tersebut segera dihapus. Sebab, peraturan sebelumnya tanpa penambahan nilai akan jauh lebih

fair untuk seluruh siswa. Hal berbeda disampaika­n Rizky Sadam Bagaswara. Siswa SMPN 22 itu sepakat dengan aturan penambahan nilai. Menurut dia, dengan penambahan nilai bagi siswa yang memilih dalam zona, kualitas sekolah bisa rata. ”Melalui sistem ini, pemerataan sekolah akan dapat tercapai,” katanya.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti menyayangk­an tidak disosialis­asikannya kebijakan itu di awal keseluruha­n mekanisme PPDB. Dengan begitu, kebijakan yang baru disampaika­n tersebut membuat masyarakat makin waswas. ”Seharusnya kebijakan tersampaik­an jelas dan menyeluruh di awal, di ketentuan PPDB,” terangnya.

Berdasar substansi Per mendi kbud tentang PPDB, zonasi memang dipriorita­skan. Dengan begitu, secara substa nsial ke bi jak an itu tidak menyalahi aturan. Namun, informasi yang disam pai kan kepada masyarakat men ja di tidak utuh sejak awal. Apalagi, saat ambil PIN, orang tua pasti sudah berpikir akan menyeko lah kan anaknya ke mana.

Asas PPDB yang objektif, transparan, akuntabel, dan tidak diskrimina­tif harus dijunjung. Objektif yang dimaksud bisa bermakna bahwa semua aturan terbuka dengan jelas dan clear di awal, saat diatur dalam ketentuan resmi PPDB.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman mengungkap­kan, bonus poin itu merupakan kata lain dari mengutamak­an siswa yang mendaftar dalam zona. Penambahan poin tersebut merupakan adendum yang seandainya tidak diberlakuk­an juga tidak berpengaru­h. Sebab, PPDB jenjang SMA akan tetap mempriorit­askan siswa dalam zona. Sementara itu, penambahan poin tersebut hanya bertujuan mempermuda­h sistem scoring. ”Bonus itu supaya memudahkan penghitung­an saja. Bisa tetap milih di sekolah yang lain,” katanya.

Dia menambahka­n, dengan atau tanpa penambahan poin, siswa dalam zona tetap akan mempertimb­angkan jarak rumah dengan sekolah. Jika tidak ada penambahan poin, target pemenuhan pagu di setiap zona dikhawatir­kan tidak terpenuhi.

Mantan kepala Badan Diklat Jatim itu yakin bahwa pemberian prioritas terhadap siswa yang tinggal dekat dengan sekolah tidak melanggar aturan. Sebab, dalam Per men dikbud maupun Pergub tentang PPDB, sistem pe ne rimaan ny a jelas menggu na kan zonasi. ” Kalau tidak me nggu na kan zonasi, kapan pe merataan pendidikan dapat tercapai? Anak akan tetap ber ku mpul di satu sekolah favorit,” ujarnya. Karena itu, Saiful meng imbau siswa mempertimb­angkan sekolah dalam zona. Langkah tersebut dianggap lebih aman agar mereka bisa diterima di sekolah negeri. ”Kami tidak akan membatalka­n. Ketentuan itu akan jalan terus,” katanya. (puj/elo/c11/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia