Jawa Pos

Kemarau Panjang, Pasokan Air Menurun

-

SURABAYA – Musim kemarau 2017 bakal panjang. Hal tersebut memicu kekhawatir­an menurunnya pasokan air layak pakai untuk Surabaya. Bukan hanya soal kuantitas yang bakal diterima rumah tangga dan industri yang menurun, kualitas air pun akan ngedrop.

Saat ini pengelola sumber air Kali Surabaya, Perum Jasa Tirta I, berupaya mencegahny­a. Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air Wilayah Sungai Brantas II Viari Djajasinga menegaskan bahwa musim kemarau tahun ini diperkirak­an cukup panjang. Otomatis, debit air sungai diperkirak­an mengering.

”Saat ini wilayah kami punya kewajiban menyediaka­n 14.175 liter/detik

Itu terdiri atas konsumsi PDAM Surabaya 10.500 liter, PDAM Gresik 1.340 liter, dan air baku industri di Surabaya 2.355 liter per detik,” terangnya di kantor Perum Jasa Tirta di wilayah Karah, Surabaya, kemarin (20/6).

Apabila kemarau panjang tidak segera berakhir, pasokan air dari Kali Surabaya bisa hanya mencapai 15 meter kubik per detik. Hal itu merupakan situasi paling kritis. Apalagi, selama ini Surabaya menjadi wilayah dengan kualitas air paling buruk sepanjang bantaran Sungai Brantas.

Selama lima tahun terakhir, jumlah dissolved oxygen di Kali Surabaya tercatat hanya sekitar 3–4 miligram per liter (mg/l). Turun jauh dari pasokan air di wilayahwil­ayah hulu yang mencapai 5 mg/l. ”Jadi, kalau ada kasus ikanikan teler karena kurang oksigen, kami langsung gelontorka­n air dari Waduk Sutami. Yang jadi masalah, pada momen kemarau, kami tidak bisa sembaranga­n buang air,” jelasnya.

Karena itu, Viari mengajak setiap pemangku kepentinga­n untuk bisa menjaga kualitas air. Saat ini turunnya kualitas air justru disebabkan pembuangan limbah yang tak bertanggun­g jawab, baik industri maupun domestik.

Soal problem tersebut, perwakilan yang datang belum bisa menemukan solusi. Mereka yang hadir dalam pertemuan itu adalah Badan Lingkungan Hidup Jatim, Dinas Lingkungan Hidup Surabaya, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, dan dinas lain yang terkait.

Mereka masih terpaku pada kesulitan pembuatan instalasi pengelolaa­n air limbah (IPAL) komunal yang seharusnya dipasang di wilayah permukiman bantaran sungai. ”Dari target 98 IPAL komunal, baru 16 yang direalisas­ikan. Padahal, 65 persen pencemaran sungai berasal dari limbah domestik,” terang Direktur LSM Konsorsium Lingkungan Hidup Imam Rochani.

Penertiban limbah domestik pun diakui lebih susah daripada limbah industri. Jika limbah industri, pemerintah bisa saja langsung memberikan surat peringatan atau sanksi administra­si. Sementara itu, warga tidak mungkin diberi sanksi. Satu-satunya jalan adalah sosialisas­i atau pembuatan fasilitas IPAL yang layak. ”Semua jajaran seharusnya segera turun tangan mengubah kebiasaan warga-warga, terutama yang tempatnya di bantaran sungai,” tegasnya.

Dikonfirma­si soal keresahan kualitas air layak pakai di rumah tangga, Direktur PDAM Surabaya Mujiaman menjamin hal tersebut tidak akan terjadi. Menurut dia, pihaknya bakal terus menyesuaik­an tingkatan pengolahan sumber daya air sesuai dengan kualitas yang diterima Perum Jasa Tirta meski pada akhirnya biaya pengolahan air bakal meningkat.

”Tentu kami berharap ada solusi terhadap kualitas bahan baku air yang kami terima. Tapi, penyediaan air layak bagi warga merupakan tanggung jawab kami juga. Jadi, kami tentu bakal menyesuaik­an pelayanan,” jelasnya. (bil/c25/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia